3.19.2009

Pacaran Islami, Memang Ada?

Bagi remaja, bila istilah itu disebut-sebut bisa membuat jantung berdebar. Siapa sich yang enggak semangat bila bercerita seputar pacaran? Semua orang yang normal pasti senang dan bikin deg-degan.

Bicara soal cinta memang diakui mampu membangkitkan semangat hidup. Termasuk anak masjid, yang katanya "dicurigai" tak kenal cinta. Sama saja, anak masjid juga manusia, yang memiliki rasa cinta dan kasih sayang. Pasti dong, mereka juga butuh cinta dan dicintai. Soalnya perasaan itu wajar dan alami. Malah aneh bila ada orang yang enggak kenal cinta, jangan-jangan bukan orang.

Nah, biasanya bagi remaja yang sedang kasmaran, mereka mewujudkan cinta dan kasih sayangnya dengan aktivitas pacaran. Kayak gimana sich? Deuuh, pura-pura enggak tau. Itu tuch, cowok dan cewek yang saling tertarik, lalu mengikat janji, dan akhirnya ada yang sampai hidup bersama layaknya suami istri.


Omong-omong soal pacaran, ternyata sekarang ada gossip baru tentang pacaran islami. Ini kabar benar atau cuma upaya melegalkan aktivitas baku syahwat itu? Malah disinyalir, katanya banyak pula yang melakukannya adalah anak masjid. Artinya mereka itu pengen Islam, tapi pengen pacaran juga. Ah, ada-ada saja!!!

Memang betul, kalo dikatakan bahwa ada anak masjid yang meneladani tingkah James Van Der Beek dalam serial Dawson's Creek, tapi bukan berarti kemudian dikatakan ada pacaraan Islami, itu enggak benar. Siapapun yang berbuat maksiat, tetap saja dosa. Jangan karena yang melakukan adalah anak masjid, lalu ada istilah pacaran Islami. Enggak bisa, jangan-jangan nanti kalau ada anak masjid kebetulan lagi nongkrongin judi togel, disebut judi Islam? Wah gawat bin bahaya.

Tentu lucu bin menggelikan dong bila suatu saat nanti teman-teman remaja yang berstatus anak masjid atau aktivis dakwah terkena "virus" cinta kemudian mengekspresikannya lewat pacaran. Itu enggak bisa disebut pacaran Islami karena memang enggak ada istilah itu. Jangan salah sangka, mentang-mentang pacarannya pakai jilbab, baju koko, dan berjenggot, lalu mojoknya di masjid, kita sebut aktivitas pacaran Islami. Wah salah besar itu!!!

Lalu bagaimana dengan sepak terjang teman-teman remaja yang terlanjur menganggap aktivitas baku syahwatnya sebagai pacaran Islami? Sekali lagi dosa! Iya dong. Soalnya siapa saja yang melakukan kemaksiatan jelas dosa sebagai ganjarannya. Apalagi anak masjid, malu-maluin ajach.

Coba simak QS. An-Nuur : 30, "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan menjaga kehormatannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." Kemudian QS. An-Nuur : 31, "Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kehormatannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya..."

Jadi gimana dong? Dalam Islam tetep tak ada yang namanya pacaran Islami. Lalu kenapa istilah itu bisa muncul? Boleh jadi karena teman-teman remaja hanya punya semangat keislaman saja tapi minus tsaqafah 'pengetahuan' Islamnya. So? Ngaji lagi yuk!!!

Teruskan Nutrisi Cintamu......

PERBEDAAN TA’ARUF DAN PACARAN

Kali ini akan dibahas mengenai perbedaan antara Ta'aruf dan pacaran. MAu tau apa perbedaannya? Lanjutkan bacanya

Tujuan :
- taaruf (t) : mengenal calon istri/suami, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pernikahan.
- pacaran (p) : mengenal calon pacar, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pacaran, syukur-syukur bisa nikah …

Kapan dimulai
- t : saat calon suami dan calon istri sudah merasa bahwa menikah adalah suatu kebutuhan, dan sudah siap secara fisik, mental serta materi.
- p : saat sudah diledek sama teman:”koq masih jomblo?”, atau saat butuh temen curhat, atau saat taruhan dengan teman.

Waktu
- t : sesuai dengan adab bertamu.
- p : pagi boleh, siang oke, sore ayo, malam bisa, dini hari klo ngga ada yang komplain juga ngga apa-apa.

Tempat pertemuan
- t : di rumah sang calon, balai pertemuan, musholla, masjid, sekolahan.
- p : di rumah sang calon, kantor, mall, cafe, diskotik, tempat wisata, kendaraan umum & pribadi, pabrik.

Frekuensi pertemuan
- t : lebih sedikit lebih baik karena menghindari zina hati.
- p : lazimnya seminggu sekali, pas malem minggu.

Lama pertemuan
- t : sesuai dengan adab bertamu
- p : selama belum ada yang komplain, lanjut !

Materi pertemuan

- t : kondisi pribadi, keluarga, harapan, serta keinginan di masa depan.
- p : cerita apa aja kejadian minggu ini, ngobrol ngalur-ngidul, ketawa-ketiwi.

Jumlah yang hadir

- t : minimal calon lelaki, calon perempuan, serta seorang pendamping (bertiga). maksimal tidak terbatas (disesuaikan adab tamu).
- p : calon lelaki dan calon perempuan saja (berdua). klo rame-rame bukan pacaran, tapi rombongan.

Biaya
- t : secukupnya dalam rangka menghormati tamu (sesuai adab tamu).
- p : kalau ada biaya: ngapel, kalau ngga ada absent dulu atau cari pinjeman, terus tempat pertemuannya di rumah aja kali ya? tapi gengsi dong pacaran di rumah doang ?? apa kata doi coba ??

Lamanya
- t : ketika sudah tidak ada lagi keraguan di kedua belah pihak, lebih cepat lebih baik. dan ketika informasi sudah cukup (bisa seminggu, sebulan, 2 bulan), apa lagi yang ditunggu-tunggu?
- p : bisa 3 bulan, 6 bulan, setahun, 2 tahun, bahkan mungkin 10 tahun.

Saat tidak ada kecocokan saat proses
- t : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan menyebut alasannya.
- p : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan/tanpa menyebut alasannya.

Oleh : Abdurrahman,S.Ag (Kumpulan Kultum)

Teruskan Nutrisi Cintamu......

Ta’aruf Dulu Baru Menikah

Menikah tanpa pacaran lebih dulu masih dianggap aneh oleh banyak orang. Pacaran masih dianggap banyak orang sebagai proses pengenalan calon pasangan hidup sebelum menikah. Islam bukannya mengharamkan proses pengenalan calon pasangan hidup sebelum menikah. Islam bahkan mensyariatkan pengenalan calon pasangan hidup sebelum menikah. Akan tetapi, proses pengenalan itu dilakukan melalui proses yang lazim disebut ta’aruf, bukannya melalui pacaran.


Ta’aruf Dulu Baru Menikah menjabarkan proses pengenalan calon pasangan hidup sebelum pernikahan. Buku ini mengupas pernak-pernik ta’aruf, kesalahan penerapannya yang masih banyak terjadi, dan kritik atas praktik ta’aruf yang banyak dilakukan aktivis muslim.

Ta’aruf Dulu Baru Menikah membuat Anda menjadi yakin menjalani proses pengenalan calon pasangan hidup Anda, sehingga saat memasuki pernikahan, Anda dan pasangan Anda pun memasukinya dengan penuh cinta.

Teruskan Nutrisi Cintamu......

3.17.2009

UNTUKMU WAHAI PARA CALON SUAMI

SIAPA YANG AKAN KAU PILIH
Tidak diragukan lagi, memilih pasangan hidup secara tepat merupakan jalan menuju kebahagiaan.
Dalam musnad Imam Ahmad rahimahullah diriwayatkan dari Sa'ad bin Abi Waqash Radhiyallahu Anhu, ia berkata Rasulullah Shallallhu 'Alaihi Wasllam bersabda :
Tiga perkara yang termasuk kebahagiaan seorang anak adam dan tiga perkara yang termasuk kemalanggannya. Termasuk kebahagiaan seorang bani Adam adalah istri yang shalihah, tempat tinggal yang baik dan kendaraan yang baik. Dan termasuk kemalangan seorang bani Adam adalah istri yang buruk, tempat tinggal yang buruk dan kendaraan yang buruk.

Dalam Shahih Al-Jami' disebutkan dengan lafazh :
"Empat perkara yang termasuk kebahagiaan : Istri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik dan kendaraan yang nyaman. Dan empat perkara yang termasuk kemalangan : istri yang buruk, tetangga yang jahat, kendaraan yang jelek dan tempat tinggal yang sempit.
Dalam Shahih Muslim dari hadits Abdullah bin 'Amru Radhiyallahu 'Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda :
"Dunia adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah istri yang shalihah
Wanita shalihah pada masa sekarang ini dan dalam setiap masa adalah anugerah yang berharga yang harus kita cari sungguh-sungguh sampai dapat.
Abu Dawud Rahimahullah telah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam terlah berkata kepada 'Umar Radhiyallahu 'Anhu :
Maukah aku beritahu anugerah terbaik yang diusahakan oleh seseorang? Yaitu istri shalihah, apabila suami melihatnya niscaya ia akan membuatnya senang, dan apabila ia menyuruhnya niscaya ia akan mentaatinya dan apabila ia sedang bepergian niscaya ia akan menjaga (diri dan hartanya)
dalam riwayat di Shahih al Jami' berbunyi :
"Hati yang senantiasa bersyukur, lisan yang selalu berdzikir dan istri shalihah akan membantumu dalam melaksanakan urusan dunia dan agamamu adalah sebaik-baik anugerah yang didapat oleh manusia."
Marilah kita mengenali karakteristik wanita shalihah yang apabila Allah Subhanahu wa ta'ala menganugerahkan kepadamu niscaya engkau telah memperoleh anugerah tersebut. kami memohon kepada Allah agar senantiasa memberkahimu.

Teruskan Nutrisi Cintamu......

3.11.2009

Dilema Cinta dan Pacaran

Satu kata yang begitu lekat di hati para remaja khususnya pelajar adalah kata cinta. Mungkin kalau kita mau mengsurvai dii kalangan mereka —dunia pelajar— maka hampir dapat dipastikan mereka akan mengangguk karena sudah mangenal apa yang dinamakan dengan cinta. Bahkan kalau kita mau menanyakan kepada mereka apa itu definisi cinta, maka mereka akan melesungkan pipinya dan tersenyum karena membayangkan apa itu cinta. Mungkin sebagian dari mereka akan menjawab ” Sulit diungkapkan dengan kata-kata, cinta itu mudah dirasainnya dari pada diungkapkannya”. Atau mereka akan menjawab cinta itu adalah rasa kasih sayang kepada orang lain entah itu kepada orang tua, guru, temen atau bahkan kepada pacar. Nah, soal yang satu inilah yang kemudian menimbulkan kesalahan dalam mengartikan cinta. Mereka menganggap cinta itu identik dengan ungkapan rasa sepasang sejoli yang dimabuk asmara. Banyak cara untuk mengungkapkan kata-kata cinta. Bisa dengan cara verbal maupun non verbal. Tetapi hampir 80 % remaja di negeri ini mengungkapkan rasa cinta nya dengan cara verbal. Bahkan tidak hanya di Indonesia saja tetapi di seluuh dunia. Kalau orang Indonesia mengungkapkan cinta dengan “Aku cinta kamu”, orang Inggrin bilang “I love you”, orang Afrika bilang “Ek het jou lief”, orang India bilang ” Hum tumhe pyar karte hae”, orang Jepang bilang “Aishiteru”, orang Mandarin bilang “Wo ai ni” orang Turki bilang “Seni Seviyorum” dan sebagainya. [SEGITIGA/ Maret/ III/ 2001].

Apapun ungkapan mereka dan apapun cara mereka dalam mengungkapkannya tetapi tujuan yang ingin diraih adalah sama yaitu cinta itu sendiri. Salah satu lembaga formal untuk menyatakan cinta itu adalah pacaran dan menikah. Kalau menikah mereka menganggapnya itu tidak mungkin karena mereka masih menamai cintanya adalah cinya monyet. Jadi yang kemudian dipilih untuk menjadi solusi adalah pacaran. Pacaran memang sering di identikkan dengan cinta. Pacaran secara bahasa diartikan sebagai tunangan yang belum diresmikan. Tetapi menurut definisi fakta setelah memperhatikan aktifitas remaja selama melakukan pacaran, pacaran diartikan sebagai hubungan istimewa antara lelaki dan perempuan yang kemudian mengikrarkan diri untuk saling memiliki, yang kemudian mereka mengadakan pertemuan secara khusus (kencan), sedangkan aktifitas rutinnya adalah saling merayu, saling pandang, pegang-pegangan, surat-suratan, telpon-telponan, Email-emailan, kencan, jalan-jalan dan seterusnya. Tetapi kalau kita mau menengok kembali hasil penelitian di Jakarta tahun 1997 oleh Fakultas Psikologi UI Depok terhadap 221 responden, tentang aktifitas pacaran adalah sebagai berikut

