tag:blogger.com,1999:blog-2045982652149532592024-03-13T00:10:14.841-07:00CINTA SEJATIcinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.comBlogger44125tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-81595294377621339422009-03-19T23:33:00.000-07:002009-03-19T23:34:08.073-07:00Pacaran Islami, Memang Ada?Bagi remaja, bila istilah itu disebut-sebut bisa membuat jantung berdebar. Siapa sich yang enggak semangat bila bercerita seputar pacaran? Semua orang yang normal pasti senang dan bikin deg-degan.<br /><br />Bicara soal cinta memang diakui mampu membangkitkan semangat hidup. Termasuk anak masjid, yang katanya "dicurigai" tak kenal cinta. Sama saja, anak masjid juga manusia, yang memiliki rasa cinta dan kasih sayang. Pasti dong, mereka juga butuh cinta dan dicintai. Soalnya perasaan itu wajar dan alami. Malah aneh bila ada orang yang enggak kenal cinta, jangan-jangan bukan orang.<br /><br />Nah, biasanya bagi remaja yang sedang kasmaran, mereka mewujudkan cinta dan kasih sayangnya dengan aktivitas pacaran. Kayak gimana sich? Deuuh, pura-pura enggak tau. Itu tuch, cowok dan cewek yang saling tertarik, lalu mengikat janji, dan akhirnya ada yang sampai hidup bersama layaknya suami istri.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Omong-omong soal pacaran, ternyata sekarang ada gossip baru tentang pacaran islami. Ini kabar benar atau cuma upaya melegalkan aktivitas baku syahwat itu? Malah disinyalir, katanya banyak pula yang melakukannya adalah anak masjid. Artinya mereka itu pengen Islam, tapi pengen pacaran juga. Ah, ada-ada saja!!!<br /><br />Memang betul, kalo dikatakan bahwa ada anak masjid yang meneladani tingkah James Van Der Beek dalam serial Dawson's Creek, tapi bukan berarti kemudian dikatakan ada pacaraan Islami, itu enggak benar. Siapapun yang berbuat maksiat, tetap saja dosa. Jangan karena yang melakukan adalah anak masjid, lalu ada istilah pacaran Islami. Enggak bisa, jangan-jangan nanti kalau ada anak masjid kebetulan lagi nongkrongin judi togel, disebut judi Islam? Wah gawat bin bahaya.<br /><br />Tentu lucu bin menggelikan dong bila suatu saat nanti teman-teman remaja yang berstatus anak masjid atau aktivis dakwah terkena "virus" cinta kemudian mengekspresikannya lewat pacaran. Itu enggak bisa disebut pacaran Islami karena memang enggak ada istilah itu. Jangan salah sangka, mentang-mentang pacarannya pakai jilbab, baju koko, dan berjenggot, lalu mojoknya di masjid, kita sebut aktivitas pacaran Islami. Wah salah besar itu!!!<br /><br />Lalu bagaimana dengan sepak terjang teman-teman remaja yang terlanjur menganggap aktivitas baku syahwatnya sebagai pacaran Islami? Sekali lagi dosa! Iya dong. Soalnya siapa saja yang melakukan kemaksiatan jelas dosa sebagai ganjarannya. Apalagi anak masjid, malu-maluin ajach.<br /><br />Coba simak QS. An-Nuur : 30, "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan menjaga kehormatannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." Kemudian QS. An-Nuur : 31, "Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kehormatannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya..."<br /><br />Jadi gimana dong? Dalam Islam tetep tak ada yang namanya pacaran Islami. Lalu kenapa istilah itu bisa muncul? Boleh jadi karena teman-teman remaja hanya punya semangat keislaman saja tapi minus tsaqafah 'pengetahuan' Islamnya. So? Ngaji lagi yuk!!!<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-54504377871326451072009-03-19T23:19:00.000-07:002009-03-19T23:22:40.860-07:00PERBEDAAN TA’ARUF DAN PACARANKali ini akan dibahas mengenai perbedaan antara Ta'aruf dan pacaran. MAu tau apa perbedaannya? Lanjutkan bacanya<br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight:bold;">Tujuan :</span><br />- taaruf (t) : mengenal calon istri/suami, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pernikahan.<br />- pacaran (p) : mengenal calon pacar, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pacaran, syukur-syukur bisa nikah …<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kapan dimulai</span><br />- t : saat calon suami dan calon istri sudah merasa bahwa menikah adalah suatu kebutuhan, dan sudah siap secara fisik, mental serta materi.<br />- p : saat sudah diledek sama teman:”koq masih jomblo?”, atau saat butuh temen curhat, atau saat taruhan dengan teman.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Waktu</span><br />- t : sesuai dengan adab bertamu.<br />- p : pagi boleh, siang oke, sore ayo, malam bisa, dini hari klo ngga ada yang komplain juga ngga apa-apa.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Tempat pertemuan</span><br />- t : di rumah sang calon, balai pertemuan, musholla, masjid, sekolahan.<br />- p : di rumah sang calon, kantor, mall, cafe, diskotik, tempat wisata, kendaraan umum & pribadi, pabrik.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Frekuensi pertemuan</span><br />- t : lebih sedikit lebih baik karena menghindari zina hati.<br />- p : lazimnya seminggu sekali, pas malem minggu.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Lama pertemuan</span><br />- t : sesuai dengan adab bertamu<br />- p : selama belum ada yang komplain, lanjut !<br /><span style="font-weight:bold;"><br />Materi pertemuan</span><br />- t : kondisi pribadi, keluarga, harapan, serta keinginan di masa depan.<br />- p : cerita apa aja kejadian minggu ini, ngobrol ngalur-ngidul, ketawa-ketiwi.<br /><span style="font-weight:bold;"><br />Jumlah yang hadir</span><br />- t : minimal calon lelaki, calon perempuan, serta seorang pendamping (bertiga). maksimal tidak terbatas (disesuaikan adab tamu).<br />- p : calon lelaki dan calon perempuan saja (berdua). klo rame-rame bukan pacaran, tapi rombongan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Biaya</span><br />- t : secukupnya dalam rangka menghormati tamu (sesuai adab tamu).<br />- p : kalau ada biaya: ngapel, kalau ngga ada absent dulu atau cari pinjeman, terus tempat pertemuannya di rumah aja kali ya? tapi gengsi dong pacaran di rumah doang ?? apa kata doi coba ??<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Lamanya</span><br />- t : ketika sudah tidak ada lagi keraguan di kedua belah pihak, lebih cepat lebih baik. dan ketika informasi sudah cukup (bisa seminggu, sebulan, 2 bulan), apa lagi yang ditunggu-tunggu?<br />- p : bisa 3 bulan, 6 bulan, setahun, 2 tahun, bahkan mungkin 10 tahun.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Saat tidak ada kecocokan saat proses</span><br />- t : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan menyebut alasannya.<br />- p : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan/tanpa menyebut alasannya.<br /><br />Oleh : Abdurrahman,S.Ag (Kumpulan Kultum)<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-53737153999366807512009-03-19T20:09:00.000-07:002009-03-19T20:11:54.585-07:00Ta’aruf Dulu Baru MenikahMenikah tanpa pacaran lebih dulu masih dianggap aneh oleh banyak orang. Pacaran masih dianggap banyak orang sebagai proses pengenalan calon pasangan hidup sebelum menikah. Islam bukannya mengharamkan proses pengenalan calon pasangan hidup sebelum menikah. Islam bahkan mensyariatkan pengenalan calon pasangan hidup sebelum menikah. Akan tetapi, proses pengenalan itu dilakukan melalui proses yang lazim disebut ta’aruf, bukannya melalui pacaran.<br /><span class="fullpost"><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYK0X5HXbBY7QoIKRAEM614irNgJQPrmEtI36L2rXTfPbxjhjK9CZmyjCD4-aYWHrRXtLFFvyGOetJN49WovWYIdxWB5LJUuZcQN4mEACgecS33-t1WOiiMEKDz8XeEq8GECtBvBLRZ2Zq/s1600-h/taaruf.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 231px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYK0X5HXbBY7QoIKRAEM614irNgJQPrmEtI36L2rXTfPbxjhjK9CZmyjCD4-aYWHrRXtLFFvyGOetJN49WovWYIdxWB5LJUuZcQN4mEACgecS33-t1WOiiMEKDz8XeEq8GECtBvBLRZ2Zq/s320/taaruf.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5315102310245796562" /></a><br />Ta’aruf Dulu Baru Menikah menjabarkan proses pengenalan calon pasangan hidup sebelum pernikahan. Buku ini mengupas pernak-pernik ta’aruf, kesalahan penerapannya yang masih banyak terjadi, dan kritik atas praktik ta’aruf yang banyak dilakukan aktivis muslim.<br /><br />Ta’aruf Dulu Baru Menikah membuat Anda menjadi yakin menjalani proses pengenalan calon pasangan hidup Anda, sehingga saat memasuki pernikahan, Anda dan pasangan Anda pun memasukinya dengan penuh cinta.<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-79854108740806563202009-03-17T23:16:00.000-07:002009-03-17T23:42:16.444-07:00UNTUKMU WAHAI PARA CALON SUAMI<span style="font-weight:bold;">SIAPA YANG AKAN KAU PILIH</span><br />Tidak diragukan lagi, memilih pasangan hidup secara tepat merupakan jalan menuju kebahagiaan.<br />Dalam musnad Imam Ahmad rahimahullah diriwayatkan dari Sa'ad bin Abi Waqash Radhiyallahu Anhu, ia berkata Rasulullah Shallallhu 'Alaihi Wasllam bersabda :<br /><span style="font-style:italic;">Tiga perkara yang termasuk kebahagiaan seorang anak adam dan tiga perkara yang termasuk kemalanggannya. Termasuk kebahagiaan seorang bani Adam adalah istri yang shalihah, tempat tinggal yang baik dan kendaraan yang baik. Dan termasuk kemalangan seorang bani Adam adalah istri yang buruk, tempat tinggal yang buruk dan kendaraan yang buruk.</span><br /><span class="fullpost"><br />Dalam <span style="font-style:italic;"><span style="font-weight:bold;">Shahih Al-Jami'</span></span> disebutkan dengan lafazh :<br /><span style="font-style:italic;">"Empat perkara yang termasuk kebahagiaan : Istri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik dan kendaraan yang nyaman. Dan empat perkara yang termasuk kemalangan : istri yang buruk, tetangga yang jahat, kendaraan yang jelek dan tempat tinggal yang sempit.</span><br />Dalam <span style="font-weight:bold;"><span style="font-style:italic;">Shahih Muslim</span></span> dari hadits Abdullah bin 'Amru Radhiyallahu 'Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda :<br /><span style="font-style:italic;">"Dunia adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah istri yang shalihah</span><br />Wanita shalihah pada masa sekarang ini dan dalam setiap masa adalah anugerah yang berharga yang harus kita cari sungguh-sungguh sampai dapat.<br />Abu Dawud Rahimahullah telah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam terlah berkata kepada 'Umar Radhiyallahu 'Anhu :<br /><span style="font-weight:bold;"><span style="font-style:italic;">Maukah aku beritahu anugerah terbaik yang diusahakan oleh seseorang? Yaitu istri shalihah, apabila suami melihatnya niscaya ia akan membuatnya senang, dan apabila ia menyuruhnya niscaya ia akan mentaatinya dan apabila ia sedang bepergian niscaya ia akan menjaga (diri dan hartanya)</span></span><br />dalam riwayat di <span style="font-weight:bold;"><span style="font-style:italic;">Shahih al Jami'</span></span> berbunyi :<br /><span style="font-style:italic;">"Hati yang senantiasa bersyukur, lisan yang selalu berdzikir dan istri shalihah akan membantumu dalam melaksanakan urusan dunia dan agamamu adalah sebaik-baik anugerah yang didapat oleh manusia."</span><br />Marilah kita mengenali karakteristik wanita shalihah yang apabila Allah Subhanahu wa ta'ala menganugerahkan kepadamu niscaya engkau telah memperoleh anugerah tersebut. kami memohon kepada Allah agar senantiasa memberkahimu.<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-73419725446016241152009-03-11T03:26:00.000-07:002009-03-11T03:41:59.483-07:00Dilema Cinta dan PacaranSatu kata yang begitu lekat di hati para remaja khususnya pelajar adalah kata cinta. Mungkin kalau kita mau mengsurvai dii kalangan mereka —dunia pelajar— maka hampir dapat dipastikan mereka akan mengangguk karena sudah mangenal apa yang dinamakan dengan cinta. Bahkan kalau kita mau menanyakan kepada mereka apa itu definisi cinta, maka mereka akan melesungkan pipinya dan tersenyum karena membayangkan apa itu cinta. Mungkin sebagian dari mereka akan menjawab ” Sulit diungkapkan dengan kata-kata, cinta itu mudah dirasainnya dari pada diungkapkannya”. Atau mereka akan menjawab cinta itu adalah rasa kasih sayang kepada orang lain entah itu kepada orang tua, guru, temen atau bahkan kepada pacar. Nah, soal yang satu inilah yang kemudian menimbulkan kesalahan dalam mengartikan cinta. Mereka menganggap cinta itu identik dengan ungkapan rasa sepasang sejoli yang dimabuk asmara. Banyak cara untuk mengungkapkan kata-kata cinta. Bisa dengan cara verbal maupun non verbal. Tetapi hampir 80 % remaja di negeri ini mengungkapkan rasa cinta nya dengan cara verbal. Bahkan tidak hanya di Indonesia saja tetapi di seluuh dunia. Kalau orang Indonesia mengungkapkan cinta dengan “Aku cinta kamu”, orang Inggrin bilang “I love you”, orang Afrika bilang “Ek het jou lief”, orang India bilang ” Hum tumhe pyar karte hae”, orang Jepang bilang “Aishiteru”, orang Mandarin bilang “Wo ai ni” orang Turki bilang “Seni Seviyorum” dan sebagainya. [SEGITIGA/ Maret/ III/ 2001].<br /><span class="fullpost"><br />Apapun ungkapan mereka dan apapun cara mereka dalam mengungkapkannya tetapi tujuan yang ingin diraih adalah sama yaitu cinta itu sendiri. Salah satu lembaga formal untuk menyatakan cinta itu adalah pacaran dan menikah. Kalau menikah mereka menganggapnya itu tidak mungkin karena mereka masih menamai cintanya adalah cinya monyet. Jadi yang kemudian dipilih untuk menjadi solusi adalah pacaran. Pacaran memang sering di identikkan dengan cinta. Pacaran secara bahasa diartikan sebagai tunangan yang belum diresmikan. Tetapi menurut definisi fakta setelah memperhatikan aktifitas remaja selama melakukan pacaran, pacaran diartikan sebagai hubungan istimewa antara lelaki dan perempuan yang kemudian mengikrarkan diri untuk saling memiliki, yang kemudian mereka mengadakan pertemuan secara khusus (kencan), sedangkan aktifitas rutinnya adalah saling merayu, saling pandang, pegang-pegangan, surat-suratan, telpon-telponan, Email-emailan, kencan, jalan-jalan dan seterusnya. Tetapi kalau kita mau menengok kembali hasil penelitian di Jakarta tahun 1997 oleh Fakultas Psikologi UI Depok terhadap 221 responden, tentang aktifitas pacaran adalah sebagai berikut<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNn6BZ98fCVZVoGRJy_nQLrc8szGYnv1WAWtiYmI-Mi1B6Q-xDAKuZe3-z8UxNugHewejTeV9ldhFLq027hLJc2fCX2lKFo4_9k9-s6hUdnzkWuHUhURFjAk-h9ma-fODpzhpzMzcj9ZFo/s1600-h/perilaku+pacaran.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 319px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNn6BZ98fCVZVoGRJy_nQLrc8szGYnv1WAWtiYmI-Mi1B6Q-xDAKuZe3-z8UxNugHewejTeV9ldhFLq027hLJc2fCX2lKFo4_9k9-s6hUdnzkWuHUhURFjAk-h9ma-fODpzhpzMzcj9ZFo/s320/perilaku+pacaran.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311877932986912402" /></a><br />Tidak hanya di Jakarta saja, ternyata di Bandung juga pernah dilakukan penelitian oleh mahasiswa Unisba Bandung terhadap 500 responden tentang hal yang sama yang di muat dalam majalah Suara Mahasiswa beberapa waktu yang lalu. Haslinya adalah sebagai berikut :<br />1. Hubungan pertemanan lawan jenis, konsep apa yang bagus untuk digunakan :<br />Ø Teman biasa 29 %<br />Ø Teman akrab 39 %<br />Ø Pacaran 18,4 %<br />Ø Lain-lain 7,2 %<br />Ø Tidak tahu 6,4 %<br />2. Pendapat tentang konsep pacaran<br />Ø SS 56, 4 %<br />Ø STS 9, 2 %<br />Ø RR 25, 8 %<br />Ø Tidak tahu 8, 6 %<br />3. Manfaat pacaran<br />Ø Teman kencan 7%<br />Ø Berbagi rasa 65, 2 %<br />Ø Teman belajar 10, 2 %<br />Ø Tidak ada 4, 8 %<br />Ø Tidak tahu 4 %<br />Ø Lain-laim 8, 8%<br />4. Yang pernah dilakukan dengan pacar<br />Ø Pegang tangan 21,8%<br />Ø Ciuman bibir (lip kiss) 16 %<br />Ø Deep kiss 8, 6 %<br />Ø Raba-raba alat vital 8, 2 %<br />Ø Petting 7, 2 %<br />Ø Hubungan sexual 7 %<br />Ø Tidak satupun 11 %<br />Ø Tidal isi 20, 2 %<br />5. Pendapat ttg nikah muda<br />Ø Lebih baik 29, 4 %<br />Ø Tidak mungkin, karena belon kerja 34, 8 %<br />Ø Tidak bebas 21, 9 %<br />Ø Tidak tahu 14, 4 %<br />Dari data tersebut dapatlah kita lihat bahwa aktifitas pacaran tersebut bukanlah aktifitas ‘pdkt’ (pendekatan), tetapi sudah mengarah kepada prilaku sex bebas. Seperti kasus yang baru-baru ini marak di Bandung. Seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung melakukan adegan panas dengan seorang mahasiswi perguruan tinggi negeri di kota yang sama, yang diabadikan dengan kamera Hendycamp. Ternyata film yang dibuat di salah satu hotel di Bali untuk memperingati 23 bulan mereka pacaran tersebut tersebar luas di kota Bandung. Akhirnya mereka barus rela dipecat dari kampusnnya dan harus berhubungan dengan polisi. [satunet.com].<br />Lantas apa yang menyebabkan semuanya itu terjadi ?. Ada beberapa analisis yang menyebutkan bahwa rusaknya tatanan sosial dalam pergaulan ini. Psikiater kondang Dadang Hawari yang juga aktif melakukan ceramah-ceramah di masjid dan pengajian ini menunjuk maraknya media masa dan tempat hiburan yang mengundang nafsu syahwat ini sebagai penyebab utama terjadinya prilaku sex bebas. Lihat saja acara media elektronik yang biasa terseji didepan keluarga kita. Hampir semuanya menayangkan prilaku zina, misalnya adegan ciuman sampai persetubuhan, sinetron perselingkuhan, iklan di “tempat tidur”, telenovela yang isinya berkisar masalah sex bebas, hingga komik dan film kartun seperti Crayon Shincan yang membimbing anak-anak untuk bertingkah laku cabul. Salah satu media masa yang kerap mengkampanyekan budaya zina adalah RCTI, stasiun televisi terbesar di negeri ini mengelar acara Angin Malam setiap malam Minggu. Acara tersebut mengupas masalah sex secara vulgar, lengkap, dan detail serta dilengkapi dengan putri malam yang siap mengoyang bagi para penelpon dengan goyangan yang erotis. Acara yang dulu pernah dipandu oleh Dewi Huges itu pernah mengundang Budiman Sujatmiko (Ketua PRD) dan Arswendo Atmowiloto (mantan Pimpinan Redaksi Tabloid Monitor). Temanya pun lumayan serem. Apa yang dilakukan narapidana di sel guna menyalurkan hasrat seksualnya. Dengan enteng Arswendo mantan narapidana akibat kasus pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW tersebut menjawab “kalau saya ya lakukan onani saja”. Tidak hanya tema semacam itu saja yang di kampanyekan tetapi tema-tema seputar perzinahan seperti “Melajang tapi punya anak” dan sebagainya semakin menbuat budaya sex bebas menjadi semakin menggila. Radio pun tak mau ketinggalan jaman untuk mengkampanyekan ide syetan tersebut, contohnya adalah radio Elvictor FM, stasiun radio ternama di Surabaya ini setiap pukul 22.00 pada setiap harinya menyuguhkan acara obrolan bersama seorang waria. Puluhan kaum lelaki antri menelpon, ngobrol dengan Markonah (nama waria tersebut), tentang apalagi kalau enggak masalah sex. Banyak lagi stasiun radio yang sengaja menggelar acara menggugah syahwat dengan dipandu oleh penyiar yang genit diiringi musik dangdut yang bikin jantung berdetak dua kalu lebih cepat dari biasanya. Media cetak semakin memperburuk keadaan. Pasca kebebasan pers dikumandangkan maka muncullah berbagai media yang dengan vulgar mengupas habis tentang tema-tema sex. Sebut saja Popular, Hot, Lipstik, Desah, Asmara, De Suga, Kiss, Jeritan hati, Waw, The X Files, dan masih banyak lagi. Tulisannya pun berkisar tentang tema-tema sex, dengan dilengkapi foto-foto yang mengumbar aurat (yang kebanyakan mengambil begitu saja dari situs porno di internet). Judul-judul tulisannya cenderung menjijikkan. Misalnya majalah Top edisi 53 Th. III, Juli 2001, menulis tentang “Artis-artis Perkuat Organ Seks Lewat Salsa”, Tragedi Lukisan Telanjang Tante Ris, dan Seks Plesie Kota Bengawan. Atau tabloid Kiss edisi 11/TH.1/2001 yang memuat tulisan ” Suamiku Merasa Puas Bila Mensetubuhiku Dengan Kaki Terikat” dan “Affairku dengan Seorang Jaksa Membuahkan Janin di Perutku”. [ http://www.hidayatullah.com ]<br />Kerap pula kita jumpai kumpulan anak-anak remaja di rental VCD yang menyediakan VCD porno (BF) atau ya minimal Semi BF. Dan ternyata pengemar VCD jenis tersebut adalah kebanyakan anak muda. Kalau anak kecil mungkin belum tahu, dan kalau orang tua buat apa? Ujar Ipong, seorang pedagang VCD di kawasan Cawang (Jakarta). Teknologi Internet juga banyak dimanfaatkan untuk mengakses kemaksiatan. “Kalau anak-anak remaja ke sini, pasti yang “begituan” yang dilihat.” Ujar Ida, pengelola Warnet di kawasan Bekasi, Jawa Barat. Masuk akal bila kasus HIV/AIDS di Indonesia semakin dasyat. RS Cipto mangunkusumo, Jakarta saat ini didatangi 4-10 penderita HIV/AIDS tiap minggunya. Data dari Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Depkes menyebutkan, selama April 2001 terjadi penambahan 2 kasus HIV dan 5 kasus AIDS. Itu yang diketahui. Dementara para ahli sering menyatakan bahwa data tentang HIV/AIDS itu bagaikan gunung es, yang tampak hanyalah permukaan sedikit saja, tetapi yangterpendam sangat banyak. Akibat budaya zina, maka aborsipun menjadi kebiasaan remaja-remaja putri. Baru-baru ini harian Kompas mengutip sebuah penelitian tentang aborsi, dan hasilnya terjadi 2,5 juta aborsi per tahun dan 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh kalangan remaja. Data tersebut juga pernah disampaikan oleh WHO yang menyampaikan hasil laporannya bahwa di Asia Tenggara terjadi kasus aborsi sekitar 4,2 juta per tahunnya. 1,3 juta di Vietnam dan Singapura, 155.000-750.000 di Philipina, 300.000-900.000 di Thailand dan di Indonesia 1,5 juta kasus setiap tahunnya. Manakala aborsi gagal, maka muncullah bayi-bayi tak berdosa yang tak tau harus memanggil “ayah” kepada siapa. “Kalau orang setiap hari melihat dan membaca hal-hal yang porno, maka keimanan akan terkikis. Kalau sudah begitu, maka akan lepas kontrol danterjadilah perzinahan.” Kata Dadang Hawari. Yang membuat Dadang heran, Pemerintah sepertinya tidak berusaha memberantas sarana dan prasarana yang mendorong orang untuk berbuat zina. Justru membiarkan bahkan meneguhkannya dengan memungut pajak dari sarana tersebut. ” Di masyarakat kita sekarang, anak masih imit-imut mabok, nyabu, dan berzina sudah biasa. Dan itu tidak ditindak”, katanya lirih.<br />Khotimah Islam adalah agama yang sempurna seperti firman Allah dalam QS Al-Maidah :3 yang menjamin kepada manusia untuk menyelesaikan setiap permasalahannya dengan Islam. Islam adalah problem solving setiap permasalahan yang muncul termasuk masalah fenomena pacaran dan prilaku sex bebas akhir-akhir ini. Memang Allah telah membekali kepada manusia itu akal dan beberapa naluri, salah satu naluri itu adalah naluri untuk mencintai lawan jenis (ghariyahan-nau’). Setiap naluri itu butuh pemuasan kebutuhan. Sedangkan islam itu hadir untuk mengatur cara pemuasan kebutuhan tersebut. Tetapi semuanya itu tidak akan mungkin bisa dipenuhi perintah Allah dan larangan-Nya itu tanpa dibekali dengan ilmu. Oleh karena itu tidak dapat tidak, ilmu itu harus segera dipelajari sehingga akan memberikan gambaran yang utuh akan tujuan hidup ini. Apabia setiap kaum muslimin itu berpegang teguh terhadap qo’idah hukum syara’ yang berbunyi “hukum asal setiap perbuatan itu tergantung dengan hukum syara” dan mereka faham akanseruan Allah dalam surat An-Nur:31 “Katakan kepada kaum muslimin untuk menundukkan pandangan” serta mereka mengindahkan apa yangtelah disabdakan oleh Rosulullah SAW “Barang siapa yang beriman terhadap Allah dan hari akhir, maka tidaklah boleh seorang laki-laki itu berkholwat dengan seorang wanita tanpa disertai dengan makhromnya(makhrom wanita itu)”. Sehingga apabila kita memahami semuanya itu kita bisa mencintai Allah itu lebih dari mencintai terhadap<br />makhluk-makhluknya. Dan hal itu tidak akan terwujud dengan tanpa adanya dukungan dari semua elemen masyarakat untuk mau menyadari bahwa apa yang mereka lakukan selama ini adalah salah dan mereka dengan sadar bisa kembali<br />kepada Islam untuk mengatur seluruh kehidupan. [sig dari berbagai sumber]<br /><br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-13016209337915699842009-03-11T03:22:00.000-07:002009-03-11T03:23:18.690-07:00Ketika Remaja Terjerat Dilema CintaRemaja dalam pertumbuhannya, sering mengalami permasalahan. Namanya saja remaja, sebuah masa transisi dari anak-anak ke masa kedewasaan. Para remaja belum memiliki jati diri. Terkadang ingin dikatakan dewasa akan tetapi kenyataannya masih bertingkah seperti anak-anak. Atau kebalikannya.