Tidak hanya di Jakarta saja, ternyata di Bandung juga pernah dilakukan penelitian oleh mahasiswa Unisba Bandung terhadap 500 responden tentang hal yang sama yang di muat dalam majalah Suara Mahasiswa beberapa waktu yang lalu. Haslinya adalah sebagai berikut :
1. Hubungan pertemanan lawan jenis, konsep apa yang bagus untuk digunakan :
Ø Teman biasa 29 %
Ø Teman akrab 39 %
Ø Pacaran 18,4 %
Ø Lain-lain 7,2 %
Ø Tidak tahu 6,4 %
2. Pendapat tentang konsep pacaran
Ø SS 56, 4 %
Ø STS 9, 2 %
Ø RR 25, 8 %
Ø Tidak tahu 8, 6 %
3. Manfaat pacaran
Ø Teman kencan 7%
Ø Berbagi rasa 65, 2 %
Ø Teman belajar 10, 2 %
Ø Tidak ada 4, 8 %
Ø Tidak tahu 4 %
Ø Lain-laim 8, 8%
4. Yang pernah dilakukan dengan pacar
Ø Pegang tangan 21,8%
Ø Ciuman bibir (lip kiss) 16 %
Ø Deep kiss 8, 6 %
Ø Raba-raba alat vital 8, 2 %
Ø Petting 7, 2 %
Ø Hubungan sexual 7 %
Ø Tidak satupun 11 %
Ø Tidal isi 20, 2 %
5. Pendapat ttg nikah muda
Ø Lebih baik 29, 4 %
Ø Tidak mungkin, karena belon kerja 34, 8 %
Ø Tidak bebas 21, 9 %
Ø Tidak tahu 14, 4 %
Dari data tersebut dapatlah kita lihat bahwa aktifitas pacaran tersebut bukanlah aktifitas ‘pdkt’ (pendekatan), tetapi sudah mengarah kepada prilaku sex bebas. Seperti kasus yang baru-baru ini marak di Bandung. Seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung melakukan adegan panas dengan seorang mahasiswi perguruan tinggi negeri di kota yang sama, yang diabadikan dengan kamera Hendycamp. Ternyata film yang dibuat di salah satu hotel di Bali untuk memperingati 23 bulan mereka pacaran tersebut tersebar luas di kota Bandung. Akhirnya mereka barus rela dipecat dari kampusnnya dan harus berhubungan dengan polisi. [satunet.com].
Lantas apa yang menyebabkan semuanya itu terjadi ?. Ada beberapa analisis yang menyebutkan bahwa rusaknya tatanan sosial dalam pergaulan ini. Psikiater kondang Dadang Hawari yang juga aktif melakukan ceramah-ceramah di masjid dan pengajian ini menunjuk maraknya media masa dan tempat hiburan yang mengundang nafsu syahwat ini sebagai penyebab utama terjadinya prilaku sex bebas. Lihat saja acara media elektronik yang biasa terseji didepan keluarga kita. Hampir semuanya menayangkan prilaku zina, misalnya adegan ciuman sampai persetubuhan, sinetron perselingkuhan, iklan di “tempat tidur”, telenovela yang isinya berkisar masalah sex bebas, hingga komik dan film kartun seperti Crayon Shincan yang membimbing anak-anak untuk bertingkah laku cabul. Salah satu media masa yang kerap mengkampanyekan budaya zina adalah RCTI, stasiun televisi terbesar di negeri ini mengelar acara Angin Malam setiap malam Minggu. Acara tersebut mengupas masalah sex secara vulgar, lengkap, dan detail serta dilengkapi dengan putri malam yang siap mengoyang bagi para penelpon dengan goyangan yang erotis. Acara yang dulu pernah dipandu oleh Dewi Huges itu pernah mengundang Budiman Sujatmiko (Ketua PRD) dan Arswendo Atmowiloto (mantan Pimpinan Redaksi Tabloid Monitor). Temanya pun lumayan serem. Apa yang dilakukan narapidana di sel guna menyalurkan hasrat seksualnya. Dengan enteng Arswendo mantan narapidana akibat kasus pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW tersebut menjawab “kalau saya ya lakukan onani saja”. Tidak hanya tema semacam itu saja yang di kampanyekan tetapi tema-tema seputar perzinahan seperti “Melajang tapi punya anak” dan sebagainya semakin menbuat budaya sex bebas menjadi semakin menggila. Radio pun tak mau ketinggalan jaman untuk mengkampanyekan ide syetan tersebut, contohnya adalah radio Elvictor FM, stasiun radio ternama di Surabaya ini setiap pukul 22.00 pada setiap harinya menyuguhkan acara obrolan bersama seorang waria. Puluhan kaum lelaki antri menelpon, ngobrol dengan Markonah (nama waria tersebut), tentang apalagi kalau enggak masalah sex. Banyak lagi stasiun radio yang sengaja menggelar acara menggugah syahwat dengan dipandu oleh penyiar yang genit diiringi musik dangdut yang bikin jantung berdetak dua kalu lebih cepat dari biasanya. Media cetak semakin memperburuk keadaan. Pasca kebebasan pers dikumandangkan maka muncullah berbagai media yang dengan vulgar mengupas habis tentang tema-tema sex. Sebut saja Popular, Hot, Lipstik, Desah, Asmara, De Suga, Kiss, Jeritan hati, Waw, The X Files, dan masih banyak lagi. Tulisannya pun berkisar tentang tema-tema sex, dengan dilengkapi foto-foto yang mengumbar aurat (yang kebanyakan mengambil begitu saja dari situs porno di internet). Judul-judul tulisannya cenderung menjijikkan. Misalnya majalah Top edisi 53 Th. III, Juli 2001, menulis tentang “Artis-artis Perkuat Organ Seks Lewat Salsa”, Tragedi Lukisan Telanjang Tante Ris, dan Seks Plesie Kota Bengawan. Atau tabloid Kiss edisi 11/TH.1/2001 yang memuat tulisan ” Suamiku Merasa Puas Bila Mensetubuhiku Dengan Kaki Terikat” dan “Affairku dengan Seorang Jaksa Membuahkan Janin di Perutku”. [ http://www.hidayatullah.com ]
Kerap pula kita jumpai kumpulan anak-anak remaja di rental VCD yang menyediakan VCD porno (BF) atau ya minimal Semi BF. Dan ternyata pengemar VCD jenis tersebut adalah kebanyakan anak muda. Kalau anak kecil mungkin belum tahu, dan kalau orang tua buat apa? Ujar Ipong, seorang pedagang VCD di kawasan Cawang (Jakarta). Teknologi Internet juga banyak dimanfaatkan untuk mengakses kemaksiatan. “Kalau anak-anak remaja ke sini, pasti yang “begituan” yang dilihat.” Ujar Ida, pengelola Warnet di kawasan Bekasi, Jawa Barat. Masuk akal bila kasus HIV/AIDS di Indonesia semakin dasyat. RS Cipto mangunkusumo, Jakarta saat ini didatangi 4-10 penderita HIV/AIDS tiap minggunya. Data dari Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Depkes menyebutkan, selama April 2001 terjadi penambahan 2 kasus HIV dan 5 kasus AIDS. Itu yang diketahui. Dementara para ahli sering menyatakan bahwa data tentang HIV/AIDS itu bagaikan gunung es, yang tampak hanyalah permukaan sedikit saja, tetapi yangterpendam sangat banyak. Akibat budaya zina, maka aborsipun menjadi kebiasaan remaja-remaja putri. Baru-baru ini harian Kompas mengutip sebuah penelitian tentang aborsi, dan hasilnya terjadi 2,5 juta aborsi per tahun dan 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh kalangan remaja. Data tersebut juga pernah disampaikan oleh WHO yang menyampaikan hasil laporannya bahwa di Asia Tenggara terjadi kasus aborsi sekitar 4,2 juta per tahunnya. 1,3 juta di Vietnam dan Singapura, 155.000-750.000 di Philipina, 300.000-900.000 di Thailand dan di Indonesia 1,5 juta kasus setiap tahunnya. Manakala aborsi gagal, maka muncullah bayi-bayi tak berdosa yang tak tau harus memanggil “ayah” kepada siapa. “Kalau orang setiap hari melihat dan membaca hal-hal yang porno, maka keimanan akan terkikis. Kalau sudah begitu, maka akan lepas kontrol danterjadilah perzinahan.” Kata Dadang Hawari. Yang membuat Dadang heran, Pemerintah sepertinya tidak berusaha memberantas sarana dan prasarana yang mendorong orang untuk berbuat zina. Justru membiarkan bahkan meneguhkannya dengan memungut pajak dari sarana tersebut. ” Di masyarakat kita sekarang, anak masih imit-imut mabok, nyabu, dan berzina sudah biasa. Dan itu tidak ditindak”, katanya lirih.
Khotimah Islam adalah agama yang sempurna seperti firman Allah dalam QS Al-Maidah :3 yang menjamin kepada manusia untuk menyelesaikan setiap permasalahannya dengan Islam. Islam adalah problem solving setiap permasalahan yang muncul termasuk masalah fenomena pacaran dan prilaku sex bebas akhir-akhir ini. Memang Allah telah membekali kepada manusia itu akal dan beberapa naluri, salah satu naluri itu adalah naluri untuk mencintai lawan jenis (ghariyahan-nau’). Setiap naluri itu butuh pemuasan kebutuhan. Sedangkan islam itu hadir untuk mengatur cara pemuasan kebutuhan tersebut. Tetapi semuanya itu tidak akan mungkin bisa dipenuhi perintah Allah dan larangan-Nya itu tanpa dibekali dengan ilmu. Oleh karena itu tidak dapat tidak, ilmu itu harus segera dipelajari sehingga akan memberikan gambaran yang utuh akan tujuan hidup ini. Apabia setiap kaum muslimin itu berpegang teguh terhadap qo’idah hukum syara’ yang berbunyi “hukum asal setiap perbuatan itu tergantung dengan hukum syara” dan mereka faham akanseruan Allah dalam surat An-Nur:31 “Katakan kepada kaum muslimin untuk menundukkan pandangan” serta mereka mengindahkan apa yangtelah disabdakan oleh Rosulullah SAW “Barang siapa yang beriman terhadap Allah dan hari akhir, maka tidaklah boleh seorang laki-laki itu berkholwat dengan seorang wanita tanpa disertai dengan makhromnya(makhrom wanita itu)”. Sehingga apabila kita memahami semuanya itu kita bisa mencintai Allah itu lebih dari mencintai terhadap
makhluk-makhluknya. Dan hal itu tidak akan terwujud dengan tanpa adanya dukungan dari semua elemen masyarakat untuk mau menyadari bahwa apa yang mereka lakukan selama ini adalah salah dan mereka dengan sadar bisa kembali
kepada Islam untuk mengatur seluruh kehidupan. [sig dari berbagai sumber]


Teruskan Nutrisi Cintamu......

Ketika Remaja Terjerat Dilema Cinta

Remaja dalam pertumbuhannya, sering mengalami permasalahan. Namanya saja remaja, sebuah masa transisi dari anak-anak ke masa kedewasaan. Para remaja belum memiliki jati diri. Terkadang ingin dikatakan dewasa akan tetapi kenyataannya masih bertingkah seperti anak-anak. Atau kebalikannya.
Trend di kalangan remaja yang tidak akan pernah bisa dihapuskan adalah “percintaan dan pacaran”. Kalau kata remaja sih cinta monyet/ cinta sesaat.

Berbahaya atau tidak cinta bagi remaja?
Kalau melihat fenomena pola pergaulan remaja sekarang ini. Rasanya kok kita apalagi orang tua terkadang khawatir. Bagaimana tidak, remaja sekarang ini adalah remaja yang modern. Bukan remaja kuper (kurang pengetahuan dan pergaulan). Era global katanya.Era yang penuh dengan kebebasan. kebebasan berpikir, berekspresi dan bergaul.
Akan tetapi pola pergaulan remaja ini sangat rentan dengan kemajuan zaman sekarang. Maraknya pornografi, kekerasan, pemerkosaan, kriminalitas yang didukung dengan adanya kemajuan teknologi begitu merusak remaja.
Cinta merupakan fitroh yang dianugerahkan Allah kepada setiap makhluknya (terutama manusia). Cinta merupakan sesuatu yang indah dan suci. Keberadaannya akan membuat orang damai, bahagia dan serasa tak ada permasalahan yang membebani. Rasa cinta ini muncul dari manusia satu kepada yang lain. Yang diimplementasikan dengan rasa sayang dan saling mengasihi. Hidup serasa semakin berarti ketika cinta telah singgah di hati.
Begitulah kata pepatah…
Virus seperti itulah yang mungkin telah merasuk di kalangan remaja. Akhirnya timbulah fenomena pacaran.
Sebenarnya pacaran itu apa ya?
Pacaran, budaya anak muda sekarang. Kalau tidak pacaran katanya katro, kuno, dan abnormal. Itu semua g benar kok…
Siapa bilang pacaran adalah segalanya? Hanya para pujangga cintalah yang mengatakan seperti itu.
Pacaran bagi remaja, lebih kepada hal-hal yang terkadang menjerumuskan. Karena remaja belum paham tentang hakikat cinta dan biasanya salah menempatkan perasaan cintanya (terutama cinta kepada lawan jenis)
Sudah banyak contoh dampak negative pacaran pada remaja. Misal; hamil di luar nikah (married because accident), pemerkosaan, kekerasan, dll. Ini yang perlu dicegah dan dihindari oleh para remaja.
Mungkin usia remaja dapat dikatakan usia dini untuk berpacaran. Apalagi usia sekolah SMP ataupun SMA. Usia yang masih dalam perkembangan. Banyak yang dapat dilakukan oleh para remaja. Prestasi yang menjanjikan dan kesempatan belajar masih terbuka lebar.
Bayangkan saja, semua cita-cita yang telah kita ukir sejak kecil akan musnah begitu saja karena ulah kita sendiri. Tidak lulus ujian gara gara berpacaran, tidak logis juga kan?
Manfaatkan masa remajamu sebaik mungkin. Remaja merupakan harapan bangsa, ketika remaja-remaja hancur dan salah jalan maka akan jadi apa dunia ini.
Jangan kecewakan orang tua kita yang telah bersusah payah untuk mendidik dan membesarkan kita.
http://noent.wordpress.com

Teruskan Nutrisi Cintamu......

3.10.2009

13 Sifat Perempuan Yang Tidak Disukai Laki-Laki

Oleh: Ulis Tofa, Lc
Sehingga tidak ada pertanyaan lagi oleh para istri mulai saat ini, tentang sebab mengapa para suami mereka lari dari rumah. Karena salah satu Pusat Kajian di Eropa telah mengadakan survai seputar 20 sifat perempuan yang paling tidak disukai laki-laki. Survai ini diikuti oleh dua ribu (2000) peserta laki-laki dari beragam umur, beragam wawasan dan beragam tingkat pendidikan.