<br />Trend di kalangan remaja yang tidak akan pernah bisa dihapuskan adalah “percintaan dan pacaran”. Kalau kata remaja sih cinta monyet/ cinta sesaat.<br /><span class="fullpost"><br />Berbahaya atau tidak cinta bagi remaja?<br />Kalau melihat fenomena pola pergaulan remaja sekarang ini. Rasanya kok kita apalagi orang tua terkadang khawatir. Bagaimana tidak, remaja sekarang ini adalah remaja yang modern. Bukan remaja kuper (kurang pengetahuan dan pergaulan). Era global katanya.Era yang penuh dengan kebebasan. kebebasan berpikir, berekspresi dan bergaul.<br />Akan tetapi pola pergaulan remaja ini sangat rentan dengan kemajuan zaman sekarang. Maraknya pornografi, kekerasan, pemerkosaan, kriminalitas yang didukung dengan adanya kemajuan teknologi begitu merusak remaja.<br />Cinta merupakan fitroh yang dianugerahkan Allah kepada setiap makhluknya (terutama manusia). Cinta merupakan sesuatu yang indah dan suci. Keberadaannya akan membuat orang damai, bahagia dan serasa tak ada permasalahan yang membebani. Rasa cinta ini muncul dari manusia satu kepada yang lain. Yang diimplementasikan dengan rasa sayang dan saling mengasihi. Hidup serasa semakin berarti ketika cinta telah singgah di hati.<br />Begitulah kata pepatah…<br />Virus seperti itulah yang mungkin telah merasuk di kalangan remaja. Akhirnya timbulah fenomena pacaran.<br />Sebenarnya pacaran itu apa ya?<br />Pacaran, budaya anak muda sekarang. Kalau tidak pacaran katanya katro, kuno, dan abnormal. Itu semua g benar kok…<br />Siapa bilang pacaran adalah segalanya? Hanya para pujangga cintalah yang mengatakan seperti itu.<br />Pacaran bagi remaja, lebih kepada hal-hal yang terkadang menjerumuskan. Karena remaja belum paham tentang hakikat cinta dan biasanya salah menempatkan perasaan cintanya (terutama cinta kepada lawan jenis)<br />Sudah banyak contoh dampak negative pacaran pada remaja. Misal; hamil di luar nikah (married because accident), pemerkosaan, kekerasan, dll. Ini yang perlu dicegah dan dihindari oleh para remaja.<br />Mungkin usia remaja dapat dikatakan usia dini untuk berpacaran. Apalagi usia sekolah SMP ataupun SMA. Usia yang masih dalam perkembangan. Banyak yang dapat dilakukan oleh para remaja. Prestasi yang menjanjikan dan kesempatan belajar masih terbuka lebar.<br />Bayangkan saja, semua cita-cita yang telah kita ukir sejak kecil akan musnah begitu saja karena ulah kita sendiri. Tidak lulus ujian gara gara berpacaran, tidak logis juga kan?<br />Manfaatkan masa remajamu sebaik mungkin. Remaja merupakan harapan bangsa, ketika remaja-remaja hancur dan salah jalan maka akan jadi apa dunia ini.<br />Jangan kecewakan orang tua kita yang telah bersusah payah untuk mendidik dan membesarkan kita.<br />http://noent.wordpress.com<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-27875147766604368932009-03-10T03:17:00.000-07:002009-03-10T03:20:06.564-07:0013 Sifat Perempuan Yang Tidak Disukai Laki-LakiOleh: Ulis Tofa, Lc<br />Sehingga tidak ada pertanyaan lagi oleh para istri mulai saat ini, tentang sebab mengapa para suami mereka lari dari rumah. Karena salah satu Pusat Kajian di Eropa telah mengadakan survai seputar 20 sifat perempuan yang paling tidak disukai laki-laki. Survai ini diikuti oleh dua ribu (2000) peserta laki-laki dari beragam umur, beragam wawasan dan beragam tingkat pendidikan.<br /><br />Survai itu menguatkan bahwa ada 13 sifat atau tipe perempuan yang tidak disukai laki-laki:<br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight:bold;">Pertama, perempuan yang kelaki-lakian, “mustarjalah”</span><br /><br />Perempuan tipe ini menempati urutan pertama dari sifat yang paling tidak disukai laki-laki. Padahal banyak perempuan terpandang berkeyakinan bahwa laki-laki mencintai perempuan “yang memiliki sifat perkasa”. Namun survai itu justru sebaliknya, bahwa para peserta survai dari kalangan laki-laki menguatkan bahwa perempuan seperti ini telah hilang sifat kewanitannya secara fitrah. Mereka menilai bahwa perangai itu tidak asli milik perempuan. Seperti sifat penunjukan diri lebih kuat secara fisik, sebagaimana mereka menyaingi laki-laki dalam berbagai bidang kerja, terutama bidang yang semestinya hanya untuk laki-laki… Mereka bersuara lantang menuntut haknya dalam dunia kepemimpinan dan jabatan tinggi! Sebagian besar pemuda yang ikut serta dalam survai ini mengaku tidak suka berhubungan dengan tipe perempuan seperti ini.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kedua, perempuan yang tidak bisa menahan lisannya “Tsartsarah”</span><br /><br />Tipe perempuan ini menempati urutan kedua dari sifat yang tidak disukai laki-laki, karena perempuan yang banyak omong dan tidak memberi kesempatan orang lain untuk berbicara, menyampaikan pendapatnya, umumnya lebih banyak memaksa dan egois. Karena itu kehidupan rumah tangga terancam tidak bisa bertahan lebih lama, bahkan berubah menjadi “neraka”.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Ketiga, perempuan materialistis “Maaddiyah”</span><br /><br />Adalah tipe perempuan yang orientasi hidupnya hanya kebendaan dan materi. Segala sesuatu dinilai dengan harga dan uang. Tidak suka ada pengganti selain materi, meskipun ia lebih kaya dari suaminya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Keempat, perempuan pemalas “muhmalah”</span><br /><br />Tipe perempuan ini menempati urutan keempat dari sifat perempuan yang tidak disukai laki-laki.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kelima, perempuan bodoh “ghobiyyah”</span><br /><br />Yaitu tipe perempuan yang tidak memiliki pendapat, tidak punya ide dan hanya bersikap pasif.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Keenam, perempuan pembohong “kadzibah”</span><br /><br />Tipe perempuan yang tidak bisa dipercaya, suka berbohong, tidak berkata sebenarnya, baik menyangkut masalah serius, besar atau masalah sepele dan remah. Tipe perempuan ini sangat ditakuti laki-laki, karena tidak ada yang bisa dipercaya lagi dari segala sisinya, dan umumnya berkhianat terhadap suaminya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Ketujuh, perempuan yang mengaku serba hebat “mutabahiyah”</span><br /><br />Tipe perempuan ini selalu menyangka dirinya paling pintar, ia lebih hebat dibandingkan dengan lainnya, dibandingkan suaminya, anaknya, di tempat kerjanya, dan kedudukan materi lainnya…<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kedelapan, perempuan sok jagoan, tidak mau kalah dengan suaminya</span><br /><br />Tipe perempuan yang selalu menunjukkan kekuatan fisiknya setiap saat.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kesembilan, perempuan yang iri dengan perempuan lainnya.</span><br /><br />Adalah tipe perempuan yang selalu menjelekkan perempuan lain.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kesepuluh, perempuan murahan “mubtadzilah”</span><br /><br />Tipe perempuan pasaran yang mengumbar omongannya, perilakunya, menggadaikan kehormatan dan kepribadiannya di tengah-tengah masyarakat.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kesebelas, perempuan yang perasa “syadidah hasasiyyah”</span><br /><br />Tipe perempuan seperti ini banyak menangis yang mengakibatkan laki-laki terpukul dan terpengaruh semenjak awal. Suami menjadi masyghul dengan sikap cengengnya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Keduabelas, perempuan pencemburu yang berlebihan “ghayyur gira zaidah”</span><br /><br />Sehingga menyebabkan kehidupan suaminya terperangkap dalam perselisihan, persengketaan tak berkesudahan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Ketigabelas, perempuan fanatis “mumillah”</span><br /><br />Model perempuan yang tidak mau menerima perubahan, nasehat dan masukan meskipun itu benar dan ia membutuhkannya. Ia tidak mau menerima perubahan dari suaminya atau anak-anaknya, baik dalam urusan pribadi atau urusan rumah tangganya secara umum. Model seperti ini memiliki kemampuan untuk nerimo dengan satu kata, satu cara, setiap harinya selama tiga puluh tahun, tanpa ada rasa jenuh!<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Ketika Laki-Laki Memilih</span><br /><br />Dari hasil survai di Eropa itu, dikomparasikan dengan pendapat banyak kalangan dari para pemuda, para suami seputar hasil survai itu, maka bisa kita lihat pendapatnya sebagai berikut:<br /><br />Sebut saja namanya Muhammad Yunus (36) tahun, menikah semenjak sebelas tahun, ia berkomentar:<br /><br />“Saya sepakat dengan hasil survai itu. Terutama sifat “banyak omong dan malas”. Tidak ada sifat yang lebih jelek dari perilaku mengumbar omongan, tidak bisa menahan lisan, siang-malam dalam setiap perbincangan, baik berbincangan serius atau canda, menjadikan suaminya dalam kondisi sempit, dan marah, apalagi suaminya telah menjalankan pekerjaan berat di luar, di mana ia membutuhkan ketenangan dan kejernihan pikiran di rumah.<br /><br />Saya baru mengetahui dari rekan saya yang memiliki istri model ini, tidak bisa menahan lisannya di setiap pembicaraan, setiap waktu dan dengan semua orang. Suaminya telah menasehatinya berulang kali, agar bisa menahan omongan, namun ia tidak menggubris nasehatnya sehingga berakhir dengan perceraian.<br /><br />Pada umumnya model istri yang banyak omong, itu lebih pemalas di rumahnya. Bagaimana ia menggunakan waktu yang cukup untuk mengurus rumah tangga dan anak-anaknya, sedangkan ia sibuk ngobrol dengan para tetangga dan teman?!.<br /><br />Jamil Abdul Hadi, sebut saja namanya begitu, insinyur berumur 34 tahun, menikah semenjak 9 tahun, ia berkomentar:<br /><br />“Tidak ada yang lebih buruk dari model perempuan yang materialistis, selalu menuntut setiap saat, meskipun suaminya menuruti permintaannya, ia terus meminta dan menuntut!!<br /><br />Tipe perempuan ini, sayangnya tidak mudah menerima perubahan menuju lebih baik, tidak gampang menyesuaikan diri dalam kehidupan apa adanya. Boleh jadi kondisi demikian berangkat dari asuhan semenjak kecilnya. Saya tidak diuji Allah dengan model perempuan seperti ini, namun justru saya diuji dengan istri perasa dan cengeng.<br /><br />Dengan tertawa Mahmud as Sayyid menerima hasil survai ini, ia berkomentar:<br /><br />“Demi Allah, sungguh menarik ada lembaga atau Pusat Study yang menggelar survai dengan pembahasan seputar ini. Survai ini meskipun memiki cara pandang dan penilaian yang berbeda-beda, namun terungkap bahwa cara pandang itu satu sama lain tidak saling bertentangan…”<br /><br />Lain lagi dengan Mahmud, sebut saja begitu. Belum menikah, mahasiswa di universitas. Ia berujar tentang mimpinya, yaitu istri yang akan mendampinginya, ia mengharap:<br /><br />“Pasti saya menginginkan tidak mendapatkan istri yang memiliki tipe sebagaimana hasil survai di atas. Tetapi mengingat tidak ada istri yang “sempurna”, karena itu saya masih mungkin menerima tipe perempuan di atas kecuali tipe perempuan pembohong. Istri pembohong akan lebih mudah mengkhianati, tidak menghormati hubungan suami-istri, tidak memelihara amanah, tidak bisa dipercaya. Setiap orang pada umumnya tidak menyenangi sifat bohong, baik laki-laki maupun perempuan itu sendiri. Karena akan berdampak negative pada anak-anaknya, karena anak-anak akan meniru dirinya!!.<br /><br />Ketika ia ditanya tentang tipe perempuan “kelaki-lakian”. Perempuan yang menyerupai laki-laki dalam segala hal dan menyanginya dalam segala hal. Ia berkomentar:<br /><br />“Tidak masalah berhubungan dengan istri tipe seperti ini, selagi sifat “kelaki-lakian” tidak mengalahkan dan mengibiri sifat aslinya. Selagi ia masih mengemban kerja dan tugas yang sesuai dengan tabiat perempuan, seperti nikah, mengandung, menyusui dan lainnya.”