Survai itu menguatkan bahwa ada 13 sifat atau tipe perempuan yang tidak disukai laki-laki:

Pertama, perempuan yang kelaki-lakian, “mustarjalah”

Perempuan tipe ini menempati urutan pertama dari sifat yang paling tidak disukai laki-laki. Padahal banyak perempuan terpandang berkeyakinan bahwa laki-laki mencintai perempuan “yang memiliki sifat perkasa”. Namun survai itu justru sebaliknya, bahwa para peserta survai dari kalangan laki-laki menguatkan bahwa perempuan seperti ini telah hilang sifat kewanitannya secara fitrah. Mereka menilai bahwa perangai itu tidak asli milik perempuan. Seperti sifat penunjukan diri lebih kuat secara fisik, sebagaimana mereka menyaingi laki-laki dalam berbagai bidang kerja, terutama bidang yang semestinya hanya untuk laki-laki… Mereka bersuara lantang menuntut haknya dalam dunia kepemimpinan dan jabatan tinggi! Sebagian besar pemuda yang ikut serta dalam survai ini mengaku tidak suka berhubungan dengan tipe perempuan seperti ini.

Kedua, perempuan yang tidak bisa menahan lisannya “Tsartsarah”

Tipe perempuan ini menempati urutan kedua dari sifat yang tidak disukai laki-laki, karena perempuan yang banyak omong dan tidak memberi kesempatan orang lain untuk berbicara, menyampaikan pendapatnya, umumnya lebih banyak memaksa dan egois. Karena itu kehidupan rumah tangga terancam tidak bisa bertahan lebih lama, bahkan berubah menjadi “neraka”.

Ketiga, perempuan materialistis “Maaddiyah”

Adalah tipe perempuan yang orientasi hidupnya hanya kebendaan dan materi. Segala sesuatu dinilai dengan harga dan uang. Tidak suka ada pengganti selain materi, meskipun ia lebih kaya dari suaminya.

Keempat, perempuan pemalas “muhmalah”

Tipe perempuan ini menempati urutan keempat dari sifat perempuan yang tidak disukai laki-laki.

Kelima, perempuan bodoh “ghobiyyah”

Yaitu tipe perempuan yang tidak memiliki pendapat, tidak punya ide dan hanya bersikap pasif.

Keenam, perempuan pembohong “kadzibah”

Tipe perempuan yang tidak bisa dipercaya, suka berbohong, tidak berkata sebenarnya, baik menyangkut masalah serius, besar atau masalah sepele dan remah. Tipe perempuan ini sangat ditakuti laki-laki, karena tidak ada yang bisa dipercaya lagi dari segala sisinya, dan umumnya berkhianat terhadap suaminya.

Ketujuh, perempuan yang mengaku serba hebat “mutabahiyah”

Tipe perempuan ini selalu menyangka dirinya paling pintar, ia lebih hebat dibandingkan dengan lainnya, dibandingkan suaminya, anaknya, di tempat kerjanya, dan kedudukan materi lainnya…

Kedelapan, perempuan sok jagoan, tidak mau kalah dengan suaminya

Tipe perempuan yang selalu menunjukkan kekuatan fisiknya setiap saat.

Kesembilan, perempuan yang iri dengan perempuan lainnya.

Adalah tipe perempuan yang selalu menjelekkan perempuan lain.

Kesepuluh, perempuan murahan “mubtadzilah”

Tipe perempuan pasaran yang mengumbar omongannya, perilakunya, menggadaikan kehormatan dan kepribadiannya di tengah-tengah masyarakat.

Kesebelas, perempuan yang perasa “syadidah hasasiyyah”

Tipe perempuan seperti ini banyak menangis yang mengakibatkan laki-laki terpukul dan terpengaruh semenjak awal. Suami menjadi masyghul dengan sikap cengengnya.

Keduabelas, perempuan pencemburu yang berlebihan “ghayyur gira zaidah”

Sehingga menyebabkan kehidupan suaminya terperangkap dalam perselisihan, persengketaan tak berkesudahan.

Ketigabelas, perempuan fanatis “mumillah”

Model perempuan yang tidak mau menerima perubahan, nasehat dan masukan meskipun itu benar dan ia membutuhkannya. Ia tidak mau menerima perubahan dari suaminya atau anak-anaknya, baik dalam urusan pribadi atau urusan rumah tangganya secara umum. Model seperti ini memiliki kemampuan untuk nerimo dengan satu kata, satu cara, setiap harinya selama tiga puluh tahun, tanpa ada rasa jenuh!

Ketika Laki-Laki Memilih

Dari hasil survai di Eropa itu, dikomparasikan dengan pendapat banyak kalangan dari para pemuda, para suami seputar hasil survai itu, maka bisa kita lihat pendapatnya sebagai berikut:

Sebut saja namanya Muhammad Yunus (36) tahun, menikah semenjak sebelas tahun, ia berkomentar:

“Saya sepakat dengan hasil survai itu. Terutama sifat “banyak omong dan malas”. Tidak ada sifat yang lebih jelek dari perilaku mengumbar omongan, tidak bisa menahan lisan, siang-malam dalam setiap perbincangan, baik berbincangan serius atau canda, menjadikan suaminya dalam kondisi sempit, dan marah, apalagi suaminya telah menjalankan pekerjaan berat di luar, di mana ia membutuhkan ketenangan dan kejernihan pikiran di rumah.

Saya baru mengetahui dari rekan saya yang memiliki istri model ini, tidak bisa menahan lisannya di setiap pembicaraan, setiap waktu dan dengan semua orang. Suaminya telah menasehatinya berulang kali, agar bisa menahan omongan, namun ia tidak menggubris nasehatnya sehingga berakhir dengan perceraian.

Pada umumnya model istri yang banyak omong, itu lebih pemalas di rumahnya. Bagaimana ia menggunakan waktu yang cukup untuk mengurus rumah tangga dan anak-anaknya, sedangkan ia sibuk ngobrol dengan para tetangga dan teman?!.

Jamil Abdul Hadi, sebut saja namanya begitu, insinyur berumur 34 tahun, menikah semenjak 9 tahun, ia berkomentar:

“Tidak ada yang lebih buruk dari model perempuan yang materialistis, selalu menuntut setiap saat, meskipun suaminya menuruti permintaannya, ia terus meminta dan menuntut!!

Tipe perempuan ini, sayangnya tidak mudah menerima perubahan menuju lebih baik, tidak gampang menyesuaikan diri dalam kehidupan apa adanya. Boleh jadi kondisi demikian berangkat dari asuhan semenjak kecilnya. Saya tidak diuji Allah dengan model perempuan seperti ini, namun justru saya diuji dengan istri perasa dan cengeng.

Dengan tertawa Mahmud as Sayyid menerima hasil survai ini, ia berkomentar:

“Demi Allah, sungguh menarik ada lembaga atau Pusat Study yang menggelar survai dengan pembahasan seputar ini. Survai ini meskipun memiki cara pandang dan penilaian yang berbeda-beda, namun terungkap bahwa cara pandang itu satu sama lain tidak saling bertentangan…”

Lain lagi dengan Mahmud, sebut saja begitu. Belum menikah, mahasiswa di universitas. Ia berujar tentang mimpinya, yaitu istri yang akan mendampinginya, ia mengharap:

“Pasti saya menginginkan tidak mendapatkan istri yang memiliki tipe sebagaimana hasil survai di atas. Tetapi mengingat tidak ada istri yang “sempurna”, karena itu saya masih mungkin menerima tipe perempuan di atas kecuali tipe perempuan pembohong. Istri pembohong akan lebih mudah mengkhianati, tidak menghormati hubungan suami-istri, tidak memelihara amanah, tidak bisa dipercaya. Setiap orang pada umumnya tidak menyenangi sifat bohong, baik laki-laki maupun perempuan itu sendiri. Karena akan berdampak negative pada anak-anaknya, karena anak-anak akan meniru dirinya!!.

Ketika ia ditanya tentang tipe perempuan “kelaki-lakian”. Perempuan yang menyerupai laki-laki dalam segala hal dan menyanginya dalam segala hal. Ia berkomentar:

“Tidak masalah berhubungan dengan istri tipe seperti ini, selagi sifat “kelaki-lakian” tidak mengalahkan dan mengibiri sifat aslinya. Selagi ia masih mengemban kerja dan tugas yang sesuai dengan tabiat perempuan, seperti nikah, mengandung, menyusui dan lainnya.”

“Perempuan “kuat” menurut saya akan mengetahui bagaimana ia mengurus kebutuhan dirinya, mengarahkan dan mengatur keluarga dan anak-anaknya. Akan tetapi segala sesuatu ada batasnya yang tidak boleh diterjangnya. Sebagaimana seorang perempuan tidak suka terhadap laki-laki yang “banci”, seperti berbicara dan berperilaku layaknya perempuan. Sebagaimana juga laki-laki tidak suka terhadap perempuan yang mengedepankan sifat kelaki-lakian… segala sesuatu ada batas ma’kulnya. Jika melampaui batas sewajarnya, yang terjadi adalah dampak negatif.

Tidak ada seorang istri yang “sempurna”. Dan memang ada berbedaan cara penilaian dan cara pandang antara laki-laki satu dengan laki-laki lain. Namun ada kaidah umum yang disepakati oleh samua. Yaitu menolak sikap bohong, penipu, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.”

Semoga tulisan ini menambah informasi dan pengalaman buat para istri dan calon istri. Dan tentunya bermanfaat bagi laki-laki, sehingga para suami mampu bermuasyarah atau berhubungan dengan istri-istrinya dengan cara makruf, sebagaimana yang digariskan dalam Al qur’an. Allah swt berfirman:

“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” Al Nisa’:19

Dan karena perempuan “syaqaiqur rijal” saudara kembar laki-laki, yang seharusnya saling mengisi dan menyempurnakan, untuk membangun “baiti jannati” sehingga keduanya mampu bersinergi untuk mewujudkan citanya itu dalam pengembaraan kehidupan ini. Allahu a’lam

Teruskan Nutrisi Cintamu......

13 Sifat Laki-laki Yang Tidak Disukai Perempuan

Oleh: DR. Amir Faishol Fath
Para istri atau kaum wanita adalah manusia yang juga mempunyai hak tidak suka kepada laki-laki karena beberapa sifa-sifatnya. Karena itu kaum lelaki tidak boleh egois, dan merasa benar. Melainkan juga harus memperhatikan dirinya, sehingga ia benar-benar bisa tampil sebagai seorang yang baik. Baik di mata Allah, pun baik di mata manusia, lebih-lebih baik di mata istri. Ingat bahwa istri adalah sahabat terdekat, tidak saja di dunia melainkan sampai di surga. Karena itulah perhatikan sifat-sifat berikut yang secara umum sangat tidak disukai oleh para istri atau kaum wanita. Semoga bermanfaat.

Pertama, Tidak Punya Visi

Setiap kaum wanita merindukan suami yang mempunyai visi hidup yang jelas. Bahwa hidup ini diciptakan bukan semata untuk hidup. Melainkan ada tujuan mulia. Dalam pembukaan surah An Nisa’:1 Allah swt. Berfirman: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Dalam ayat ini Allah dengan tegas menjelaskan bahwa tujuan hidup berumah tangga adalah untuk bertakwa kepada Allah. Takwa dalam arti bersungguh mentaati-Nya. Apa yang Allah haramkan benar-benar dijauhi. Dan apa yang Allah perintahkan benar ditaati.

Namun yang banyak terjadi kini, adalah bahwa banyak kaum lelaki atau para suami yang menutup-nutupi kemaksiatan. Istri tidak dianggap penting. Dosa demi dosa diperbuat di luar rumah dengan tanpa merasa takut kepada Allah. Ingat bahwa setiap dosa pasti ada kompensasinya. Jika tidak di dunia pasti di akhirat. Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang hancur karena keberanian para suami berbuat dosa. Padahal dalam masalah pernikahan Nabi saw. bersabda: “Pernikahan adalah separuh agama, maka bertakwalah pada separuh yang tersisa.”

Kedua, Kasar

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Ini menunjukkan bahwa tabiat wanita tidak sama dengan tabiat laki-laki. Karena itu Nabi saw. menjelaskan bahwa kalau wanita dipaksa untuk menjadi seperti laki-laki tulung rusuk itu akan patah. Dan patahnya berarti talaknya. Dari sini nampak bahwa kaum wanita mempunyai sifat ingin selalui dilindungi. Bukan diperlakukan secara kasar. Karena itu Allah memerintahkan para suami secara khusus agar menyikapi para istri dengan lemah lembut: Wa’aasyiruuhunna bil ma’ruuf (Dan sikapilah para istri itu dengan perlakuan yang baik) An Nisa: 19. Perhatikan ayat ini menggambarkan bahwa sikap seorang suami yang baik bukan yang bersikap kasar, melainkan yang lembut dan melindungi istri.

Banyak para suami yang menganggap istri sebagai sapi perahan. Ia dibantai dan disakiti seenaknya. Tanpa sedikitpun kenal belas kasihan. Mentang-mentang badannya lebih kuat lalu memukul istri seenaknya. Ingat bahwa istri juga manusia. Ciptaan Allah. Kepada binatang saja kita harus belas kasihan, apalagi kepada manusia. Nabi pernah menggambarkan seseorang yang masuk neraka karena menyikas seekor kucing, apa lagi menyiksa seorang manusia yang merdeka.

Ketiga, Sombong

Sombong adalah sifat setan. Allah melaknat Iblis adalah karena kesombongannya. Abaa wastakbara wakaana minal kaafiriin (Al Baqarah:34). Tidak ada seorang mahlukpun yang berhak sombong, karena kesombongan hanyalah hak priogatif Allah. Allah berfirman dalam hadits Qurdsi: “Kesombongan adalah selendangku, siapa yang menandingi aku, akan aku masukkan neraka.” Wanita adalah mahluk yang lembut. Kesombongan sangat bertentangan dengan kelembutan wanita. Karena itu para istri yang baik tidak suka mempunyai suami sombong.

Sayangnya dalam keseharian sering terjadi banyak suami merasa bisa segalanya. Sehingga ia tidak mau menganggap dan tidak mau mengingat jasa istri sama sekali. Bahkan ia tidak mau mendengarkan ucapan sang istri. Ingat bahwa sang anak lahir karena jasa kesebaran para istri. Sabar dalam mengandung selama sembilan bulan dan sabar dalam menyusui selama dua tahun. Sungguh banyak para istri yang menderita karena prilaku sombong seorang suami.

Keempat, Tertutup

Nabi saw. adalah contoh suami yang baik. Tidak ada dari sikap-sikapnya yang tidak diketahui istrinya. Nabi sangat terbuka kepada istri-istrinya. Bila hendak bepergian dengan salah seorang istrinya, nabi melakukan undian, agar tidak menimbulkan kecemburuan dari yang lain. Bila nabi ingin mendatangi salah seorang istrinya, ia izin terlebih dahulu kepada yang lain. Perhatikan betapa nabi sangat terbuka dalam menyikapi para istri. Tidak seorangpun dari mereka yang merasa didzalimi. Tidak ada seorang dari para istri yang merasa dikesampingkan.

Kini banyak kejadian para suami menutup-nutupi perbuatannya di luar rumah. Ia tidak mau berterus terang kepada istrinya. Bila ditanya selalu jawabannya ngambang. Entah ada rapat, atau pertemuan bisnis dan lain sebagainya. Padahal tidak demikian kejadiannya. Atau ia tidak mau berterus terang mengenai penghasilannya, atau tidak mau menjelaskan untuk apa saja pengeluaran uangnya. Sikap semacam ini sungguh sangat tidak disukai kaum wanita. Banyak para istri yang tersiksa karena sikap suami yang begitu tertutup ini.

Kelima, Plinplan

Setiap wanita sangat mendambakan seorang suami yang mempunyai pendirian. Bukan suami yang plinplan. Tetapi bukan diktator. Tegas dalam arti punya sikap dan alasan yang jelas dalam mengambil keputusan. Tetapi di saat yang sama ia bermusyawarah, lalu menentukan tindakan yang harus dilakukan dengan penuh keyakinan. Inilah salah satu makna qawwam dalam firman Allah: arrijaalu qawwamuun alan nisaa’ (An Nisa’:34).

Keenam, Pembohong

Banyak kejadian para istri tersiksa karena sang suami suka berbohong. Tidak mau jujur atas perbuatannya. Ingat sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh ke tanah. Kebohongan adalah sikap yang paling Allah benci. Bahkan Nabi menganggap kebohongan adalah sikap orang-orang yang tidak beriman. Dalam sebuah hadits Nabi pernah ditanya: hal yakdzibul mukmin (apakah ada seorang mukmin berdusta?) Nabi menjawab: Laa (tidak). Ini menunjukkan bahwa berbuat bohong adalah sikap yang bertentangan dengan iman itu sendiri.

Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang bubar karena kebohongan para suami. Ingat bahwa para istri tidak hanya butuh uang dan kemewahan dunia. Melainkan lenbih dari itu ia ingin dihargai. Kebohongan telah menghancurkan harga diri seorang istri. Karena banyak para istri yang siap dicerai karena tidak sanggup hidup dengan para sumai pembohong.

Ketujuh, Cengeng

Para istri ingin suami yang tegar, bukan suami yang cengeng. Benar Abu Bakar Ash Shiddiq adalah contoh suami yang selalu menangis. Tetapi ia menangis bukan karena cengeng melainkan karena sentuhan ayat-ayat Al Qur’an. Namun dalam sikap keseharian Abu Bakar jauh dari sikap cengeng. Abu Bakar sangat tegar dan penuh keberanian. Lihat sikapnya ketika menghadapi para pembangkang (murtaddin), Abu Bakar sangat tegar dan tidak sedikitpun gentar.

Suami yang cenging cendrung nampak di depan istri serba tidak meyakinkan. Para istri suka suami yang selalu gagah tetapi tidak sombong. Gagah dalam arti penuh semangat dan tidak kenal lelah. Lebih dari itu tabah dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.

Kedelapan, Pengecut

Dalam sebuah doa, Nabi saw. minta perlindungan dari sikap pengecut (a’uudzubika minal jubn), mengapa? Sebab sikap pengecut banyak menghalangi sumber-sumber kebaikan. Banyak para istri yang tertahan keinginannya karena sikap pengecut suaminya. Banyak para istri yang tersiksa karena suaminya tidak berani menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Nabi saw. terkenal pemberani. Setiap ada pertempuran Nabi selalu dibarisan paling depan. Katika terdengar suara yang menakutkan di kota Madinah, Nabi saw. adalah yang pertama kaluar dan mendatangi suara tersebut.

Para istri sangat tidak suka suami pengecut. Mereka suka pada suami yang pemberani. Sebab tantangan hidup sangat menuntut keberanian. Tetapi bukan nekad, melainkan berani dengan penuh pertimbangan yang matang.

Kesembilan, Pemalas

Di antara doa Nabi saw. adalah minta perlindingan kepada Allah dari sikap malas: allahumma inni a’uudzubika minal ‘ajizi wal kasal , kata kasal artinya malas. Malas telah membuat seseorang tidak produktif. Banyak sumber-sumber rejeki yang tertutup karena kemalasan seorang suami. Malas sering kali membuat rumah tangga menjadi sempit dan terjepit. Para istri sangat tidak suka kepada seorang suami pemalas. Sebab keberadaanya di rumah bukan memecahkan masalah melainkan menambah permasalah. Seringkali sebuah rumah tangga diwarnai kericuhan karena malasnya seorang suami.

Kesepuluh, Cuek Pada Anak

Mendidik anak tidak saja tanggung jawab seorang istri melainkan lebih dari itu tanggung jawab seorang suami. Perhatikan surat Luqman, di sana kita menemukan pesan seorang ayah bernama Luqman, kepada anaknya. Ini menunjukkan bahwa seorang ayah harus menentukan kompas jalan hidup sang anak. Nabi saw. Adalah contoh seorang ayah sejati. Perhatiannya kepada sang cucu Hasan Husain adalah contoh nyata, betapa beliau sangat sayang kepada anaknya. Bahkan pernah berlama-lama dalam sujudnya, karena sang cucu sedang bermain-main di atas punggungnya.

Kini banyak kita saksikan seorang ayah sangat cuek pada anak. Ia beranggapan bahwa mengurus anak adalah pekerjaan istri. Sikap seperti inilah yang sangat tidak disukai para wanita.

Kesebelas, Menang Sendiri

Setiap manusia mempunyai perasaan ingin dihargai pendapatnya. Begitu juga seorang istri. Banyak para istri tersiksa karena sikap suami yang selalu merasa benar sendiri. Karena itu Umar bin Khaththab lebih bersikap diam ketika sang istri berbicara. Ini adalah contoh yang patut ditiru. Umar beranggapan bahwa adalah hak istri mengungkapkan uneg-unegnya sang suami. Sebab hanya kepada suamilah ia menemukan tempat mencurahkan isi hatinya. Karena itu seorang suami hendaklah selalu lapang dadanya. Tidak ada artinya merasa menang di depan istri. Karena itu sebaik-baik sikap adalah mengalah dan bersikap perhatian dengan penuh kebapakan. Sebab ketika sang istri ngomel ia sangat membutuhkan sikap kebapakan seorang suami. Ada pepetah mengatakan: jadilah air ketika salah satunya menjadi api.

Keduabelas, Jarang Komunikasi

Banyak para istri merasa kesepian ketika sang suami pergi atau di luar rumah. Sebaik-baik suami adalah yang selalu mengontak sang istri. Entah denga cara mengirim sms atau menelponnya. Ingat bahwa banyak masalah kecil menjadi besar hanya karena miskomunikasi. Karena itu sering berkomukasi adalah sangat menentukan dalam kebahagiaan rumah tangga.

Banyak para istri yang merasa jengkel karena tidak pernah dikontak oleh suaminya ketika di luar rumah. Sehingga ia merasa disepelekan atau tidak dibutuhkan. Para istri sangat suka kepada para suami yang selalu mengontak sekalipun hanya sekedar menanyakan apa kabarnya.

Ketigabelas, Tidak Rapi dan Tidak Harum

Para istri sangat suka ketika suaminya selalu berpenampilan rapi. Nabi adalah contoh suami yang selalu rapi dan harum. Karena itu para istrinya selalu suka dan bangga dengan Nabi. Ingat bahwa Allah Maha indah dan sangat menyukai keindahan. Maka kerapian bagian dari keimanan. Ketika seorang suami rapi istri bangga karena orang-orang pasti akan berkesan bahwa sang istri mengurusnya. Sebaliknya ketika sang suami tidak rapi dan tidak harum, orang-orang akan berkesan bahwa ia tidak diurus oleh istrinya. Karena itu bagi para istri kerapian dan kaharuman adalah cermin pribadi istri. Sungguh sangat tersinggung dan tersiksa seorang istri, ketika melihat suaminya sembarangan dalam penampilannya dan menyebarkan bahu yang tidak enak. Allahu a’lam

Teruskan Nutrisi Cintamu......

Pernikahan sebagai Landasan Menuju Keluarga Sakinah

Oleh: Hj. Yoyoh Yusroh, SPdi.
Dalam Annual Report tahun 2004, UNFPA sebuah badan PBB yang menangani masalah kependudukan antara lain merekomendasikan perlunya penanganan serius terhadap hubungan antar generasi yang kurang harmonis, serta perhatian lebih besar terhadap masalah remaja.

Rekomendasi tersebut tampaknya cukup beralasan bila kita cermati realitas kondisi sosial masyarakat. Di Jakarta misalnya, tawuran pelajar belum juga mereda. Penggunaan NAZA bahkan sudah merambah pedesaan, juga fakta pelacuran ABG yang membuat kita semua terperangah. Angka pengidap HIV dipercaya berkisar ratusan ribu orang sampai tahun 2010 nanti, dan akhirnya hati kita semakin terpilin perih oleh kenyataan merebaknya anak jalanan akhir-akhir ini.

Penelaahan kita pada berbagai fakta di atas membawa kita pada perkiraan “something wrong is going on“. Kita dihadapkan pada kenyataan kegelisahan sosial yang semakin bergolak. Kita melihat wajah-wajah hampa tak tentu tujuan, kita pun bisa merasakan ada hati-hati yang sepah, senyap, dan begitu asing dari kehangatan. Kita tahu itu semua. Hanya kemudian, kita belum memutuskan, apakah kita akan sungguh sungguh hadir dan menghadirkan realitas itu dalam ruang kepedulian kita?

Berbagai ekspresi ketidakseimbangan sosial yang kita lihat menggambarkan kebutuhan yang sangat mendesak terhadap situasi yang lebih kondusif sesuai fitrah manusia. Situasi yang membuat semua orang menjadi berdaya dan mampu menghadapi berbagai terpaan sosial. Situasi yang sedemikian itu, keluargalah yang mampu memberikannya.

Keluarga sebagai basis inti masyarakat, adalah wahana yang paling tepat untuk memberdayakan manusia dan ‘mencekal’ berbagai bentuk frustasi sosial, ini adalah hal yang aksiomatis dan universal. Masyarakat Eropa misalnya, saat ini para sosiolog mereka merasa gelisah karena prediksi kepunahan bangsa. Betapa tidak, tatanan, sakralitas dan antusiasme terhadap keluarga sudah tipis sekali di kalangan muda mereka. Ini tentu saja berdampak buruk terhadap angka pertumbuhan penduduk. Hingga iming-iming berbagai hadiah dan fasilitas dari pemerintah bagi ibu yang melahirkan dan keluarganya, tidak membuat mereka bergeming. Berbagai penyakit sosial pun muncul. Mulai dari angka bunuh diri yang tinggi hingga anomali kemanusiaan yang lain.

Ini adalah saat yang tepat untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap keluarga, khususnya dalam skala nasional. Berbagai pelajaran di atas menyuarakan hal ini. Dan ini adalah tugas kita bersama.

I. Arti Pernikahan dalam Islam

Dalam menganjurkan ummatnya untuk melakukan pernikahan, Islam tidak semata-mata beranggapan bahwa pernikahan merupakan sarana yang sah dalam pembentukan keluarga, bahwa pernikahan bukanlah semata sarana terhormat untuk mendapatkan anak yang sholeh, bukan semata cara untuk mengekang penglihatan, memelihara fajar atau hendak menyalurkan biologis, atau semata menyalurkan naluri saja. Sekali lagi bukan alasan tersebut di atas. Akan tetapi lebih dari itu Islam memandang bahwa pernikahan sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemayarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi ummat Islam.

II. Fungsi Keluarga dalam Islam

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, perlu diberdayakan fungsinya agar dapat mensejahterakan ummat secara keseluruhan. Dalam Islam fungsi keluarga meliputi :

A. Penerus Misi Ummat Islam

Dalam sejarah dapat kita lihat, bagaimana Islam sanggup berdiri tegap dan tegar dalam menghadapi berbagai ancaman dan bahaya, bahkan Islam dapat menyapu bersih kekuatan musryik dan sesat yang ada, terlebih kekuatan Romawi dan Persia yang pada waktu itu merupakan Negara adikuasa di dunia.
Menurut riwayat Abu Zar’ah Arrozi bahwa jumlah kaum muslimin ketika Rasulullah Saw wafat sebanyak 120.000 orang pria dan wanita [1]. Para sahabat sebanyak itu kemudian berguguran dalam berbagai peperangan, ada yang syahid dalam perang jamal atau perang Shiffin. Namun sebagian besar dari para syuhada itu telah meninggalkan keturunan yang berkah sehingga muncullah berpuluh “singa” yang semuanya serupa dengan sang ayah dalam hal kepahlawanan dan keimanan. Kaum muslimin yang jujur tersebut telah menyambut pengarahan Nabi-nya: “Nikah-lah kalian, sesungguhnya aku bangga dengan jumlah kalian dari ummat lainnya, dan janganlah kalian berfaham seperti rahib nashrani” [2].