<br /><br />“Perempuan “kuat” menurut saya akan mengetahui bagaimana ia mengurus kebutuhan dirinya, mengarahkan dan mengatur keluarga dan anak-anaknya. Akan tetapi segala sesuatu ada batasnya yang tidak boleh diterjangnya. Sebagaimana seorang perempuan tidak suka terhadap laki-laki yang “banci”, seperti berbicara dan berperilaku layaknya perempuan. Sebagaimana juga laki-laki tidak suka terhadap perempuan yang mengedepankan sifat kelaki-lakian… segala sesuatu ada batas ma’kulnya. Jika melampaui batas sewajarnya, yang terjadi adalah dampak negatif.<br /><br />Tidak ada seorang istri yang “sempurna”. Dan memang ada berbedaan cara penilaian dan cara pandang antara laki-laki satu dengan laki-laki lain. Namun ada kaidah umum yang disepakati oleh samua. Yaitu menolak sikap bohong, penipu, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.”<br /><br />Semoga tulisan ini menambah informasi dan pengalaman buat para istri dan calon istri. Dan tentunya bermanfaat bagi laki-laki, sehingga para suami mampu bermuasyarah atau berhubungan dengan istri-istrinya dengan cara makruf, sebagaimana yang digariskan dalam Al qur’an. Allah swt berfirman:<br /><br />“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” Al Nisa’:19<br /><br />Dan karena perempuan “syaqaiqur rijal” saudara kembar laki-laki, yang seharusnya saling mengisi dan menyempurnakan, untuk membangun “baiti jannati” sehingga keduanya mampu bersinergi untuk mewujudkan citanya itu dalam pengembaraan kehidupan ini. Allahu a’lam<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-74137413960340856062009-03-10T03:15:00.000-07:002009-03-10T03:17:30.531-07:0013 Sifat Laki-laki Yang Tidak Disukai PerempuanOleh: DR. Amir Faishol Fath<br />Para istri atau kaum wanita adalah manusia yang juga mempunyai hak tidak suka kepada laki-laki karena beberapa sifa-sifatnya. Karena itu kaum lelaki tidak boleh egois, dan merasa benar. Melainkan juga harus memperhatikan dirinya, sehingga ia benar-benar bisa tampil sebagai seorang yang baik. Baik di mata Allah, pun baik di mata manusia, lebih-lebih baik di mata istri. Ingat bahwa istri adalah sahabat terdekat, tidak saja di dunia melainkan sampai di surga. Karena itulah perhatikan sifat-sifat berikut yang secara umum sangat tidak disukai oleh para istri atau kaum wanita. Semoga bermanfaat.<br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight:bold;">Pertama, Tidak Punya Visi</span><br /><br />Setiap kaum wanita merindukan suami yang mempunyai visi hidup yang jelas. Bahwa hidup ini diciptakan bukan semata untuk hidup. Melainkan ada tujuan mulia. Dalam pembukaan surah An Nisa’:1 Allah swt. Berfirman: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Dalam ayat ini Allah dengan tegas menjelaskan bahwa tujuan hidup berumah tangga adalah untuk bertakwa kepada Allah. Takwa dalam arti bersungguh mentaati-Nya. Apa yang Allah haramkan benar-benar dijauhi. Dan apa yang Allah perintahkan benar ditaati.<br /><br />Namun yang banyak terjadi kini, adalah bahwa banyak kaum lelaki atau para suami yang menutup-nutupi kemaksiatan. Istri tidak dianggap penting. Dosa demi dosa diperbuat di luar rumah dengan tanpa merasa takut kepada Allah. Ingat bahwa setiap dosa pasti ada kompensasinya. Jika tidak di dunia pasti di akhirat. Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang hancur karena keberanian para suami berbuat dosa. Padahal dalam masalah pernikahan Nabi saw. bersabda: “Pernikahan adalah separuh agama, maka bertakwalah pada separuh yang tersisa.”<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kedua, Kasar</span><br /><br />Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Ini menunjukkan bahwa tabiat wanita tidak sama dengan tabiat laki-laki. Karena itu Nabi saw. menjelaskan bahwa kalau wanita dipaksa untuk menjadi seperti laki-laki tulung rusuk itu akan patah. Dan patahnya berarti talaknya. Dari sini nampak bahwa kaum wanita mempunyai sifat ingin selalui dilindungi. Bukan diperlakukan secara kasar. Karena itu Allah memerintahkan para suami secara khusus agar menyikapi para istri dengan lemah lembut: Wa’aasyiruuhunna bil ma’ruuf (Dan sikapilah para istri itu dengan perlakuan yang baik) An Nisa: 19. Perhatikan ayat ini menggambarkan bahwa sikap seorang suami yang baik bukan yang bersikap kasar, melainkan yang lembut dan melindungi istri.<br /><br />Banyak para suami yang menganggap istri sebagai sapi perahan. Ia dibantai dan disakiti seenaknya. Tanpa sedikitpun kenal belas kasihan. Mentang-mentang badannya lebih kuat lalu memukul istri seenaknya. Ingat bahwa istri juga manusia. Ciptaan Allah. Kepada binatang saja kita harus belas kasihan, apalagi kepada manusia. Nabi pernah menggambarkan seseorang yang masuk neraka karena menyikas seekor kucing, apa lagi menyiksa seorang manusia yang merdeka.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Ketiga, Sombong</span><br /><br />Sombong adalah sifat setan. Allah melaknat Iblis adalah karena kesombongannya. Abaa wastakbara wakaana minal kaafiriin (Al Baqarah:34). Tidak ada seorang mahlukpun yang berhak sombong, karena kesombongan hanyalah hak priogatif Allah. Allah berfirman dalam hadits Qurdsi: “Kesombongan adalah selendangku, siapa yang menandingi aku, akan aku masukkan neraka.” Wanita adalah mahluk yang lembut. Kesombongan sangat bertentangan dengan kelembutan wanita. Karena itu para istri yang baik tidak suka mempunyai suami sombong.<br /><br />Sayangnya dalam keseharian sering terjadi banyak suami merasa bisa segalanya. Sehingga ia tidak mau menganggap dan tidak mau mengingat jasa istri sama sekali. Bahkan ia tidak mau mendengarkan ucapan sang istri. Ingat bahwa sang anak lahir karena jasa kesebaran para istri. Sabar dalam mengandung selama sembilan bulan dan sabar dalam menyusui selama dua tahun. Sungguh banyak para istri yang menderita karena prilaku sombong seorang suami.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Keempat, Tertutup</span><br /><br />Nabi saw. adalah contoh suami yang baik. Tidak ada dari sikap-sikapnya yang tidak diketahui istrinya. Nabi sangat terbuka kepada istri-istrinya. Bila hendak bepergian dengan salah seorang istrinya, nabi melakukan undian, agar tidak menimbulkan kecemburuan dari yang lain. Bila nabi ingin mendatangi salah seorang istrinya, ia izin terlebih dahulu kepada yang lain. Perhatikan betapa nabi sangat terbuka dalam menyikapi para istri. Tidak seorangpun dari mereka yang merasa didzalimi. Tidak ada seorang dari para istri yang merasa dikesampingkan.<br /><br />Kini banyak kejadian para suami menutup-nutupi perbuatannya di luar rumah. Ia tidak mau berterus terang kepada istrinya. Bila ditanya selalu jawabannya ngambang. Entah ada rapat, atau pertemuan bisnis dan lain sebagainya. Padahal tidak demikian kejadiannya. Atau ia tidak mau berterus terang mengenai penghasilannya, atau tidak mau menjelaskan untuk apa saja pengeluaran uangnya. Sikap semacam ini sungguh sangat tidak disukai kaum wanita. Banyak para istri yang tersiksa karena sikap suami yang begitu tertutup ini.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kelima, Plinplan</span><br /><br />Setiap wanita sangat mendambakan seorang suami yang mempunyai pendirian. Bukan suami yang plinplan. Tetapi bukan diktator. Tegas dalam arti punya sikap dan alasan yang jelas dalam mengambil keputusan. Tetapi di saat yang sama ia bermusyawarah, lalu menentukan tindakan yang harus dilakukan dengan penuh keyakinan. Inilah salah satu makna qawwam dalam firman Allah: arrijaalu qawwamuun alan nisaa’ (An Nisa’:34).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Keenam, Pembohong</span><br /><br />Banyak kejadian para istri tersiksa karena sang suami suka berbohong. Tidak mau jujur atas perbuatannya. Ingat sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh ke tanah. Kebohongan adalah sikap yang paling Allah benci. Bahkan Nabi menganggap kebohongan adalah sikap orang-orang yang tidak beriman. Dalam sebuah hadits Nabi pernah ditanya: hal yakdzibul mukmin (apakah ada seorang mukmin berdusta?) Nabi menjawab: Laa (tidak). Ini menunjukkan bahwa berbuat bohong adalah sikap yang bertentangan dengan iman itu sendiri.<br /><br />Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang bubar karena kebohongan para suami. Ingat bahwa para istri tidak hanya butuh uang dan kemewahan dunia. Melainkan lenbih dari itu ia ingin dihargai. Kebohongan telah menghancurkan harga diri seorang istri. Karena banyak para istri yang siap dicerai karena tidak sanggup hidup dengan para sumai pembohong.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Ketujuh, Cengeng</span><br /><br />Para istri ingin suami yang tegar, bukan suami yang cengeng. Benar Abu Bakar Ash Shiddiq adalah contoh suami yang selalu menangis. Tetapi ia menangis bukan karena cengeng melainkan karena sentuhan ayat-ayat Al Qur’an. Namun dalam sikap keseharian Abu Bakar jauh dari sikap cengeng. Abu Bakar sangat tegar dan penuh keberanian. Lihat sikapnya ketika menghadapi para pembangkang (murtaddin), Abu Bakar sangat tegar dan tidak sedikitpun gentar.<br /><br />Suami yang cenging cendrung nampak di depan istri serba tidak meyakinkan. Para istri suka suami yang selalu gagah tetapi tidak sombong. Gagah dalam arti penuh semangat dan tidak kenal lelah. Lebih dari itu tabah dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kedelapan, Pengecut</span><br /><br />Dalam sebuah doa, Nabi saw. minta perlindungan dari sikap pengecut (a’uudzubika minal jubn), mengapa? Sebab sikap pengecut banyak menghalangi sumber-sumber kebaikan. Banyak para istri yang tertahan keinginannya karena sikap pengecut suaminya. Banyak para istri yang tersiksa karena suaminya tidak berani menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Nabi saw. terkenal pemberani. Setiap ada pertempuran Nabi selalu dibarisan paling depan. Katika terdengar suara yang menakutkan di kota Madinah, Nabi saw. adalah yang pertama kaluar dan mendatangi suara tersebut.<br /><br />Para istri sangat tidak suka suami pengecut. Mereka suka pada suami yang pemberani. Sebab tantangan hidup sangat menuntut keberanian. Tetapi bukan nekad, melainkan berani dengan penuh pertimbangan yang matang.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kesembilan, Pemalas</span><br /><br />Di antara doa Nabi saw. adalah minta perlindingan kepada Allah dari sikap malas: allahumma inni a’uudzubika minal ‘ajizi wal kasal , kata kasal artinya malas. Malas telah membuat seseorang tidak produktif. Banyak sumber-sumber rejeki yang tertutup karena kemalasan seorang suami. Malas sering kali membuat rumah tangga menjadi sempit dan terjepit. Para istri sangat tidak suka kepada seorang suami pemalas. Sebab keberadaanya di rumah bukan memecahkan masalah melainkan menambah permasalah. Seringkali sebuah rumah tangga diwarnai kericuhan karena malasnya seorang suami.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kesepuluh, Cuek Pada Anak</span><br /><br />Mendidik anak tidak saja tanggung jawab seorang istri melainkan lebih dari itu tanggung jawab seorang suami. Perhatikan surat Luqman, di sana kita menemukan pesan seorang ayah bernama Luqman, kepada anaknya. Ini menunjukkan bahwa seorang ayah harus menentukan kompas jalan hidup sang anak. Nabi saw. Adalah contoh seorang ayah sejati. Perhatiannya kepada sang cucu Hasan Husain adalah contoh nyata, betapa beliau sangat sayang kepada anaknya. Bahkan pernah berlama-lama dalam sujudnya, karena sang cucu sedang bermain-main di atas punggungnya.<br /><br />Kini banyak kita saksikan seorang ayah sangat cuek pada anak. Ia beranggapan bahwa mengurus anak adalah pekerjaan istri. Sikap seperti inilah yang sangat tidak disukai para wanita.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kesebelas, Menang Sendiri</span><br /><br />Setiap manusia mempunyai perasaan ingin dihargai pendapatnya. Begitu juga seorang istri. Banyak para istri tersiksa karena sikap suami yang selalu merasa benar sendiri. Karena itu Umar bin Khaththab lebih bersikap diam ketika sang istri berbicara. Ini adalah contoh yang patut ditiru. Umar beranggapan bahwa adalah hak istri mengungkapkan uneg-unegnya sang suami. Sebab hanya kepada suamilah ia menemukan tempat mencurahkan isi hatinya. Karena itu seorang suami hendaklah selalu lapang dadanya. Tidak ada artinya merasa menang di depan istri. Karena itu sebaik-baik sikap adalah mengalah dan bersikap perhatian dengan penuh kebapakan. Sebab ketika sang istri ngomel ia sangat membutuhkan sikap kebapakan seorang suami. Ada pepetah mengatakan: jadilah air ketika salah satunya menjadi api.