Demikianlah, berlomba-lomba untuk mendapatkan keturunan yang bermutu merupakan faktor penting yang telah memelihara keberadaan ummat Islam yang sedikit. Pada waktu itu menjadi pendukung Islam dalam mempertahankan kehidupannya.

B. Perlindungan Terhadap Akhlaq

Islam memandang pembentukan keluarga sebagai sarana efektif memelihara pemuda dari kerusakan dan melidungi masyarakat dari kekacauan. Karena itulah bagi pemuda yang mampu dianjurkan untuk menyambut seruan Rosul.

“Wahai pemuda! Siapa di antara kalian berkemampuan maka menikahlah. Karena nikah lebih melindungi mata dan farji, dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah shoum, karena shoum itu baginya adalah penenang” ( HR.AL-Khosah dari Abdullah bin Mas’ud ).

C. Wahana Pembentukan Generasi Islam

Pembentukan generasi yang handal, utamanya dilakukan oleh keluarga, karena keluargalah sekolah kepribadian pertama dan utama bagi seorang anak. Penyair kondang Hafidz Ibrohim mengatakan: “Ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya. Bila engaku mendidiknya berarti engkau telah menyiapkan bangsa yang baik perangainya“. Ibu sangat berperan dalam pendidikan keluarga, sementara ayah mempunyai tugas yang penting yaitu menyediakan sarana bagi berlangsungnya pendidikan tersebut. Keluarga-lah yang menerapkan sunnah Rosul sejak bangun tidur, sampai akan tidur lagi, sehingga bimbingan keluarga dalam melahirkan generasi Islam yang berkualitas sangat dominan.

D. Memelihara Status Sosial dan Ekonomi

Dalam pembentukan keluarga, Islam mempunyai tujuan untuk mewujudkan ikatan dan persatuan. Dengan adanya ikatan keturunan maka diharapkan akan mempererat tali persaudaraan anggota masyarakat dan antar bangsa.

Islam memperbolehkan pernikahan antar bangsa Arab dan Ajam (non Arab), antara kulit hitam dan kulit putih, antara orang Timur dan orang Barat. Berdasarkan fakta ini menunjukkan bahwa Islam sudah mendahului semua “sistem Demokrasi ” dalam mewujudkan persatuan Ummat manusia. Bernard Shaw mengatakan:

“Islam adalah agama kebebasan bukan agama perbudakan, ia telah merintis dan mengupayakan terbentuknya persaudaraan Islam sejak Seribu Tiga Ratus Lima Puluh tahun yang lalu, suatu prinsip yang tidak pernah dikenal oleh bangsa Romawi, tidak pernah ditemukan oleh bangsa Eropa dan bahkan Amerika Modern sekalipun “.

Selanjutnya mengatakan:

“Apabila Anda bertanya kepada seorang Arab atau India atau Persia atau Afganistan, siapa anda? Mereka akan menjawab “Saya Muslim (orang Islam)”. Akan tetapi apabila anda bertanya pada orang Barat maka ia akan menjawab “Saya orang Inggris, saya orang Itali, saya orang Perancis”. Orang Barat telah melepaskan ikatan agama, dan mereka berpegang teguh pada ikatan darah dan tanah air” [3].

Untuk menjamin hubungan persudaraan yang akrab antara anak-anak satu agama, maka Islam menganjurkan dilangsungkannya pernikahan dengan orang-orang asing (jauh), karena dengan tujuan ini akan terwujud apa-apa yang tidak pernah direalisasikan melalui pernikahan keluarga dekat.

Selain fungsi sosial, fungsi ekonomi dalam berkeluarga juga akan nampak. Mari kita simak hadist Rosul “Nikahilah wanita, karena ia akan mendatangkan Maal” (HR. Abu Dawud, dari Urwah RA). Maksud dari hadist tersebut adalah bahwa perkawinan merupakan sarana untuk mendapatkan keberkahan, karena apabila kita bandingkan antara kehidupan bujangan dengan yang telah berkeluarga, maka akan kita dapatkan bahwa yang telah berkeluarga lebih hemat dan ekonomis dibandingkan dengan yang bujangan. Selain itu orang yang telah berkeluarga lebih giat dalam mencari nafkah karena perasaan bertanggung jawab pada keluarga daripada para bujangan.

E. Menjaga Kesehatan

Ditinjau dari segi kesehatan, pernikahan berguna untuk memelihara para pemuda dari kebiasaan onani yang banyak menguras tenaga, dan juga dapat mencegah timbulnya penyakit kelamin.

F. Memantapkan Spiritual (Ruhiyyah)

Pernikahan berfungsi sebagai pelengkap, karena ia setengah dari keimanan dan pelapang jalan menuju sabilillah, hati menjadi bersih dari berbagai kecendrungan dan jiwa menjadi terlindung dari berbagai waswas.

III. Menegakkan Keluarga Sakinah sebagai Salah SAtu Fungsi Keluarga

Selain fungsi keluarga tersebut di atas, fungsi kesakinahan merupakan kebutuhan setiap manusia. Karena keluarga sakinah yang berarti: keluarga yang terbentuk dari pasangan suami istri yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan nilai-nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam suasana mawaddah warahmah. Sebagaimana dianjurkan Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya:

“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ia ciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenang kepadanya dan dijadikannya diantaramu rasa cinta dan kasih saying. Sesungguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. Ar-Ruum:21)

Faktor-Faktor Pembentukan Keluarga Sakinah

A. Faktor Utama:

Untuk membentuk keluarga sakinah, dimulai dari pranikah, pernikahan, dan berkeluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain :

1. Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami

a. Menjadikannya sebagai Qowwam (yang bertanggung jawab)

* Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan
* Suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap keadaan kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam.

b. Menjaga kehormatan diri

* Menjaga akhlak dalam pergaulan
* Menjaga izzah suami dalam segala hal
* Tidak memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa seizin suami

c. Berkhidmat kepada suami

* Menyiapkan dan melayani kebutuhan lahir batin suami
* Menyiapkan keberangkatan
* Mengantarkan kepergian
* Suara istri tidak melebihi suara suami
* Istri menghargai dan berterima kasih terhadap perlakuan dan pemberian suami

2. Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri

a. Istri berhak mendapat mahar

b. Mendapat perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir batin

* Mendapat nafkah: sandang, pangan, papan
* Mendapat pengajaran Diinul Islam
* Suami memberikan waktu untuk memberikan pelajaran
* Memberi izin atau menyempatkan istrinya untuk belajar kepada seseorang atau lembaga dan mengikuti perkembangan istrinya
* Suami memberi sarana untuk belajar
* Suami mengajak istri untuk menghadiri majlis ta’lim, seminar atau ceramah agama

c. Mendapat perlakuan baik, lembut dan penuh kasih saying

* Berbicara dan memperlakukan istri dengan penuh kelembutan lebih-lebih ketika haid, hamil dan paska lahir
* Sekali-kali bercanda tanpa berlebihan
* Mendapat kabar perkiraan waktu kepulangan
* Memperhatikan adab kembali ke rumah

B. Faktor Penunjang

1. Realistis dalam kehidupan berkeluarga

* Realistis dalam memilih pasangan
* Realistis dalam menuntut mahar dan pelaksanaan walimahan
* Realistis dan ridho dengan karakter pasangan
* Realistis dalam pemenuhan hak dan kewajiban

2. Realistis dalam pendidikan anak

Penanganan Tarbiyatul Awlad (pendidikan anak) memerlukan satu kata antara ayah dan ibu, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada anak. Dalam memberikan ridho’ah (menyusui) dan hadhonah (pengasuhan) hendaklah diperhatikan muatan:

* Tarbiyyah Ruhiyyah (pendidikan mental)
* Tarbiyah Aqliyyah (pendidikan intelektual)
* Tarbiyah Jasadiyyah (pendidikan Jasmani)

3. Mengenal kondisi nafsiyyah suami istri

4. Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah

5. Membina hubungan baik dengan orang-orang terdekat

a. Keluarga besar suami / istri
b. Tetangga
c. Tamu
d. Kerabat dan teman dekat

6. Memiliki ketrampilan rumah tangga

7. Memiliki kesadaran kesehatan keluarga

C. Faktor Pemeliharaan

1. Meningkatkan kebersamaan dalam berbagai aktifitas

2. Menghidupkan suasana komunikatif dan dialogis

3. Menghidupkan hal-hal yang dapat merusak kemesraan keluarga baik dalam sikap, penampilan maupun prilaku

Demikianlah sekelumit tentang pernikahan dan pembentukan keluarga sakinah. Semoga Allah memberi kekuatan, kesabaran dan keberkahan kepada kita dalam membentuk keluarga sakinah yang mawaddah wa rahmah sehingga terealisir izzatul islam walmuslimin. Amin. []



Catatan Kaki:

[1] Albidayah Wan Nihayah, oleh Ibnu Katsir 5:356, Al Ishobah fi Tamyizis Shohabah, Ibu Hajar 1:3

[2] Al Jami’ Ash-shogir, oleh As-suyuthi, HR. Baihaqi dari hadits Abi Amanah RA

[3] Majalah Al-Wa’yu, Jum 1969, Hal 6

Daftar Pustaka:

1. Al-qur’an Terjemahan
2. Al-Iroqi, Butsaiman As-sayyid. Rahasia Pernikahan yang bahagia, Cetakan I.Pustaka Azzam, Jakarta, Oktober 1997
3. Isa, Abdul Ghalib Ahmad. Pernikahan Islam, cetakan I, Pustaka Manthiq, Solo April 1997
4. Yusuf, Husein Muhammad. Keluarga Muslim dan Tantangannya, Cetakan 9, Gema Insani Press, Mei 1994
5. Hamid, Muhammad abdul Halim, Bagaimana membahagiakan Istri, Cetakan 2 Citra Islami Press, September 1993
6. Hawwa, Said, Panduan Membina Rumah Tangga Islami
7. Qardawi, prof. Dr. Yusuf, Ruang Lingkup Aktifitas wanita Muslimah, Pustaka Al-kautsar, Cetakan II, Juli 1996


Teruskan Nutrisi Cintamu......

13 Hal Yang Disukai Pria Dari Wanita

Oleh: Mochamad Bugi
Cinta adalah fitrah manusia. Cinta juga salah satu bentuk kesempurnaan penciptaan yang Allah berikan kepada manusia. Allah menghiasi hati manusia dengan perasaan cinta pada banyak hal. Salah satunya cinta seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya.

Rasa cinta bisa menjadi anugerah jika luapkan sesuai dengan bingkai nilai-nilai ilahiyah. Namun, perasaan cinta dapat membawa manusia ke jurang kenistaan bila diumbar demi kesenangan semata dan dikendalikan nafsu liar.

Islam sebagai syariat yang sempurna, memberi koridor bagi penyaluran fitrah ini. Apalagi cinta yang kuat adalah salah satu energi yang bisa melanggengkan hubungan seorang pria dan wanita dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Karena itu, seorang pria shalih tidak asal dapat dalam memilih wanita untuk dijadikan pendamping hidupnya.

Ada banyak faktor yang bisa menjadi sebab munculnya rasa cinta seorang pria kepada wanita untuk diperistri. Setidak-tidaknya seperti di bawah ini.


1. Karena akidahnya yang Shahih

Keluarga adalah salah satu benteng akidah. Sebagai benteng akidah, keluarga harus benar-benar kokoh dan tidak bisa ditembus. Jika rapuh, maka rusaklah segala-galanya dan seluruh anggota keluarga tidak mungkin selamat dunia-akhirat. Dan faktor penting yang bisa membantu seorang lelaki menjaga kekokohan benteng rumah tangganya adalah istri shalihah yang berakidah shahih serta paham betul akan peran dan fungsinya sebagai madrasah bagi calon pemimpin umat generasi mendatang.

Allah menekankah hal ini dalam firmanNya, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah: 221)

2. Karena paham agama dan mengamalkannya

Ada banyak hal yang membuat seorang lelaki mencintai wanita. Ada yang karena kemolekannya semata. Ada juga karena status sosialnya. Tidak sedikit lelaki menikahi wanita karena wanita itu kaya. Tapi, kata Rasulullah yang beruntung adalah lelaki yang mendapatkan wanita yang faqih dalam urusan agamanya. Itulah wanita dambaan yang lelaki shalih.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, ambillah wanita yang memiliki agama (wanita shalihah), kamu akan beruntung.” (Bukhari dan Muslim)

Rasulullah saw. juga menegaskan, “Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang paling baik adalah wanita yang shalihah.” (Muslim, Ibnu Majah, dan Nasa’i).

Jadi, hanya lelaki yang tidak berakal yang tidak mencintai wanita shalihah.

3. Dari keturunan yang baik

Rasulullah saw. mewanti-wanti kaum lelaki yang shalih untuk tidak asal menikahi wanita. “Jauhilah rumput hijau sampah!” Mereka bertanya, “Apakah rumput hijau sampah itu, ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Wanita yang baik tetapi tinggal di tempat yang buruk.” (Daruquthni, Askari, dan Ibnu ‘Adi)

Karena itu Rasulullah saw. memberi tuntunan kepada kaum lelaki yang beriman untuk selektif dalam mencari istri. Bukan saja harus mencari wanita yang tinggal di tempat yang baik, tapi juga yang punya paman dan saudara-saudara yang baik kualitasnya. “Pilihlah yang terbaik untuk nutfah-nutfah kalian, dan nikahilah orang-orang yang sepadan (wanita-wanita) dan nikahilah (wanita-wanitamu) kepada mereka (laki-laki yang sepadan),” kata Rasulullah. (Ibnu Majah, Daruquthni, Hakim, dan Baihaqi).

“Carilah tempat-tempat yang cukup baik untuk benih kamu, karena seorang lelaki itu mungkin menyerupai paman-pamannya,” begitu perintah Rasulullah saw. lagi. “Nikahilah di dalam “kamar” yang shalih, karena perangai orang tua (keturunan) itu menurun kepada anak.” (Ibnu ‘Adi)

Karena itu, Utsman bin Abi Al-’Ash Ats-Tsaqafi menasihati anak-anaknya agar memilih benih yang baik dan menghindari keturunan yang jelek. “Wahai anakku, orang menikah itu laksana orang menanam. Karena itu hendaklah seseorang melihat dulu tempat penanamannya. Keturunan yang jelek itu jarang sekali melahirkan (anak), maka pilihlah yang baik meskipun agak lama.”