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Keduabelas, Jarang Komunikasi</span><br /><br />Banyak para istri merasa kesepian ketika sang suami pergi atau di luar rumah. Sebaik-baik suami adalah yang selalu mengontak sang istri. Entah denga cara mengirim sms atau menelponnya. Ingat bahwa banyak masalah kecil menjadi besar hanya karena miskomunikasi. Karena itu sering berkomukasi adalah sangat menentukan dalam kebahagiaan rumah tangga.<br /><br />Banyak para istri yang merasa jengkel karena tidak pernah dikontak oleh suaminya ketika di luar rumah. Sehingga ia merasa disepelekan atau tidak dibutuhkan. Para istri sangat suka kepada para suami yang selalu mengontak sekalipun hanya sekedar menanyakan apa kabarnya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Ketigabelas, Tidak Rapi dan Tidak Harum</span><br /><br />Para istri sangat suka ketika suaminya selalu berpenampilan rapi. Nabi adalah contoh suami yang selalu rapi dan harum. Karena itu para istrinya selalu suka dan bangga dengan Nabi. Ingat bahwa Allah Maha indah dan sangat menyukai keindahan. Maka kerapian bagian dari keimanan. Ketika seorang suami rapi istri bangga karena orang-orang pasti akan berkesan bahwa sang istri mengurusnya. Sebaliknya ketika sang suami tidak rapi dan tidak harum, orang-orang akan berkesan bahwa ia tidak diurus oleh istrinya. Karena itu bagi para istri kerapian dan kaharuman adalah cermin pribadi istri. Sungguh sangat tersinggung dan tersiksa seorang istri, ketika melihat suaminya sembarangan dalam penampilannya dan menyebarkan bahu yang tidak enak. Allahu a’lam<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-13233179145208313952009-03-10T03:13:00.000-07:002009-03-10T03:14:54.646-07:00Pernikahan sebagai Landasan Menuju Keluarga SakinahOleh: Hj. Yoyoh Yusroh, SPdi.<br />Dalam Annual Report tahun 2004, UNFPA sebuah badan PBB yang menangani masalah kependudukan antara lain merekomendasikan perlunya penanganan serius terhadap hubungan antar generasi yang kurang harmonis, serta perhatian lebih besar terhadap masalah remaja.<br /><br />Rekomendasi tersebut tampaknya cukup beralasan bila kita cermati realitas kondisi sosial masyarakat. Di Jakarta misalnya, tawuran pelajar belum juga mereda. Penggunaan NAZA bahkan sudah merambah pedesaan, juga fakta pelacuran ABG yang membuat kita semua terperangah. Angka pengidap HIV dipercaya berkisar ratusan ribu orang sampai tahun 2010 nanti, dan akhirnya hati kita semakin terpilin perih oleh kenyataan merebaknya anak jalanan akhir-akhir ini.<br /><span class="fullpost"><br />Penelaahan kita pada berbagai fakta di atas membawa kita pada perkiraan “something wrong is going on“. Kita dihadapkan pada kenyataan kegelisahan sosial yang semakin bergolak. Kita melihat wajah-wajah hampa tak tentu tujuan, kita pun bisa merasakan ada hati-hati yang sepah, senyap, dan begitu asing dari kehangatan. Kita tahu itu semua. Hanya kemudian, kita belum memutuskan, apakah kita akan sungguh sungguh hadir dan menghadirkan realitas itu dalam ruang kepedulian kita?<br /><br />Berbagai ekspresi ketidakseimbangan sosial yang kita lihat menggambarkan kebutuhan yang sangat mendesak terhadap situasi yang lebih kondusif sesuai fitrah manusia. Situasi yang membuat semua orang menjadi berdaya dan mampu menghadapi berbagai terpaan sosial. Situasi yang sedemikian itu, keluargalah yang mampu memberikannya.<br /><br />Keluarga sebagai basis inti masyarakat, adalah wahana yang paling tepat untuk memberdayakan manusia dan ‘mencekal’ berbagai bentuk frustasi sosial, ini adalah hal yang aksiomatis dan universal. Masyarakat Eropa misalnya, saat ini para sosiolog mereka merasa gelisah karena prediksi kepunahan bangsa. Betapa tidak, tatanan, sakralitas dan antusiasme terhadap keluarga sudah tipis sekali di kalangan muda mereka. Ini tentu saja berdampak buruk terhadap angka pertumbuhan penduduk. Hingga iming-iming berbagai hadiah dan fasilitas dari pemerintah bagi ibu yang melahirkan dan keluarganya, tidak membuat mereka bergeming. Berbagai penyakit sosial pun muncul. Mulai dari angka bunuh diri yang tinggi hingga anomali kemanusiaan yang lain.<br /><br />Ini adalah saat yang tepat untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap keluarga, khususnya dalam skala nasional. Berbagai pelajaran di atas menyuarakan hal ini. Dan ini adalah tugas kita bersama.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">I. Arti Pernikahan dalam Islam</span><br /><br />Dalam menganjurkan ummatnya untuk melakukan pernikahan, Islam tidak semata-mata beranggapan bahwa pernikahan merupakan sarana yang sah dalam pembentukan keluarga, bahwa pernikahan bukanlah semata sarana terhormat untuk mendapatkan anak yang sholeh, bukan semata cara untuk mengekang penglihatan, memelihara fajar atau hendak menyalurkan biologis, atau semata menyalurkan naluri saja. Sekali lagi bukan alasan tersebut di atas. Akan tetapi lebih dari itu Islam memandang bahwa pernikahan sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemayarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi ummat Islam.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">II. Fungsi Keluarga dalam Islam</span><br /><br />Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, perlu diberdayakan fungsinya agar dapat mensejahterakan ummat secara keseluruhan. Dalam Islam fungsi keluarga meliputi :<br /><br /><span style="font-weight:bold;">A. Penerus Misi Ummat Islam</span><br /><br />Dalam sejarah dapat kita lihat, bagaimana Islam sanggup berdiri tegap dan tegar dalam menghadapi berbagai ancaman dan bahaya, bahkan Islam dapat menyapu bersih kekuatan musryik dan sesat yang ada, terlebih kekuatan Romawi dan Persia yang pada waktu itu merupakan Negara adikuasa di dunia.<br />Menurut riwayat Abu Zar’ah Arrozi bahwa jumlah kaum muslimin ketika Rasulullah Saw wafat sebanyak 120.000 orang pria dan wanita [1]. Para sahabat sebanyak itu kemudian berguguran dalam berbagai peperangan, ada yang syahid dalam perang jamal atau perang Shiffin. Namun sebagian besar dari para syuhada itu telah meninggalkan keturunan yang berkah sehingga muncullah berpuluh “singa” yang semuanya serupa dengan sang ayah dalam hal kepahlawanan dan keimanan. Kaum muslimin yang jujur tersebut telah menyambut pengarahan Nabi-nya: “Nikah-lah kalian, sesungguhnya aku bangga dengan jumlah kalian dari ummat lainnya, dan janganlah kalian berfaham seperti rahib nashrani” [2].<br /><br />Demikianlah, berlomba-lomba untuk mendapatkan keturunan yang bermutu merupakan faktor penting yang telah memelihara keberadaan ummat Islam yang sedikit. Pada waktu itu menjadi pendukung Islam dalam mempertahankan kehidupannya.<br /><br />B. Perlindungan Terhadap Akhlaq<br /><br />Islam memandang pembentukan keluarga sebagai sarana efektif memelihara pemuda dari kerusakan dan melidungi masyarakat dari kekacauan. Karena itulah bagi pemuda yang mampu dianjurkan untuk menyambut seruan Rosul.<br /><br />“Wahai pemuda! Siapa di antara kalian berkemampuan maka menikahlah. Karena nikah lebih melindungi mata dan farji, dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah shoum, karena shoum itu baginya adalah penenang” ( HR.AL-Khosah dari Abdullah bin Mas’ud ).<br /><br />C. Wahana Pembentukan Generasi Islam<br /><br />Pembentukan generasi yang handal, utamanya dilakukan oleh keluarga, karena keluargalah sekolah kepribadian pertama dan utama bagi seorang anak. Penyair kondang Hafidz Ibrohim mengatakan: “Ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya. Bila engaku mendidiknya berarti engkau telah menyiapkan bangsa yang baik perangainya“. Ibu sangat berperan dalam pendidikan keluarga, sementara ayah mempunyai tugas yang penting yaitu menyediakan sarana bagi berlangsungnya pendidikan tersebut. Keluarga-lah yang menerapkan sunnah Rosul sejak bangun tidur, sampai akan tidur lagi, sehingga bimbingan keluarga dalam melahirkan generasi Islam yang berkualitas sangat dominan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">D. Memelihara Status Sosial dan Ekonomi</span><br /><br />Dalam pembentukan keluarga, Islam mempunyai tujuan untuk mewujudkan ikatan dan persatuan. Dengan adanya ikatan keturunan maka diharapkan akan mempererat tali persaudaraan anggota masyarakat dan antar bangsa.<br /><br />Islam memperbolehkan pernikahan antar bangsa Arab dan Ajam (non Arab), antara kulit hitam dan kulit putih, antara orang Timur dan orang Barat. Berdasarkan fakta ini menunjukkan bahwa Islam sudah mendahului semua “sistem Demokrasi ” dalam mewujudkan persatuan Ummat manusia. Bernard Shaw mengatakan:<br /><br />“Islam adalah agama kebebasan bukan agama perbudakan, ia telah merintis dan mengupayakan terbentuknya persaudaraan Islam sejak Seribu Tiga Ratus Lima Puluh tahun yang lalu, suatu prinsip yang tidak pernah dikenal oleh bangsa Romawi, tidak pernah ditemukan oleh bangsa Eropa dan bahkan Amerika Modern sekalipun “.<br /><br />Selanjutnya mengatakan:<br /><br />“Apabila Anda bertanya kepada seorang Arab atau India atau Persia atau Afganistan, siapa anda? Mereka akan menjawab “Saya Muslim (orang Islam)”. Akan tetapi apabila anda bertanya pada orang Barat maka ia akan menjawab “Saya orang Inggris, saya orang Itali, saya orang Perancis”. Orang Barat telah melepaskan ikatan agama, dan mereka berpegang teguh pada ikatan darah dan tanah air” [3].<br /><br />Untuk menjamin hubungan persudaraan yang akrab antara anak-anak satu agama, maka Islam menganjurkan dilangsungkannya pernikahan dengan orang-orang asing (jauh), karena dengan tujuan ini akan terwujud apa-apa yang tidak pernah direalisasikan melalui pernikahan keluarga dekat.<br /><br />Selain fungsi sosial, fungsi ekonomi dalam berkeluarga juga akan nampak. Mari kita simak hadist Rosul “Nikahilah wanita, karena ia akan mendatangkan Maal” (HR. Abu Dawud, dari Urwah RA). Maksud dari hadist tersebut adalah bahwa perkawinan merupakan sarana untuk mendapatkan keberkahan, karena apabila kita bandingkan antara kehidupan bujangan dengan yang telah berkeluarga, maka akan kita dapatkan bahwa yang telah berkeluarga lebih hemat dan ekonomis dibandingkan dengan yang bujangan. Selain itu orang yang telah berkeluarga lebih giat dalam mencari nafkah karena perasaan bertanggung jawab pada keluarga daripada para bujangan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">E. Menjaga Kesehatan</span><br /><br />Ditinjau dari segi kesehatan, pernikahan berguna untuk memelihara para pemuda dari kebiasaan onani yang banyak menguras tenaga, dan juga dapat mencegah timbulnya penyakit kelamin.<br /><br />F. Memantapkan Spiritual (Ruhiyyah)<br /><br />Pernikahan berfungsi sebagai pelengkap, karena ia setengah dari keimanan dan pelapang jalan menuju sabilillah, hati menjadi bersih dari berbagai kecendrungan dan jiwa menjadi terlindung dari berbagai waswas.<br /><br />III. Menegakkan Keluarga Sakinah sebagai Salah SAtu Fungsi Keluarga<br /><br />Selain fungsi keluarga tersebut di atas, fungsi kesakinahan merupakan kebutuhan setiap manusia. Karena keluarga sakinah yang berarti: keluarga yang terbentuk dari pasangan suami istri yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan nilai-nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam suasana mawaddah warahmah. Sebagaimana dianjurkan Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya:<br /><br />“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ia ciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenang kepadanya dan dijadikannya diantaramu rasa cinta dan kasih saying. Sesungguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. Ar-Ruum:21)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Faktor-Faktor Pembentukan Keluarga Sakinah</span><br /><br />A. Faktor Utama:<br /><br />Untuk membentuk keluarga sakinah, dimulai dari pranikah, pernikahan, dan berkeluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain :<br /><br />1. Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami<br /><br />a. Menjadikannya sebagai Qowwam (yang bertanggung jawab)<br /><br /> * Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan<br /> * Suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap keadaan kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam.<br /><br />b. Menjaga kehormatan diri<br /><br /> * Menjaga akhlak dalam pergaulan<br /> * Menjaga izzah suami dalam segala hal<br /> * Tidak memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa seizin suami<br /><br />c. Berkhidmat kepada suami<br /><br /> * Menyiapkan dan melayani kebutuhan lahir batin suami<br /> * Menyiapkan keberangkatan<br /> * Mengantarkan kepergian<br /> * Suara istri tidak melebihi suara suami<br /> * Istri menghargai dan berterima kasih terhadap perlakuan dan pemberian suami<br /><br />2. Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri<br /><br />a. Istri berhak mendapat mahar<br /><br />b. Mendapat perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir batin<br /><br /> * Mendapat nafkah: sandang, pangan, papan<br /> * Mendapat pengajaran Diinul Islam<br /> * Suami memberikan waktu untuk memberikan pelajaran<br /> * Memberi izin atau menyempatkan istrinya untuk belajar kepada seseorang atau lembaga dan mengikuti perkembangan istrinya<br /> * Suami memberi sarana untuk belajar<br /> * Suami mengajak istri untuk menghadiri majlis ta’lim, seminar atau ceramah agama<br /><br />c. Mendapat perlakuan baik, lembut dan penuh kasih saying<br /><br /> * Berbicara dan memperlakukan istri dengan penuh kelembutan lebih-lebih ketika haid, hamil dan paska lahir<br /> * Sekali-kali bercanda tanpa berlebihan<br /> * Mendapat kabar perkiraan waktu kepulangan<br /> * Memperhatikan adab kembali ke rumah<br /><br />B. Faktor Penunjang<br /><br />1. Realistis dalam kehidupan berkeluarga<br /><br /> * Realistis dalam memilih pasangan<br /> * Realistis dalam menuntut mahar dan pelaksanaan walimahan<br /> * Realistis dan ridho dengan karakter pasangan<br /> * Realistis dalam pemenuhan hak dan kewajiban<br /><br />2. Realistis dalam pendidikan anak<br /><br />Penanganan Tarbiyatul Awlad (pendidikan anak) memerlukan satu kata antara ayah dan ibu, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada anak. Dalam memberikan ridho’ah (menyusui) dan hadhonah (pengasuhan) hendaklah diperhatikan muatan:<br /><br /> * Tarbiyyah Ruhiyyah (pendidikan mental)<br /> * Tarbiyah Aqliyyah (pendidikan intelektual)<br /> * Tarbiyah Jasadiyyah (pendidikan Jasmani)<br /><br />3. Mengenal kondisi nafsiyyah suami istri<br /><br />4. Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah<br /><br />5. Membina hubungan baik dengan orang-orang terdekat<br /><br />a. Keluarga besar suami / istri<br />b. Tetangga<br />c. Tamu<br />d. Kerabat dan teman dekat<br /><br />6. Memiliki ketrampilan rumah tangga<br /><br />7. Memiliki kesadaran kesehatan keluarga<br /><br />C. Faktor Pemeliharaan<br /><br />1. Meningkatkan kebersamaan dalam berbagai aktifitas<br /><br />2. Menghidupkan suasana komunikatif dan dialogis<br /><br />3. Menghidupkan hal-hal yang dapat merusak kemesraan keluarga baik dalam sikap, penampilan maupun prilaku<br /><br />Demikianlah sekelumit tentang pernikahan dan pembentukan keluarga sakinah. Semoga Allah memberi kekuatan, kesabaran dan keberkahan kepada kita dalam membentuk keluarga sakinah yang mawaddah wa rahmah sehingga terealisir izzatul islam walmuslimin. Amin. []<br /><br />—<br /><br />Catatan Kaki:<br /><br />[1] Albidayah Wan Nihayah, oleh Ibnu Katsir 5:356, Al Ishobah fi Tamyizis Shohabah, Ibu Hajar 1:3<br /><br />[2] Al Jami’ Ash-shogir, oleh As-suyuthi, HR. Baihaqi dari hadits Abi Amanah RA<br /><br />[3] Majalah Al-Wa’yu, Jum 1969, Hal 6<br /><br />Daftar Pustaka:<br /><br /> 1. Al-qur’an Terjemahan<br /> 2. Al-Iroqi, Butsaiman As-sayyid. Rahasia Pernikahan yang bahagia, Cetakan I.Pustaka Azzam, Jakarta, Oktober 1997<br /> 3. Isa, Abdul Ghalib Ahmad. Pernikahan Islam, cetakan I, Pustaka Manthiq, Solo April 1997<br /> 4. Yusuf, Husein Muhammad. Keluarga Muslim dan Tantangannya, Cetakan 9, Gema Insani Press, Mei 1994<br /> 5. Hamid, Muhammad abdul Halim, Bagaimana membahagiakan Istri, Cetakan 2 Citra Islami Press, September 1993<br /> 6. Hawwa, Said, Panduan Membina Rumah Tangga Islami<br /> 7. Qardawi, prof. Dr. Yusuf, Ruang Lingkup Aktifitas wanita Muslimah, Pustaka Al-kautsar, Cetakan II, Juli 1996<br /><br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-4178820094204334942009-03-10T03:10:00.000-07:002009-03-10T03:11:56.535-07:0013 Hal Yang Disukai Pria Dari WanitaOleh: Mochamad Bugi<br />Cinta adalah fitrah manusia. Cinta juga salah satu bentuk kesempurnaan penciptaan yang Allah berikan kepada manusia. Allah menghiasi hati manusia dengan perasaan cinta pada banyak hal. Salah satunya cinta seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya.<br /><br />Rasa cinta bisa menjadi anugerah jika luapkan sesuai dengan bingkai nilai-nilai ilahiyah. Namun, perasaan cinta dapat membawa manusia ke jurang kenistaan bila diumbar demi kesenangan semata dan dikendalikan nafsu liar.<br /><br />Islam sebagai syariat yang sempurna, memberi koridor bagi penyaluran fitrah ini. Apalagi cinta yang kuat adalah salah satu energi yang bisa melanggengkan hubungan seorang pria dan wanita dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Karena itu, seorang pria shalih tidak asal dapat dalam memilih wanita untuk dijadikan pendamping hidupnya.<br /><br />Ada banyak faktor yang bisa menjadi sebab munculnya rasa cinta seorang pria kepada wanita untuk diperistri. Setidak-tidaknya seperti di bawah ini.<br /><br /><span class="fullpost"><br />1. Karena akidahnya yang Shahih<br /><br />Keluarga adalah salah satu benteng akidah. Sebagai benteng akidah, keluarga harus benar-benar kokoh dan tidak bisa ditembus. Jika rapuh, maka rusaklah segala-galanya dan seluruh anggota keluarga tidak mungkin selamat dunia-akhirat. Dan faktor penting yang bisa membantu seorang lelaki menjaga kekokohan benteng rumah tangganya adalah istri shalihah yang berakidah shahih serta paham betul akan peran dan fungsinya sebagai madrasah bagi calon pemimpin umat generasi mendatang.<br /><br />Allah menekankah hal ini dalam firmanNya, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah: 221)<br /><br />2. Karena paham agama dan mengamalkannya<br /><br />Ada banyak hal yang membuat seorang lelaki mencintai wanita. Ada yang karena kemolekannya semata. Ada juga karena status sosialnya. Tidak sedikit lelaki menikahi wanita karena wanita itu kaya. Tapi, kata Rasulullah yang beruntung adalah lelaki yang mendapatkan wanita yang faqih dalam urusan agamanya. Itulah wanita dambaan yang lelaki shalih.<br /><br />Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, ambillah wanita yang memiliki agama (wanita shalihah), kamu akan beruntung.” (Bukhari dan Muslim)<br /><br />Rasulullah saw. juga menegaskan, “Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang paling baik adalah wanita yang shalihah.” (Muslim, Ibnu Majah, dan Nasa’i).<br /><br />Jadi, hanya lelaki yang tidak berakal yang tidak mencintai wanita shalihah.<br /><br />3. Dari keturunan yang baik<br /><br />Rasulullah saw. mewanti-wanti kaum lelaki yang shalih untuk tidak asal menikahi wanita. “Jauhilah rumput hijau sampah!” Mereka bertanya, “Apakah rumput hijau sampah itu, ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Wanita yang baik tetapi tinggal di tempat yang buruk.” (Daruquthni, Askari, dan Ibnu ‘Adi)<br /><br />Karena itu Rasulullah saw. memberi tuntunan kepada kaum lelaki yang beriman untuk selektif dalam mencari istri. Bukan saja harus mencari wanita yang tinggal di tempat yang baik, tapi juga yang punya paman dan saudara-saudara yang baik kualitasnya. “Pilihlah yang terbaik untuk nutfah-nutfah kalian, dan nikahilah orang-orang yang sepadan (wanita-wanita) dan nikahilah (wanita-wanitamu) kepada mereka (laki-laki yang sepadan),” kata Rasulullah. (Ibnu Majah, Daruquthni, Hakim, dan Baihaqi).<br /><br />“Carilah tempat-tempat yang cukup baik untuk benih kamu, karena seorang lelaki itu mungkin menyerupai paman-pamannya,” begitu perintah Rasulullah saw. lagi. “Nikahilah di dalam “kamar” yang shalih, karena perangai orang tua (keturunan) itu menurun kepada anak.” (Ibnu ‘Adi)<br /><br />Karena itu, Utsman bin Abi Al-’Ash Ats-Tsaqafi menasihati anak-anaknya agar memilih benih yang baik dan menghindari keturunan yang jelek. “Wahai anakku, orang menikah itu laksana orang menanam. Karena itu hendaklah seseorang melihat dulu tempat penanamannya. Keturunan yang jelek itu jarang sekali melahirkan (anak), maka pilihlah yang baik meskipun agak lama.”<br /><br />4. Masih gadis<br /><br />Siapapun tahu, gadis yang belum pernah dinikahi masih punya sifat-sifat alami seorang wanita. Penuh rasa malu, manis dalam berbahasa dan bertutur, manja, takut berbuat khianat, dan tidak pernah ada ikatan perasaan dalam hatinya. Cinta dari seorang gadis lebih murni karena tidak pernah dibagi dengan orang lain, kecuali suaminya.<br /><br />Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan menikah dengan gadis. “Hendaklah kalian menikah dengan gadis, karena mereka lebih manis tutur katanya, lebih mudah mempunyai keturunan, lebih sedikit kamarnya dan lebih mudah menerima yang sedikit,” begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi.<br /><br />Tentang hal ini A’isyah pernah menanyakan langsung ke Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau turun di sebuah lembah lalu pada lembah itu ada pohon yang belum pernah digembalai, dan ada pula pohon yang sudah pernah digembalai; di manakah engkau akan menggembalakan untamu?” Nabi menjawab, “Pada yang belum pernah digembalai.” Lalu A’isyah berkata, “Itulah aku.”<br /><br />Menikahi gadis perawan akan melahirkan cinta yang kuat dan mengukuhkan pertahanan dan kesucian. Namun, dalam kondisi tertentu menikahi janda kadang lebih baik daripada menikahi seorang gadis. Ini terjadi pada kasus seorang sahabat bernama Jabir.<br /><br />Rasulullah saw. sepulang dari Perang Dzat al-Riqa bertanya Jabir, “Ya Jabir, apakah engkau sudah menikah?” Jabir menjawab, “Sudah, ya Rasulullah.” Beliau bertanya, “Janda atau perawan?” Jabir menjawab, “Janda.” Beliau bersabda, “Kenapa tidak gadis yang engkau dapat saling mesra bersamanya?” Jabir menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah gugur di medan Uhud dan meninggalkan tujuh anak perempuan. Karena itu aku menikahi wanita yang dapat mengurus mereka.” Nabi bersabda, “Engkau benar, insya Allah.”<br /><br />5. Sehat jasmani dan penyayang<br /><br />Sahabat Ma’qal bin Yasar berkata, “Seorang lelaki datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang baik dan cantik, namun ia tidak bisa melahirkan. Apa sebaiknya aku menikahinya?” Beliau menjawab, “Jangan.” Selanjutnya ia pun menghadap Nabi saw. untuk kedua kalinya, dan ternyata Nabi saw. tetap mencegahnya. Kemudian ia pun datang untuk ketiga kalinya, lalu Nabi saw. bersabda, “Nikahilah wanita yang banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain.” (Abu Dawud dan Nasa’i).<br /><br />Karena itu, Rasulullah menegaskan, “Nikahilah wanita-wanita yang subur dan penyayang. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian dari umat lain.” (Abu Daud dan An-Nasa’i)<br /><br />6. Berakhlak mulia<br /><br />Abu Hasan Al-Mawardi dalam Kitab Nasihat Al-Muluk mengutip perkataan Umar bin Khattab tentang memilih istri baik merupakan hak anak atas ayahnya, “Hak seorang anak yang pertama-tama adalah mendapatkan seorang ibu yang sesuai dengan pilihannya, memilih wanita yang akan melahirkannya. Yaitu seorang wanita yang mempunyai kecantikan, mulia, beragama, menjaga kesuciannya, pandai mengatur urusan rumah tangga, berakhlak mulia, mempunyai mentalitas yang baik dan sempurna serta mematuhi suaminya dalam segala keadaan.”