4. Masih gadis

Siapapun tahu, gadis yang belum pernah dinikahi masih punya sifat-sifat alami seorang wanita. Penuh rasa malu, manis dalam berbahasa dan bertutur, manja, takut berbuat khianat, dan tidak pernah ada ikatan perasaan dalam hatinya. Cinta dari seorang gadis lebih murni karena tidak pernah dibagi dengan orang lain, kecuali suaminya.

Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan menikah dengan gadis. “Hendaklah kalian menikah dengan gadis, karena mereka lebih manis tutur katanya, lebih mudah mempunyai keturunan, lebih sedikit kamarnya dan lebih mudah menerima yang sedikit,” begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi.

Tentang hal ini A’isyah pernah menanyakan langsung ke Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau turun di sebuah lembah lalu pada lembah itu ada pohon yang belum pernah digembalai, dan ada pula pohon yang sudah pernah digembalai; di manakah engkau akan menggembalakan untamu?” Nabi menjawab, “Pada yang belum pernah digembalai.” Lalu A’isyah berkata, “Itulah aku.”

Menikahi gadis perawan akan melahirkan cinta yang kuat dan mengukuhkan pertahanan dan kesucian. Namun, dalam kondisi tertentu menikahi janda kadang lebih baik daripada menikahi seorang gadis. Ini terjadi pada kasus seorang sahabat bernama Jabir.

Rasulullah saw. sepulang dari Perang Dzat al-Riqa bertanya Jabir, “Ya Jabir, apakah engkau sudah menikah?” Jabir menjawab, “Sudah, ya Rasulullah.” Beliau bertanya, “Janda atau perawan?” Jabir menjawab, “Janda.” Beliau bersabda, “Kenapa tidak gadis yang engkau dapat saling mesra bersamanya?” Jabir menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah gugur di medan Uhud dan meninggalkan tujuh anak perempuan. Karena itu aku menikahi wanita yang dapat mengurus mereka.” Nabi bersabda, “Engkau benar, insya Allah.”

5. Sehat jasmani dan penyayang

Sahabat Ma’qal bin Yasar berkata, “Seorang lelaki datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang baik dan cantik, namun ia tidak bisa melahirkan. Apa sebaiknya aku menikahinya?” Beliau menjawab, “Jangan.” Selanjutnya ia pun menghadap Nabi saw. untuk kedua kalinya, dan ternyata Nabi saw. tetap mencegahnya. Kemudian ia pun datang untuk ketiga kalinya, lalu Nabi saw. bersabda, “Nikahilah wanita yang banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain.” (Abu Dawud dan Nasa’i).

Karena itu, Rasulullah menegaskan, “Nikahilah wanita-wanita yang subur dan penyayang. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian dari umat lain.” (Abu Daud dan An-Nasa’i)

6. Berakhlak mulia

Abu Hasan Al-Mawardi dalam Kitab Nasihat Al-Muluk mengutip perkataan Umar bin Khattab tentang memilih istri baik merupakan hak anak atas ayahnya, “Hak seorang anak yang pertama-tama adalah mendapatkan seorang ibu yang sesuai dengan pilihannya, memilih wanita yang akan melahirkannya. Yaitu seorang wanita yang mempunyai kecantikan, mulia, beragama, menjaga kesuciannya, pandai mengatur urusan rumah tangga, berakhlak mulia, mempunyai mentalitas yang baik dan sempurna serta mematuhi suaminya dalam segala keadaan.”

7. Lemah-lembut

Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari A’isyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wahai A’isyah, bersikap lemah lembutlah, karena sesungguhnya Allah itu jika menghendaki kebaikan kepada sebuah keluarga, maka Allah menunjukkan mereka kepada sifat lembah lembut ini.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Jika Allah menghendaki suatu kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah memasukkan sifat lemah lembut ke dalam diri mereka.”

8. Menyejukkan pandangan

Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah mau aku kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dari seorang wanita? (Yaitu) wanita shalihah adalah wanita yang jika dilihat oleh suaminya menyenangkan, jika diperintah ia mentaatinya, dan jika suaminya meninggalkannya ia menjaga diri dan harta suaminya.” (Abu daud dan An-Nasa’i)

“Sesungguhnya sebaik-baik wanitamu adalah yang beranak, besar cintanya, pemegang rahasia, berjiwa tegar terhadap keluarganya, patuh terhadap suaminya, pesolek bagi suaminya, menjaga diri terhadap lelaki lain, taat kepada ucapan dan perintah suaminya dan bila berdua dengan suami dia pasrahkan dirinya kepada kehendak suaminya serta tidak berlaku seolah seperti lelaki terhadap suaminya,” begitu kata Rasulullah saw. lagi.

Maka tak heran jika Asma’ binti Kharijah mewasiatkan beberapa hal kepada putrinya yang hendak menikah. “Engkau akan keluar dari kehidupan yang di dalamnya tidak terdapat keturunan. Engkau akan pergi ke tempat tidur, di mana kami tidak mengenalinya dan teman yang belum tentu menyayangimu. Jadilah kamu seperti bumi bagi suamimu, maka ia laksana langit. Jadilah kamu seperti tanah yang datar baginya, maka ia akan menjadi penyangga bagimu. Jadilah kamu di hadapannya seperti budah perempuan, maka ia akan menjadi seorang hamba bagimu. Janganlah kamu menutupi diri darinya, akibatnya ia bisa melemparmu. Jangan pula kamu menjauhinya yang bisa mengakibatkan ia melupakanmu. Jika ia mendekat kepadamu, maka kamu harus lebih mengakrabinya. Jika ia menjauh, maka hendaklah kamu menjauh darinya. Janganlah kami menilainya kecuali dalam hal-hal yang baik saja. Dan janganlah kamu mendengarkannya kecuali kamu menyimak dengan baik dan jangan kamu melihatnya kecuali dengan pandangan yang menyejukan.”

9. Realistis dalam menuntut hak dan melaksanakan kewajiban

Salah satu sifat terpuji seorang wanita yang patut dicintai seorang lelaki shalih adalah qana’ah. Bukan saja qana’ah atas segala ketentuan yang Allah tetapkan dalam Al-Qur’an, tetapi juga qana’ah dalam menerima pemberian suami. “Sebaik-baik istri adalah apabila diberi, dia bersyukur; dan bila tak diberi, dia bersabar. Engkau senang bisa memandangnya dan dia taat bila engkau menyuruhnya.” Karena itu tak heran jika acapkali melepas suaminya di depan pintu untuk pergi mencari rezeki, mereka berkata, “Jangan engkau mencari nafkah dari barang yang haram, karena kami masih sanggup menahan lapar, tapi kami tidak sanggup menahan panasnya api jahanam.”

Kata Rasulullah, “Istri yang paling berkah adalah yang paling sedikit biayanya.” (Ahmad, Al-Hakim, dan Baihaqi dari A’isyah r.a.)

Tapi, “Para wanita mempunyai hak sebagaimana mereka mempunyai kewajiban menurut kepantasan dan kewajaran,” begitu firman Allah swt. di surah Al-Baqarah ayat 228. Pelayanan yang diberikan seorang istri sebanding dengan jaminan dan nafkah yang diberikan suaminya. Ini perintah Allah kepada para suami, “Berilah tempat tinggal bagi perempuan-perempuan seperti yang kau tempati. Jangan kamu sakiti mereka dengan maksud menekan.” (At-Thalaq: 6)

10. Menolong suami dan mendorong keluarga untuk bertakwa

Istri yang shalihah adalah harta simpanan yang sesungguhnya yang bisa kita jadikan tabungan di dunia dan akhirat. Iman Tirmidzi meriwayatkan bahwa sahabat Tsauban mengatakan, “Ketika turun ayat ‘walladzina yaknizuna… (orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah), kami sedang bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan. Lalu, sebagian dari sahabat berkata, “Ayat ini turun mengenai emas dan perak. Andaikan kami tahu ada harta yang lebih baik, tentu akan kami ambil”. Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Yang lebih utama lagi adalah lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, dan istri shalihah yang akan membantu seorang mukmin untuk memelihara keimanannya.”

11. Mengerti kelebihan dan kekurangan suaminya

Nailah binti Al-Fafishah Al-Kalbiyah adalah seorang gadis muda yang dinikahkan keluarganya dengan Utsman bin Affan yang berusia sekitar 80 tahun. Ketika itu Utsman bertanya, “Apakah kamu senang dengan ketuaanku ini?” “Saya adalah wanita yang menyukai lelaki dengan ketuaannya,” jawab Nailah. “Tapi ketuaanku ini terlalu renta.” Nailah menjawab, “Engkau telah habiskan masa mudamu bersama Rasulullah saw. dan itu lebih aku sukai dari segala-galanya.”

12. Pandai bersyukur kepada suami

Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada suaminya, sedang ia sangat membutuhkannya.” (An-Nasa’i).

13. Cerdas dan bijak dalam menyampaikan pendapat

Siapa yang tidak suka dengan wanita bijak seperti Ummu Salamah? Setelah Perjanjian Hudhaibiyah ditandatangani, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk bertahallul, menyembelih kambing, dan bercukur, lalu menyiapkan onta untuk kembali pulang ke Madinah. Tetapi, para sabahat tidak merespon perintah itu karena kecewa dengan isi perjanjian yang sepertinya merugikan pihak kaum muslimin.

Rasulullah saw. menemui Ummu Salamah dan berkata, “Orang Islam telah rusak, wahai Ummu Salamah. Aku memerintahkan mereka, tetapi mereka tidak mau mengikuti.”

Dengan kecerdasan dalam menganalisis kejadian, Ummu Salamah mengungkapkan pendapatnya dengan fasih dan bijak, “Ya Rasulullah, di hadapan mereka Rasul merupakan contoh dan teladan yang baik. Keluarlah Rasul, temui mereka, sembelihlah kambing, dan bercukurlah. Aku tidak ragu bahwa mereka akan mengikuti Rasul dan meniru apa yang Rasul kerjakan.”

Subhanallah, Ummu Salamah benar. Rasulullah keluar, bercukur, menyembelih kambing, dan melepas baju ihram. Para sahabat meniru apa yang Rasulullah kerjakan. Inilah berkah dari wanita cerdas lagi bijak dalam menyampaikan pendapat. Wanita seperti inilah yang patut mendapat cinta dari seorang lelaki yang shalih.

Teruskan Nutrisi Cintamu......

Aku Mencintaimu dan Mendukungmu

Ekspresi cinta bisa bermacam-macam. Bagaimana dengan ekspresi cinta pasangan aktifis dakwah? Menjadi aktifis, saya rasa tidak berarti kehilangan ekspresi dalam mencintai pasangan. Bahkan menurut saya, ekspresi cinta pasangan aktifis dakwah itu unik, karena juga harus punya pengaruh positif untuk dakwah. Lho, kok bisa begitu? Apa hubungannya ekspresi kita dalam mencintai pasangan dengan dakwah?

erbicara soal cinta mencintai, saya terkesan dengan filosofi cinta yang dimiliki ibu saya. Filosofi beliau ini saya ‘tangkap’ secara tak sengaja ketika beliau sedang ‘menceramahi’ adik bungsu saya yang laki-laki yang sedang kasmaran. Cerita sedikit, begini kira-kira sebagian kecil isi ceramah ibu saya… “Kalau kamu mencintai seseorang malah membuat kamu jadi malas belajar, malas kuliah, malas ngapa-ngapain, membuat kamu malah jadi mundur kebelakang, itu cinta yang nggak benar …dst”.

Jadi begitu rupanya. Saya mencoba merenungi kata-kata itu lebih dalam. Saya merasakan ada kebenaran dari ‘ceramah’ ibu saya itu. Mencintai seseorang tidak boleh membuat kita menjadi mundur ke belakang. Sebaliknya, mencintai seseorang harus membuat kita lebih produktif, lebih berenergi, lebih punya vitalitas. Singkatnya, mencintai seseorang harus membuat kita menjadi lebih baik dari sebelumnya!

Lalu secara reflek saya mengaitkan itu dengan kehidupan cinta antara pasangan aktifis dakwah. Antara Ummahat al-Mukminin dengan Rasul Yang Mulia, antara para shahabiyat dengan suami mereka. Lihatlah ekspresi cinta Fathimah putri Rasulullah terhadap Ali bin Abi Thalib, Asma’ binti Abi Bakar terhadap Zubair bin Awwam, Ummu Sulaim terhadap Abu Thalhah, juga ekspresi cinta Khansa’, Nusaibah, dan para aktifis dakwah zaman ini. Mencintai suami tidak membuat mereka menjadi lemah atau mundur ke belakang. Mencintai suami juga tidak membuat mereka menjadi tak berdaya atau tak mandiri. Justru yang kita saksikan dalam sejarah, mencintai membuat mereka menjadi semakin kokoh, lebih produktif dan kontributif dalam beramal, lebih matang dan bijaksana dalam berperilaku. Dengan kata lain, mereka menjadi semakin ‘berkembang’ dan ‘bersinar’ setelah menikah!

Betapa indahnya jika ekspresi cinta kita kepada suami membawa dampak seperti itu! Betapa indahnya jika ekspresi kita dalam mencintai suami memberi pengaruh posititif pada kehidupan kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai aktifis dakwah.

Menurut saya, mencintai suami tidak berarti ‘kehilangan’ diri kita sendiri. Tidak juga berarti kehilangan privacy, tidak membuat kita merasa ‘terhambat’, ‘terbelenggu’, atau ‘tak berdaya’. Kita bisa mencintai suami kita sambil tetap memiliki kepribadian kita sendiri, tetap memiliki privacy. Tentu saja semuanya dalam batas tertentu dan tetap berada dalam koridor yang sesuai dengan syari’at Allah.