<br /><br />7. Lemah-lembut<br /><br />Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari A’isyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wahai A’isyah, bersikap lemah lembutlah, karena sesungguhnya Allah itu jika menghendaki kebaikan kepada sebuah keluarga, maka Allah menunjukkan mereka kepada sifat lembah lembut ini.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Jika Allah menghendaki suatu kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah memasukkan sifat lemah lembut ke dalam diri mereka.”<br /><br />8. Menyejukkan pandangan<br /><br />Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah mau aku kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dari seorang wanita? (Yaitu) wanita shalihah adalah wanita yang jika dilihat oleh suaminya menyenangkan, jika diperintah ia mentaatinya, dan jika suaminya meninggalkannya ia menjaga diri dan harta suaminya.” (Abu daud dan An-Nasa’i)<br /><br />“Sesungguhnya sebaik-baik wanitamu adalah yang beranak, besar cintanya, pemegang rahasia, berjiwa tegar terhadap keluarganya, patuh terhadap suaminya, pesolek bagi suaminya, menjaga diri terhadap lelaki lain, taat kepada ucapan dan perintah suaminya dan bila berdua dengan suami dia pasrahkan dirinya kepada kehendak suaminya serta tidak berlaku seolah seperti lelaki terhadap suaminya,” begitu kata Rasulullah saw. lagi.<br /><br />Maka tak heran jika Asma’ binti Kharijah mewasiatkan beberapa hal kepada putrinya yang hendak menikah. “Engkau akan keluar dari kehidupan yang di dalamnya tidak terdapat keturunan. Engkau akan pergi ke tempat tidur, di mana kami tidak mengenalinya dan teman yang belum tentu menyayangimu. Jadilah kamu seperti bumi bagi suamimu, maka ia laksana langit. Jadilah kamu seperti tanah yang datar baginya, maka ia akan menjadi penyangga bagimu. Jadilah kamu di hadapannya seperti budah perempuan, maka ia akan menjadi seorang hamba bagimu. Janganlah kamu menutupi diri darinya, akibatnya ia bisa melemparmu. Jangan pula kamu menjauhinya yang bisa mengakibatkan ia melupakanmu. Jika ia mendekat kepadamu, maka kamu harus lebih mengakrabinya. Jika ia menjauh, maka hendaklah kamu menjauh darinya. Janganlah kami menilainya kecuali dalam hal-hal yang baik saja. Dan janganlah kamu mendengarkannya kecuali kamu menyimak dengan baik dan jangan kamu melihatnya kecuali dengan pandangan yang menyejukan.”<br /><br />9. Realistis dalam menuntut hak dan melaksanakan kewajiban<br /><br />Salah satu sifat terpuji seorang wanita yang patut dicintai seorang lelaki shalih adalah qana’ah. Bukan saja qana’ah atas segala ketentuan yang Allah tetapkan dalam Al-Qur’an, tetapi juga qana’ah dalam menerima pemberian suami. “Sebaik-baik istri adalah apabila diberi, dia bersyukur; dan bila tak diberi, dia bersabar. Engkau senang bisa memandangnya dan dia taat bila engkau menyuruhnya.” Karena itu tak heran jika acapkali melepas suaminya di depan pintu untuk pergi mencari rezeki, mereka berkata, “Jangan engkau mencari nafkah dari barang yang haram, karena kami masih sanggup menahan lapar, tapi kami tidak sanggup menahan panasnya api jahanam.”<br /><br />Kata Rasulullah, “Istri yang paling berkah adalah yang paling sedikit biayanya.” (Ahmad, Al-Hakim, dan Baihaqi dari A’isyah r.a.)<br /><br />Tapi, “Para wanita mempunyai hak sebagaimana mereka mempunyai kewajiban menurut kepantasan dan kewajaran,” begitu firman Allah swt. di surah Al-Baqarah ayat 228. Pelayanan yang diberikan seorang istri sebanding dengan jaminan dan nafkah yang diberikan suaminya. Ini perintah Allah kepada para suami, “Berilah tempat tinggal bagi perempuan-perempuan seperti yang kau tempati. Jangan kamu sakiti mereka dengan maksud menekan.” (At-Thalaq: 6)<br /><br />10. Menolong suami dan mendorong keluarga untuk bertakwa<br /><br />Istri yang shalihah adalah harta simpanan yang sesungguhnya yang bisa kita jadikan tabungan di dunia dan akhirat. Iman Tirmidzi meriwayatkan bahwa sahabat Tsauban mengatakan, “Ketika turun ayat ‘walladzina yaknizuna… (orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah), kami sedang bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan. Lalu, sebagian dari sahabat berkata, “Ayat ini turun mengenai emas dan perak. Andaikan kami tahu ada harta yang lebih baik, tentu akan kami ambil”. Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Yang lebih utama lagi adalah lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, dan istri shalihah yang akan membantu seorang mukmin untuk memelihara keimanannya.”<br /><br />11. Mengerti kelebihan dan kekurangan suaminya<br /><br />Nailah binti Al-Fafishah Al-Kalbiyah adalah seorang gadis muda yang dinikahkan keluarganya dengan Utsman bin Affan yang berusia sekitar 80 tahun. Ketika itu Utsman bertanya, “Apakah kamu senang dengan ketuaanku ini?” “Saya adalah wanita yang menyukai lelaki dengan ketuaannya,” jawab Nailah. “Tapi ketuaanku ini terlalu renta.” Nailah menjawab, “Engkau telah habiskan masa mudamu bersama Rasulullah saw. dan itu lebih aku sukai dari segala-galanya.”<br /><br />12. Pandai bersyukur kepada suami<br /><br />Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada suaminya, sedang ia sangat membutuhkannya.” (An-Nasa’i).<br /><br />13. Cerdas dan bijak dalam menyampaikan pendapat<br /><br />Siapa yang tidak suka dengan wanita bijak seperti Ummu Salamah? Setelah Perjanjian Hudhaibiyah ditandatangani, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk bertahallul, menyembelih kambing, dan bercukur, lalu menyiapkan onta untuk kembali pulang ke Madinah. Tetapi, para sabahat tidak merespon perintah itu karena kecewa dengan isi perjanjian yang sepertinya merugikan pihak kaum muslimin.<br /><br />Rasulullah saw. menemui Ummu Salamah dan berkata, “Orang Islam telah rusak, wahai Ummu Salamah. Aku memerintahkan mereka, tetapi mereka tidak mau mengikuti.”<br /><br />Dengan kecerdasan dalam menganalisis kejadian, Ummu Salamah mengungkapkan pendapatnya dengan fasih dan bijak, “Ya Rasulullah, di hadapan mereka Rasul merupakan contoh dan teladan yang baik. Keluarlah Rasul, temui mereka, sembelihlah kambing, dan bercukurlah. Aku tidak ragu bahwa mereka akan mengikuti Rasul dan meniru apa yang Rasul kerjakan.”<br /><br />Subhanallah, Ummu Salamah benar. Rasulullah keluar, bercukur, menyembelih kambing, dan melepas baju ihram. Para sahabat meniru apa yang Rasulullah kerjakan. Inilah berkah dari wanita cerdas lagi bijak dalam menyampaikan pendapat. Wanita seperti inilah yang patut mendapat cinta dari seorang lelaki yang shalih.<br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-37622704565664001552009-03-10T03:08:00.000-07:002009-03-10T03:09:39.202-07:00Aku Mencintaimu dan MendukungmuEkspresi cinta bisa bermacam-macam. Bagaimana dengan ekspresi cinta pasangan aktifis dakwah? Menjadi aktifis, saya rasa tidak berarti kehilangan ekspresi dalam mencintai pasangan. Bahkan menurut saya, ekspresi cinta pasangan aktifis dakwah itu unik, karena juga harus punya pengaruh positif untuk dakwah. Lho, kok bisa begitu? Apa hubungannya ekspresi kita dalam mencintai pasangan dengan dakwah?<br /><span class="fullpost"><br />erbicara soal cinta mencintai, saya terkesan dengan filosofi cinta yang dimiliki ibu saya. Filosofi beliau ini saya ‘tangkap’ secara tak sengaja ketika beliau sedang ‘menceramahi’ adik bungsu saya yang laki-laki yang sedang kasmaran. Cerita sedikit, begini kira-kira sebagian kecil isi ceramah ibu saya… “Kalau kamu mencintai seseorang malah membuat kamu jadi malas belajar, malas kuliah, malas ngapa-ngapain, membuat kamu malah jadi mundur kebelakang, itu cinta yang nggak benar …dst”.<br /><br />Jadi begitu rupanya. Saya mencoba merenungi kata-kata itu lebih dalam. Saya merasakan ada kebenaran dari ‘ceramah’ ibu saya itu. Mencintai seseorang tidak boleh membuat kita menjadi mundur ke belakang. Sebaliknya, mencintai seseorang harus membuat kita lebih produktif, lebih berenergi, lebih punya vitalitas. Singkatnya, mencintai seseorang harus membuat kita menjadi lebih baik dari sebelumnya!<br /><br />Lalu secara reflek saya mengaitkan itu dengan kehidupan cinta antara pasangan aktifis dakwah. Antara Ummahat al-Mukminin dengan Rasul Yang Mulia, antara para shahabiyat dengan suami mereka. Lihatlah ekspresi cinta Fathimah putri Rasulullah terhadap Ali bin Abi Thalib, Asma’ binti Abi Bakar terhadap Zubair bin Awwam, Ummu Sulaim terhadap Abu Thalhah, juga ekspresi cinta Khansa’, Nusaibah, dan para aktifis dakwah zaman ini. Mencintai suami tidak membuat mereka menjadi lemah atau mundur ke belakang. Mencintai suami juga tidak membuat mereka menjadi tak berdaya atau tak mandiri. Justru yang kita saksikan dalam sejarah, mencintai membuat mereka menjadi semakin kokoh, lebih produktif dan kontributif dalam beramal, lebih matang dan bijaksana dalam berperilaku. Dengan kata lain, mereka menjadi semakin ‘berkembang’ dan ‘bersinar’ setelah menikah!<br /><br />Betapa indahnya jika ekspresi cinta kita kepada suami membawa dampak seperti itu! Betapa indahnya jika ekspresi kita dalam mencintai suami memberi pengaruh posititif pada kehidupan kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai aktifis dakwah.<br /><br />Menurut saya, mencintai suami tidak berarti ‘kehilangan’ diri kita sendiri. Tidak juga berarti kehilangan privacy, tidak membuat kita merasa ‘terhambat’, ‘terbelenggu’, atau ‘tak berdaya’. Kita bisa mencintai suami kita sambil tetap memiliki kepribadian kita sendiri, tetap memiliki privacy. Tentu saja semuanya dalam batas tertentu dan tetap berada dalam koridor yang sesuai dengan syari’at Allah.<br /><br />Bahkan yang lebih dahsyat adalah, jika cinta kita kepada suami memiliki ‘kekuatan’ yang menggerakkan dan memotivasi. Lalu cinta itu mampu membuat kita ‘berkembang’, menjadikan kita semakin energik, produktif dan kontributif! Dengan begitu, pernikahan membawa keberkahan tersendiri bagi dakwah. Karena, dakwah mendapatkan ‘kekuatan dan darah baru’ dari pernikahan para aktifisnya.<br /><br />Apakah hal itu terlalu idealis? Karena kenyataan kadang berkata sebaliknya. Berapa banyak perempuan kita yang setelah menikah merasa dirinya tidak berkembang? Atau merasa hilang potensinya? Saya tidak ingin mengatakan kondisi ‘tenggelamnya’ perempuan setelah menikah sebagai sebuah fenomena, meski kondisi seperti ini sering saya jumpai di Jakarta dan juga ketika saya berkunjung ke daerah-daerah.<br /><br />Saya tak ingin membahas kenapa itu terjadi, apalagi mencari ‘kambing hitam’ segala. Tetapi kita patut merenungkan kata-kata Imam Syahid Hassan Al-Banna ketika berbicara tentang pernikahan dan kehidupan rumah tangga. Saya kutipkan kata-kata beliau ini yang terdapat dalam buku Hadits Tsulasa, halaman 629… “Kehidupan rumah tangga adalah ‘hayatul amal’. Ia diwarnai oleh beban-beban dan kewajiban. Landasan kehidupan rumah tangga bukan semata kesenangan dan romantika, melainkan tolong- menolong dalam memikul beban kehidupan dan beban dakwah…”<br /><br />Rumah tangga merupakan lahan amal. Rumah tangga juga menjadi markaz dakwah. Perjalanan kehidupan rumah tangga para aktifis dakwah bukan hanya dipenuhi romantika semata, tetapi juga diwarnai oleh dinamika semangat beribadah, beramal dan berdakwah. Sebuah perjalanan rumah tangga yang bernuansa ta’awun dalam memikul beban hidup dan beban dakwah. Subhanallah!<br /><br />Saya memberikan apresiasi kepada para perempuan yang setelah menikah justru semakin ‘bersinar’, kokoh, matang, bijaksana, energik, produktif dan kontributif dalam beramal, sambil menjaga keseimbangan dalam menunaikan tugas sebagai istri dan ibu. Saya percaya, untuk bisa mendapatkan semua kondisi itu ada proses panjang, kerja keras dan pengorbanan yang tidak kecil. Barakallahu fiiki.