Bahkan yang lebih dahsyat adalah, jika cinta kita kepada suami memiliki ‘kekuatan’ yang menggerakkan dan memotivasi. Lalu cinta itu mampu membuat kita ‘berkembang’, menjadikan kita semakin energik, produktif dan kontributif! Dengan begitu, pernikahan membawa keberkahan tersendiri bagi dakwah. Karena, dakwah mendapatkan ‘kekuatan dan darah baru’ dari pernikahan para aktifisnya.

Apakah hal itu terlalu idealis? Karena kenyataan kadang berkata sebaliknya. Berapa banyak perempuan kita yang setelah menikah merasa dirinya tidak berkembang? Atau merasa hilang potensinya? Saya tidak ingin mengatakan kondisi ‘tenggelamnya’ perempuan setelah menikah sebagai sebuah fenomena, meski kondisi seperti ini sering saya jumpai di Jakarta dan juga ketika saya berkunjung ke daerah-daerah.

Saya tak ingin membahas kenapa itu terjadi, apalagi mencari ‘kambing hitam’ segala. Tetapi kita patut merenungkan kata-kata Imam Syahid Hassan Al-Banna ketika berbicara tentang pernikahan dan kehidupan rumah tangga. Saya kutipkan kata-kata beliau ini yang terdapat dalam buku Hadits Tsulasa, halaman 629… “Kehidupan rumah tangga adalah ‘hayatul amal’. Ia diwarnai oleh beban-beban dan kewajiban. Landasan kehidupan rumah tangga bukan semata kesenangan dan romantika, melainkan tolong- menolong dalam memikul beban kehidupan dan beban dakwah…”

Rumah tangga merupakan lahan amal. Rumah tangga juga menjadi markaz dakwah. Perjalanan kehidupan rumah tangga para aktifis dakwah bukan hanya dipenuhi romantika semata, tetapi juga diwarnai oleh dinamika semangat beribadah, beramal dan berdakwah. Sebuah perjalanan rumah tangga yang bernuansa ta’awun dalam memikul beban hidup dan beban dakwah. Subhanallah!

Saya memberikan apresiasi kepada para perempuan yang setelah menikah justru semakin ‘bersinar’, kokoh, matang, bijaksana, energik, produktif dan kontributif dalam beramal, sambil menjaga keseimbangan dalam menunaikan tugas sebagai istri dan ibu. Saya percaya, untuk bisa mendapatkan semua kondisi itu ada proses panjang, kerja keras dan pengorbanan yang tidak kecil. Barakallahu fiiki.

Lalu untuk perempuan yang masih merasa ‘terhambat, terbelenggu dan tidak berkembang’ setelah menikah, saya ingin memberi apresiasi secara khusus. Berusahalah untuk menghilangkan perasaan terhambat, terbelenggu atau tidak berkembang itu. Ya, sebab membiarkan perasaan-perasaan semacam itu menguasai diri kita, sama saja dengan ‘menggali kuburan sendiri’. Bukankah lebih baik jika kita tetap berpikir jernih dan positif? Lalu mencari bentuk kontribusi yang paling memungkinkan yang bisa kita berikan untuk dakwah. Bisakah kita tetap berhusnuzhon, selama kita ikhlas menjalani hidup kita, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal kita? Bisakah kita tetap yakin, bahwa kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh gelar, jabatan, posisi, kedudukan, ketokohan dan kondisi fisik lainnya?!

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertakwa diantara kamu” (QS al-Hujurat:13).

Jadi, tetaplah tegar dan sedapat mungkin beramal sesuai kemampuan dan kesanggupan, karena kita tidak dituntut untuk beramal diluar kemampuan dan kesanggupan kita. Barakallahu fiiki!

Teruskan Nutrisi Cintamu......

Cinta Karena Allah

Iman adalah sesuatu yang hidup dan dinamis. Iman yang benar, keyakinan yang kuat akan mengantarkan pemiliknya merasakan halawatul iman -kelezatan dan manisnya iman-. Rasulullah saw. telah berjanji kepada siapa saja yang mampu melaksanakan tiga perkara, ia pasti akan mereguk lezatnya iman. Rasulullah saw. bersabda:
Dari Anas bin Malik ra berkata: Nabi Muhammad saw bersabda: “Seseorang tidak akan pernah mendapatkan manisnya iman sehingga ia mencintai seseorang, tidak mencintainya kecuali karena Allah; sehingga ia dilemparkan ke dalam api lebih ia sukai daripada kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan darinya; dan sehingga Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selainnya.” Imam Al Bukhari

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:

1. Mencintai seseorang karena mencari ridha Allah, bukan cinta hafa nafsu dan melanggar syariat. Seperti cinta seseorang dalam ikut serta berjihad di jalan Allah, tidak untuk tujuan duniawi. Seperti cinta seseorang untuk beramal dan berjuang dalam organisasi. Dilakukan hanya untuk mencari keridhoan Allah swt
2. Memilih dilemparkan ke dalam api daripada kembali menjadi kafir. Orang yang telah sempurna imannya tidak akan ada yang bisa merubahnya menjadi kafir lagi. Ia tidak mengingkari ajaran agama yang telah diyakini seperti shalat yang telah Allah wajibkan, tidak menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, seperti khamr, atau mengharamkan yang halal.
3. Mendahulukan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya mengalahkan selainnya. Orang yang sempurna imannya kepada Allah dan Rasul-Nya lebih kuat baginya daripada hak ayahnya, ibunya, anaknya, isterinya dan semua manusia. Karena mendapatkan petunjuk dari kesesatan, terbebaskan dari neraka hanya bisa karena Allah lewat seruan Rasul-Nya. Dan di antara ciri hal ini adalah membela Islam dengan ucapan dan perbuatan, mengamalkan syariat Islam, mengikuti sunnah dan berakhlak dengan akhlak Rasulullah saw. Allahu a’lam


Teruskan Nutrisi Cintamu......

Agar Pernikahan Membawa Berkah

Oleh: Tim dakwatuna.com
Di saat seseorang melaksanakan aqad pernikahan, maka ia akan mendapatkan banyak ucapan do’a dari para undangan dengan do’a keberkahan sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW; “Semoga Allah memberkahimu, dan menetapkan keberkahan atasmu, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” Do’a ini sarat dengan makna yang mendalam, bahwa pernikahan seharusnya akan mendatangkan banyak keberkahan bagi pelakunya. Namun kenyataannya, kita mendapati banyak fenomena yang menunjukkan tidak adanya keberkahan hidup berumah tangga setelah pernikahan, baik di kalangan masyarakat umum maupun di kalangan keluarga du’at (kader dakwah). Wujud ketidakberkahan dalam pernikahan itu bisa dilihat dari berbagai segi, baik yang bersifat materil ataupun non materil.

Munculnya berbagai konflik dalam keluarga tidak jarang berawal dari permasalahan ekonomi. Boleh jadi ekonomi keluarga yang selalu dirasakan kurang kemudian menyebabkan menurunnya semangat beramal/beribadah. Sebaliknya mungkin juga secara materi sesungguhnya sangat mencukupi, akan tetapi melimpahnya harta dan kemewahan tidak membawa kebahagiaan dalam pernikahannya.

Seringkali kita juga menemui kenyataan bahwa seseorang tidak pernah berkembang kapasitasnya walau pun sudah menikah. Padahal seharusnya orang yang sudah menikah kepribadiannya makin sempurna; dari sisi wawasan dan pemahaman makin luas dan mendalam, dari segi fisik makin sehat dan kuat, secara emosi makin matang dan dewasa, trampil dalam berusaha, bersungguh-sungguh dalam bekerja, dan teratur dalam aktifitas kehidupannya sehingga dirasakan manfaat keberadaannya bagi keluarga dan masyarakat di sekitarnya.

Realitas lain juga menunjukkan adanya ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga, sering muncul konflik suami isteri yang berujung dengan perceraian. Juga muncul anak-anak yang terlantar (broken home) tanpa arahan sehingga terperangkap dalam pergaulan bebas dan narkoba. Semua itu menunjukkan tidak adanya keberkahan dalam kehidupan berumah tangga.

Memperhatikan fenomena kegagalan dalam menempuh kehidupan rumah tangga sebagaimana tersebut di atas, sepatutnya kita melakukan introspeksi (muhasabah) terhadap diri kita, apakah kita masih konsisten (istiqomah) dalam memegang teguh rambu-rambu berikut agar tetap mendapatkan keberkahan dalam meniti hidup berumah tangga ?

1. Meluruskan niat/motivasi (Ishlahun Niyat)

Motivasi menikah bukanlah semata untuk memuaskan kebutuhan biologis/fisik. Menikah merupakan salah satu tanda kebesaran Allah SWT sebagaimana diungkap dalam Alqur’an (QS. Ar Rum:21), sehingga bernilai sakral dan signifikan. Menikah juga merupakan perintah-Nya (QS. An-Nur:32) yang berarti suatu aktifitas yang bernilai ibadah dan merupakan Sunnah Rasul dalam kehidupan sebagaimana ditegaskan dalam salah satu hadits : ”Barangsiapa yang dimudahkan baginya untuk menikah, lalu ia tidak menikah maka tidaklah ia termasuk golonganku” (HR.At-Thabrani dan Al-Baihaqi). Oleh karena nikah merupakan sunnah Rasul, maka selayaknya proses menuju pernikahan, tata cara (prosesi) pernikahan dan bahkan kehidupan pasca pernikahan harus mencontoh Rasul. Misalnya saat hendak menentukan pasangan hidup hendaknya lebih mengutamakan kriteria ad Dien (agama/akhlaq) sebelum hal-hal lainnya (kecantikan/ketampanan, keturunan, dan harta); dalam prosesi pernikahan (walimatul ‘urusy) hendaknya juga dihindari hal-hal yang berlebihan (mubadzir), tradisi yang menyimpang (khurafat) dan kondisi bercampur baur (ikhtilath). Kemudian dalam kehidupan berumah tangga pasca pernikahan hendaknya berupaya membiasakan diri dengan adab dan akhlaq seperti yang dicontohkan Rasulullah saw.

Menikah merupakan upaya menjaga kehormatan dan kesucian diri, artinya seorang yang telah menikah semestinya lebih terjaga dari perangkap zina dan mampu mengendalikan syahwatnya. Allah SWT akan memberikan pertolong-an kepada mereka yang mengambil langkah ini; “ Tiga golongan yang wajib Aku (Allah) menolongnya, salah satunya adalah orang yang menikah karena ingin menjaga kesucian dirinya.” (HR. Tarmidzi)

Menikah juga merupakan tangga kedua setelah pembentukan pribadi muslim (syahsiyah islamiyah) dalam tahapan amal dakwah, artinya menjadikan keluarga sebagai ladang beramal dalam rangka membentuk keluarga muslim teladan (usrah islami) yang diwarnai akhlak Islam dalam segala aktifitas dan interaksi seluruh anggota keluarga, sehingga mampu menjadi rahmatan lil ‘alamin bagi masyarakat sekitarnya. Dengan adanya keluarga-keluarga muslim pembawa rahmat diharapkan dapat terwujud komunitas dan lingkungan masyarakat yang sejahtera.

2. Sikap saling terbuka (Mushorohah)

Secara fisik suami isteri telah dihalalkan oleh Allah SWT untuk saling terbuka saat jima’ (bersenggama), padahal sebelum menikah hal itu adalah sesuatu yang diharamkan. Maka hakikatnya keterbukaan itu pun harus diwujudkan dalam interaksi kejiwaan (syu’ur), pemikiran (fikrah), dan sikap (mauqif) serta tingkah laku (suluk), sehingga masing-masing dapat secara utuh mengenal hakikat kepribadian suami/isteri-nya dan dapat memupuk sikap saling percaya (tsiqoh) di antara keduanya.

Hal itu dapat dicapai bila suami/isteri saling terbuka dalam segala hal menyangkut perasaan dan keinginan, ide dan pendapat, serta sifat dan kepribadian. Jangan sampai terjadi seorang suami/isteri memendam perasaan tidak enak kepada pasangannya karena prasangka buruk, atau karena kelemahan/kesalahan yang ada pada suami/isteri. Jika hal yang demikian terjadi hal yang demikian, hendaknya suami/isteri segera introspeksi (bermuhasabah) dan mengklarifikasi penyebab masalah atas dasar cinta dan kasih sayang, selanjutnya mencari solusi bersama untuk penyelesaiannya. Namun apabila perasaan tidak enak itu dibiarkan maka dapat menyebabkan interaksi suami/isteri menjadi tidak sehat dan potensial menjadi sumber konflik berkepanjangan.

3. Sikap toleran (Tasamuh)

Dua insan yang berbeda latar belakang sosial, budaya, pendidikan, dan pengalaman hidup bersatu dalam pernikahan, tentunya akan menimbulkan terjadinya perbedaan-perbedaan dalam cara berfikir, memandang suatu permasalahan, cara bersikap/bertindak, juga selera (makanan, pakaian, dsb). Potensi perbedaan tersebut apabila tidak disikapi dengan sikap toleran (tasamuh) dapat menjadi sumber konflik/perdebatan. Oleh karena itu masing-masing suami/isteri harus mengenali dan menyadari kelemahan dan kelebihan pasangannya, kemudian berusaha untuk memperbaiki kelemahan yang ada dan memupuk kelebihannya. Layaknya sebagai pakaian (seperti yang Allah sebutkan dalam QS. Albaqarah:187), maka suami/isteri harus mampu mem-percantik penampilan, artinya berusaha memupuk kebaikan yang ada (capacity building); dan menutup aurat artinya berupaya meminimalisir kelemahan/kekurangan yang ada.

Prinsip “hunna libasullakum wa antum libasullahun (QS. 2:187) antara suami dan isteri harus selalu dipegang, karena pada hakikatnya suami/isteri telah menjadi satu kesatuan yang tidak boleh dipandang secara terpisah. Kebaikan apapun yang ada pada suami merupakan kebaikan bagi isteri, begitu sebaliknya; dan kekurangan/ kelemahan apapun yang ada pada suami merupakan kekurangan/kelemahan bagi isteri, begitu sebaliknya; sehingga muncul rasa tanggung jawab bersama untuk memupuk kebaikan yang ada dan memperbaiki kelemahan yang ada.

Sikap toleran juga menuntut adanya sikap mema’afkan, yang meliputi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (1) Al ‘Afwu yaitu mema’afkan orang jika memang diminta, (2) As-Shofhu yaitu mema’afkan orang lain walaupun tidak diminta, dan (3) Al-Maghfirah yaitu memintakan ampun pada Allah untuk orang lain. Dalam kehidupan rumah tangga, seringkali sikap ini belum menjadi kebiasaan yang melekat, sehingga kesalahan-kesalahan kecil dari pasangan suami/isteri kadangkala menjadi awal konflik yang berlarut-larut. Tentu saja “mema’afkan” bukan berarti “membiarkan” kesalahan terus terjadi, tetapi mema’afkan berarti berusaha untuk memberikan perbaikan dan peningkatan.

4. Komunikasi (Musyawarah)

Tersumbatnya saluran komunikasi suami-isteri atau orang tua-anak dalam kehidupan rumah tangga akan menjadi awal kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis. Komunikasi sangat penting, disamping akan meningkatkan jalinan cinta kasih juga menghindari terjadinya kesalahfahaman.

Kesibukan masing-masing jangan sampai membuat komunikasi suami-isteri atau orang tua-anak menjadi terputus. Banyak saat/kesempatan yang bisa dimanfaatkan, sehingga waktu pertemuan yang sedikit bisa memberikan kesan yang baik dan mendalam yaitu dengan cara memberikan perhatian (empati), kesediaan untuk mendengar, dan memberikan respon berupa jawaban atau alternatif solusi. Misalnya saat bersama setelah menunaikan shalat berjama’ah, saat bersama belajar, saat bersama makan malam, saat bersama liburan (rihlah), dan saat-saat lain dalam interaksi keseharian, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan sarana telekomunikasi berupa surat, telephone, email, dsb.

Alqur’an dengan indah menggambarkan bagaimana proses komunikasi itu berlangsung dalam keluarga Ibrahim As sebagaimana dikisahkan dalam QS.As-Shaaffaat:102, yaitu : “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata; Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu, Ia menjawab; Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Ibrah yang dapat diambil dalam kisah tersebut adalah adanya komunikasi yang timbal balik antara orang tua-anak, Ibrahim mengutarakan dengan bahasa dialog yaitu meminta pendapat pada Ismail bukan menetapkan keputusan, adanya keyakinan kuat atas kekuasaan Allah, adanya sikap tunduk/patuh atas perintah Allah, dan adanya sikap pasrah dan tawakkal kepada Allah; sehingga perintah yang berat dan tidak logis tersebut dapat terlaksana dengan kehendak Allah yang menggantikan Ismail dengan seekor kibas yang sehat dan besar.

5. Sabar dan Syukur

Allah SWT mengingatkan kita dalam Alqur’an surat At Taghabun ayat 14: ”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu mema’afkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Peringatan Allah tersebut nyata dalam kehidupan rumah tangga dimana sikap dan tindak tanduk suami/istri dan anak-anak kadangkala menunjukkan sikap seperti seorang musuh, misalnya dalam bentuk menghalangi-halangi langkah dakwah walaupun tidak secara langsung, tuntutan uang belanja yang nilainya di luar kemampuan, menuntut perhatian dan waktu yang lebih, prasangka buruk terhadap suami/isteri, tidak merasa puas dengan pelayanan/nafkah yang diberikan isteri/suami, anak-anak yang aktif dan senang membuat keributan, permintaan anak yang berlebihan, pendidikan dan pergaulan anak, dan sebagainya. Jika hal-hal tersebut tidak dihadapi dengan kesabaran dan keteguhan hati, bukan tidak mungkin akan membawa pada jurang kehancuran rumah tangga.

Dengan kesadaran awal bahwa isteri dan anak-anak dapat berpeluang menjadi musuh, maka sepatutnya kita berbekal diri dengan kesabaran. Merupakan bagian dari kesabaran adalah keridhaan kita menerima kelemahan/kekurangan pasangan suami/isteri yang memang diluar kesang-gupannya. Penerimaan terhadap suami/isteri harus penuh sebagai satu “paket”, dia dengan segala hal yang melekat pada dirinya, adalah dia yang harus kita terima secara utuh, begitupun penerimaan kita kepada anak-anak dengan segala potensi dan kecenderungannya. Ibaratnya kesabaran dalam kehidupan rumah tangga merupakan hal yang fundamental (asasi) untuk mencapai keberkahan, sebagaimana ungkapan bijak berikut:“Pernikahan adalah Fakultas Kesabaran dari Universitas Kehidupan”. Mereka yang lulus dari Fakultas Kesabaran akan meraih banyak keberkahan.

Syukur juga merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan berumah tangga. Rasulullah mensinyalir bahwa banyak di antara penghuni neraka adalah kaum wanita, disebabkan mereka tidak bersyukur kepada suaminya.

Mensyukuri rezeki yang diberikan Allah lewat jerih payah suami seberapapun besarnya dan bersyukur atas keadaan suami tanpa perlu membanding-bandingkan dengan suami orang lain, adalah modal mahal dalam meraih keberkahan; begitupun syukur terhadap keberadaan anak-anak dengan segala potensi dan kecenderungannya, adalah modal masa depan yang harus dipersiapkan.

Dalam keluarga harus dihidupkan semangat “memberi” kebaikan, bukan semangat “menuntut” kebaikan, sehingga akan terjadi surplus kebaikan. Inilah wujud tambahnya kenikmatan dari Allah, sebagaimana firmannya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS. Ibrahim:7).

Mensyukuri kehadiran keturunan sebagai karunia Allah, harus diwujudkan dalam bentuk mendidik mereka dengan pendidikan Rabbani sehingga menjadi keturunan yang menyejukkan hati. Keturunan yang mampu mengemban misi risalah dien ini untuk masa mendatang, maka jangan pernah bosan untuk selalu memanjatkan do’a:

Ya Rabb kami karuniakanlah kami isteri dan keturunan yang sedap dipandang mata, dan jadikanlah kami pemimpin orang yang bertaqwa.

Ya Rabb kami karuniakanlah kami anak-anak yang sholeh.

Ya Rabb kami karuniakanlah kami dari sisi Engkau keturunan yang baik.

Ya Rabb kami karuniakanlah kami dari sisi Engkau keturunan yang Engkau Ridha-i.

Ya Rabb kami jadikanlah kami dan keturunan kami orang yang mendirikan shalat.

Do’a diatas adalah ungkapan harapan para Nabi dan Rasul tentang sifat-sifat (muwashshofat) ketuturunan (dzurriyaat) yang diinginkan, sebagaimana diabadikan Allah dalam Alqur’an (QS. Al-Furqon:74; QS. Ash-Shaafaat:100 ; QS.Al-Imran:38; QS. Maryam: 5-6; dan QS. Ibrahim:40). Pada intinya keturun-an yang diharapkan adalah keturunan yang sedap dipandang mata (Qurrota a’yun), yaitu keturunan yang memiliki sifat penciptaan jasad yang sempurna (thoyyiba), ruhaniyah yang baik (sholih), diridhai Allah karena misi risalah dien yang diperjuangkannya (wali radhi), dan senantiasa dekat dan bersama Allah (muqiimash-sholat).

Demikianlah hendaknya harapan kita terhadap anak, agar mereka memiliki muwashofaat tersebut, disamping upaya (ikhtiar) kita memilihkan guru/sekolah yang baik, lingkungan yang sehat, makanan yang halal dan baik (thoyyib), fasilitas yang memadai, keteladanan dalam keseharian, dsb; hendaknya kita selalu memanjatkan do’a tersebut.

6. Sikap yang santun dan bijak (Mu’asyarah bil Ma’ruf)


Merawat cinta kasih dalam keluarga ibaratnya seperti merawat tanaman, maka pernikahan dan cinta kasih harus juga dirawat agar tumbuh subur dan indah, diantaranya dengan mu’asyarah bil ma’ruf. Rasulullah saw menyatakan bahwa : “Sebaik-baik orang diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap isterinya, dan aku (Rasulullah) adalah orang yang paling baik terhadap isteriku.” (HR.Thabrani & Tirmidzi)

Sikap yang santun dan bijak dari seluruh anggota keluarga dalam interaksi kehidupan berumah tangga akan menciptakan suasana yang nyaman dan indah. Suasana yang demikian sangat penting untuk perkembangan kejiwaan (maknawiyah) anak-anak dan pengkondisian suasana untuk betah tinggal di rumah.

Ungkapan yang menyatakan “Baiti Jannati” (Rumahku Syurgaku) bukan semata dapat diwujudkan dengan lengkapnya fasilitas dan luasnya rumah tinggal, akan tetapi lebih disebabkan oleh suasana interaktif antara suami-isteri dan orang tua-anak yang penuh santun dan bijaksana, sehingga tercipta kondisi yang penuh keakraban, kedamain, dan cinta kasih.

Sikap yang santun dan bijak merupakan cermin dari kondisi ruhiyah yang mapan. Ketika kondisi ruhiyah seseorang labil maka kecenderungannya ia akan bersikap emosional dan marah-marah, sebab syetan akan sangat mudah mempengaruhinya. Oleh karena itu Rasulullah saw mengingatkan secara berulang-ulang agar jangan marah (Laa tagdlob). Bila muncul amarah karena sebab-sebab pribadi, segeralah menahan diri dengan beristigfar dan mohon perlindungan Allah (ta’awudz billah), bila masih merasa marah hendaknya berwudlu dan mendirikan shalat. Namun bila muncul marah karena sebab orang lain, berusahalah tetap menahan diri dan berilah ma’af, karena Allah menyukai orang yang suka mema’afkan. Ingatlah, bila karena sesuatu hal kita telanjur marah kepada anak/isteri/suami, segeralah minta ma’af dan berbuat baiklah sehingga kesan (atsar) buruk dari marah bisa hilang. Sesungguhnya dampak dari kemarahan sangat tidak baik bagi jiwa, baik orang yang marah maupun bagi orang yang dimarahi.

7. Kuatnya hubungan dengan Allah (Quwwatu shilah billah)

Hubungan yang kuat dengan Allah dapat menghasilkan keteguhan hati (kemapanan ruhiyah), sebagaimana Allah tegaskan dalam QS. Ar-Ra’du:28. “Ketahuilah dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang”. Keberhasilan dalam meniti kehidupan rumah tangga sangat dipengaruhi oleh keteguhan hati/ketenangan jiwa, yang bergantung hanya kepada Allah saja (ta’alluq billah). Tanpa adanya kedekatan hubungan dengan Allah, mustahil seseorang dapat mewujudkan tuntutan-tuntutan besar dalam kehidupan rumah tangga. Rasulullah saw sendiri selalu memanjatkan do’a agar mendapatkan keteguhan hati: “Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbiy ‘alaa diinika wa’ala thoo’atika” (wahai yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku untuk tetap konsisten dalam dien-Mu dan dalam menta’ati-Mu).

Keteguhan hati dapat diwujudkan dengan pendekatan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah), sehingga ia merasakan kebersamaan Allah dalam segala aktifitasnya (ma’iyatullah) dan selalu merasa diawasi Allah dalam segenap tindakannya (muraqobatullah). Perasaan tersebut harus dilatih dan ditumbuhkan dalam lingkungan keluarga, melalui pembiasaan keluarga untuk melaksanakan ibadah nafilah secara bertahap dan dimutaba’ah bersama, seperti : tilawah, shalat tahajjud, shaum, infaq, do’a, ma’tsurat, dll. Pembiasaan dalam aktifitas tersebut dapat menjadi sarana menjalin keakraban dan persaudaraan (ukhuwah) seluruh anggota keluarga, dan yang penting dapat menjadi sarana mencapai taqwa dimana Allah swt menjamin orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ath-Thalaaq: 2-3.

“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan bagi-nya jalan keluar (solusi) dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupi (keperluan) nya.”

Wujud indahnya keberkahan keluarga

Keberkahan dari Allah akan muncul dalam bentuk kebahagiaan hidup berumah tangga, baik kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan di dunia, boleh jadi tidak selalu identik dengan kehidupan yang mewah dengan rumah dan perabotan yang serba lux. Hati yang selalu tenang (muthma’innah), fikiran dan perasaan yang selalu nyaman adalah bentuk kebahagiaan yang tidak bisa digantikan dengan materi/kemewahan.

Kebahagiaan hati akan semakin lengkap jika memang bisa kita sempurnakan dengan 4 (empat) hal seperti dinyatakan oleh Rasulullah, yaitu : (1) Isteri yang sholihah, (2) Rumah yang luas, (3) Kendaraan yang nyaman, dan (4) Tetangga yang baik.

Kita bisa saja memanfaatkan fasilitas rumah yang luas dan kendaraan yang nyaman tanpa harus memiliki, misalnya di saat-saat rihlah, safar, silaturahmi, atau menempati rumah dan kendaraan dinas. Paling tidak keterbatasan ekonomi yang ada tidak sampai mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, karena pemilik hakiki adalah Allah swt yang telah menyediakan syurga dengan segala kenikmatan yang tak terbatas bagi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa, dan menjadikan segala apa yang ada di dunia ini sebagai cobaan.

Kebahagiaan yang lebih penting adalah kebahagiaan hidup di akhirat, dalam wujud dijauhkannya kita dari api neraka dan dimasukkannya kita dalam syurga. Itulah hakikat sukses hidup di dunia ini, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Imran : 185

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”

Selanjutnya alangkah indahnya ketika Allah kemudian memanggil dan memerintahkan kita bersama-sama isteri/suami dan anak-anak untuk masuk kedalam syurga; sebagaimana dikhabarkan Allah dengan firman-Nya:

“Masuklah kamu ke dalam syurga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan”. (QS, Az-Zukhruf:70)

“Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan (pertemukan) anak cucu mereka dengan mereka (di syurga), dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (QS. Ath-Thuur:21).

Inilah keberkahan yang hakiki. []

Teruskan Nutrisi Cintamu......