<br /><br />Lalu untuk perempuan yang masih merasa ‘terhambat, terbelenggu dan tidak berkembang’ setelah menikah, saya ingin memberi apresiasi secara khusus. Berusahalah untuk menghilangkan perasaan terhambat, terbelenggu atau tidak berkembang itu. Ya, sebab membiarkan perasaan-perasaan semacam itu menguasai diri kita, sama saja dengan ‘menggali kuburan sendiri’. Bukankah lebih baik jika kita tetap berpikir jernih dan positif? Lalu mencari bentuk kontribusi yang paling memungkinkan yang bisa kita berikan untuk dakwah. Bisakah kita tetap berhusnuzhon, selama kita ikhlas menjalani hidup kita, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal kita? Bisakah kita tetap yakin, bahwa kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh gelar, jabatan, posisi, kedudukan, ketokohan dan kondisi fisik lainnya?!<br /><br />“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertakwa diantara kamu” (QS al-Hujurat:13).<br /><br />Jadi, tetaplah tegar dan sedapat mungkin beramal sesuai kemampuan dan kesanggupan, karena kita tidak dituntut untuk beramal diluar kemampuan dan kesanggupan kita. Barakallahu fiiki!<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-34571529951989105722009-03-10T03:06:00.000-07:002009-03-10T03:07:58.077-07:00Cinta Karena AllahIman adalah sesuatu yang hidup dan dinamis. Iman yang benar, keyakinan yang kuat akan mengantarkan pemiliknya merasakan halawatul iman -kelezatan dan manisnya iman-. Rasulullah saw. telah berjanji kepada siapa saja yang mampu melaksanakan tiga perkara, ia pasti akan mereguk lezatnya iman. Rasulullah saw. bersabda:<br /><span style="font-style:italic;">Dari Anas bin Malik ra berkata: Nabi Muhammad saw bersabda: “Seseorang tidak akan pernah mendapatkan manisnya iman sehingga ia mencintai seseorang, tidak mencintainya kecuali karena Allah; sehingga ia dilemparkan ke dalam api lebih ia sukai daripada kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan darinya; dan sehingga Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selainnya</span>.” Imam Al Bukhari<br /><span class="fullpost"><br />Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:<br /><br /> 1. Mencintai seseorang karena mencari ridha Allah, bukan cinta hafa nafsu dan melanggar syariat. Seperti cinta seseorang dalam ikut serta berjihad di jalan Allah, tidak untuk tujuan duniawi. Seperti cinta seseorang untuk beramal dan berjuang dalam organisasi. Dilakukan hanya untuk mencari keridhoan Allah swt<br /> 2. Memilih dilemparkan ke dalam api daripada kembali menjadi kafir. Orang yang telah sempurna imannya tidak akan ada yang bisa merubahnya menjadi kafir lagi. Ia tidak mengingkari ajaran agama yang telah diyakini seperti shalat yang telah Allah wajibkan, tidak menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, seperti khamr, atau mengharamkan yang halal.<br /> 3. Mendahulukan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya mengalahkan selainnya. Orang yang sempurna imannya kepada Allah dan Rasul-Nya lebih kuat baginya daripada hak ayahnya, ibunya, anaknya, isterinya dan semua manusia. Karena mendapatkan petunjuk dari kesesatan, terbebaskan dari neraka hanya bisa karena Allah lewat seruan Rasul-Nya. Dan di antara ciri hal ini adalah membela Islam dengan ucapan dan perbuatan, mengamalkan syariat Islam, mengikuti sunnah dan berakhlak dengan akhlak Rasulullah saw. Allahu a’lam<br /><br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-77035076899679877842009-03-10T03:03:00.000-07:002009-03-10T03:05:01.023-07:00Agar Pernikahan Membawa Berkah<span style="font-weight:bold;">Oleh: Tim dakwatuna.com</span><br />Di saat seseorang melaksanakan aqad pernikahan, maka ia akan mendapatkan banyak ucapan do’a dari para undangan dengan do’a keberkahan sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW; “Semoga Allah memberkahimu, dan menetapkan keberkahan atasmu, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” Do’a ini sarat dengan makna yang mendalam, bahwa pernikahan seharusnya akan mendatangkan banyak keberkahan bagi pelakunya. Namun kenyataannya, kita mendapati banyak fenomena yang menunjukkan tidak adanya keberkahan hidup berumah tangga setelah pernikahan, baik di kalangan masyarakat umum maupun di kalangan keluarga du’at (kader dakwah). Wujud ketidakberkahan dalam pernikahan itu bisa dilihat dari berbagai segi, baik yang bersifat materil ataupun non materil.<br /><span class="fullpost"><br />Munculnya berbagai konflik dalam keluarga tidak jarang berawal dari permasalahan ekonomi. Boleh jadi ekonomi keluarga yang selalu dirasakan kurang kemudian menyebabkan menurunnya semangat beramal/beribadah. Sebaliknya mungkin juga secara materi sesungguhnya sangat mencukupi, akan tetapi melimpahnya harta dan kemewahan tidak membawa kebahagiaan dalam pernikahannya.<br /><br />Seringkali kita juga menemui kenyataan bahwa seseorang tidak pernah berkembang kapasitasnya walau pun sudah menikah. Padahal seharusnya orang yang sudah menikah kepribadiannya makin sempurna; dari sisi wawasan dan pemahaman makin luas dan mendalam, dari segi fisik makin sehat dan kuat, secara emosi makin matang dan dewasa, trampil dalam berusaha, bersungguh-sungguh dalam bekerja, dan teratur dalam aktifitas kehidupannya sehingga dirasakan manfaat keberadaannya bagi keluarga dan masyarakat di sekitarnya.<br /><br />Realitas lain juga menunjukkan adanya ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga, sering muncul konflik suami isteri yang berujung dengan perceraian. Juga muncul anak-anak yang terlantar (broken home) tanpa arahan sehingga terperangkap dalam pergaulan bebas dan narkoba. Semua itu menunjukkan tidak adanya keberkahan dalam kehidupan berumah tangga.<br /><br />Memperhatikan fenomena kegagalan dalam menempuh kehidupan rumah tangga sebagaimana tersebut di atas, sepatutnya kita melakukan introspeksi (muhasabah) terhadap diri kita, apakah kita masih konsisten (istiqomah) dalam memegang teguh rambu-rambu berikut agar tetap mendapatkan keberkahan dalam meniti hidup berumah tangga ?<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1. Meluruskan niat/motivasi (Ishlahun Niyat)</span><br /><br />Motivasi menikah bukanlah semata untuk memuaskan kebutuhan biologis/fisik. Menikah merupakan salah satu tanda kebesaran Allah SWT sebagaimana diungkap dalam Alqur’an (QS. Ar Rum:21), sehingga bernilai sakral dan signifikan. Menikah juga merupakan perintah-Nya (QS. An-Nur:32) yang berarti suatu aktifitas yang bernilai ibadah dan merupakan Sunnah Rasul dalam kehidupan sebagaimana ditegaskan dalam salah satu hadits : ”Barangsiapa yang dimudahkan baginya untuk menikah, lalu ia tidak menikah maka tidaklah ia termasuk golonganku” (HR.At-Thabrani dan Al-Baihaqi). Oleh karena nikah merupakan sunnah Rasul, maka selayaknya proses menuju pernikahan, tata cara (prosesi) pernikahan dan bahkan kehidupan pasca pernikahan harus mencontoh Rasul. Misalnya saat hendak menentukan pasangan hidup hendaknya lebih mengutamakan kriteria ad Dien (agama/akhlaq) sebelum hal-hal lainnya (kecantikan/ketampanan, keturunan, dan harta); dalam prosesi pernikahan (walimatul ‘urusy) hendaknya juga dihindari hal-hal yang berlebihan (mubadzir), tradisi yang menyimpang (khurafat) dan kondisi bercampur baur (ikhtilath). Kemudian dalam kehidupan berumah tangga pasca pernikahan hendaknya berupaya membiasakan diri dengan adab dan akhlaq seperti yang dicontohkan Rasulullah saw.<br /><br />Menikah merupakan upaya menjaga kehormatan dan kesucian diri, artinya seorang yang telah menikah semestinya lebih terjaga dari perangkap zina dan mampu mengendalikan syahwatnya. Allah SWT akan memberikan pertolong-an kepada mereka yang mengambil langkah ini; “ Tiga golongan yang wajib Aku (Allah) menolongnya, salah satunya adalah orang yang menikah karena ingin menjaga kesucian dirinya.” (HR. Tarmidzi)<br /><br />Menikah juga merupakan tangga kedua setelah pembentukan pribadi muslim (syahsiyah islamiyah) dalam tahapan amal dakwah, artinya menjadikan keluarga sebagai ladang beramal dalam rangka membentuk keluarga muslim teladan (usrah islami) yang diwarnai akhlak Islam dalam segala aktifitas dan interaksi seluruh anggota keluarga, sehingga mampu menjadi rahmatan lil ‘alamin bagi masyarakat sekitarnya. Dengan adanya keluarga-keluarga muslim pembawa rahmat diharapkan dapat terwujud komunitas dan lingkungan masyarakat yang sejahtera.<br /><br />2. Sikap saling terbuka (Mushorohah)<br /><br />Secara fisik suami isteri telah dihalalkan oleh Allah SWT untuk saling terbuka saat jima’ (bersenggama), padahal sebelum menikah hal itu adalah sesuatu yang diharamkan. Maka hakikatnya keterbukaan itu pun harus diwujudkan dalam interaksi kejiwaan (syu’ur), pemikiran (fikrah), dan sikap (mauqif) serta tingkah laku (suluk), sehingga masing-masing dapat secara utuh mengenal hakikat kepribadian suami/isteri-nya dan dapat memupuk sikap saling percaya (tsiqoh) di antara keduanya.<br /><br />Hal itu dapat dicapai bila suami/isteri saling terbuka dalam segala hal menyangkut perasaan dan keinginan, ide dan pendapat, serta sifat dan kepribadian. Jangan sampai terjadi seorang suami/isteri memendam perasaan tidak enak kepada pasangannya karena prasangka buruk, atau karena kelemahan/kesalahan yang ada pada suami/isteri. Jika hal yang demikian terjadi hal yang demikian, hendaknya suami/isteri segera introspeksi (bermuhasabah) dan mengklarifikasi penyebab masalah atas dasar cinta dan kasih sayang, selanjutnya mencari solusi bersama untuk penyelesaiannya. Namun apabila perasaan tidak enak itu dibiarkan maka dapat menyebabkan interaksi suami/isteri menjadi tidak sehat dan potensial menjadi sumber konflik berkepanjangan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">3. Sikap toleran (Tasamuh)<br /></span><br />Dua insan yang berbeda latar belakang sosial, budaya, pendidikan, dan pengalaman hidup bersatu dalam pernikahan, tentunya akan menimbulkan terjadinya perbedaan-perbedaan dalam cara berfikir, memandang suatu permasalahan, cara bersikap/bertindak, juga selera (makanan, pakaian, dsb). Potensi perbedaan tersebut apabila tidak disikapi dengan sikap toleran (tasamuh) dapat menjadi sumber konflik/perdebatan. Oleh karena itu masing-masing suami/isteri harus mengenali dan menyadari kelemahan dan kelebihan pasangannya, kemudian berusaha untuk memperbaiki kelemahan yang ada dan memupuk kelebihannya. Layaknya sebagai pakaian (seperti yang Allah sebutkan dalam QS. Albaqarah:187), maka suami/isteri harus mampu mem-percantik penampilan, artinya berusaha memupuk kebaikan yang ada (capacity building); dan menutup aurat artinya berupaya meminimalisir kelemahan/kekurangan yang ada.<br /><br />Prinsip “hunna libasullakum wa antum libasullahun (QS. 2:187) antara suami dan isteri harus selalu dipegang, karena pada hakikatnya suami/isteri telah menjadi satu kesatuan yang tidak boleh dipandang secara terpisah. Kebaikan apapun yang ada pada suami merupakan kebaikan bagi isteri, begitu sebaliknya; dan kekurangan/ kelemahan apapun yang ada pada suami merupakan kekurangan/kelemahan bagi isteri, begitu sebaliknya; sehingga muncul rasa tanggung jawab bersama untuk memupuk kebaikan yang ada dan memperbaiki kelemahan yang ada.<br /><br />Sikap toleran juga menuntut adanya sikap mema’afkan, yang meliputi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (1) Al ‘Afwu yaitu mema’afkan orang jika memang diminta, (2) As-Shofhu yaitu mema’afkan orang lain walaupun tidak diminta, dan (3) Al-Maghfirah yaitu memintakan ampun pada Allah untuk orang lain. Dalam kehidupan rumah tangga, seringkali sikap ini belum menjadi kebiasaan yang melekat, sehingga kesalahan-kesalahan kecil dari pasangan suami/isteri kadangkala menjadi awal konflik yang berlarut-larut. Tentu saja “mema’afkan” bukan berarti “membiarkan” kesalahan terus terjadi, tetapi mema’afkan berarti berusaha untuk memberikan perbaikan dan peningkatan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">4. Komunikasi (Musyawarah)</span><br /><br />Tersumbatnya saluran komunikasi suami-isteri atau orang tua-anak dalam kehidupan rumah tangga akan menjadi awal kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis. Komunikasi sangat penting, disamping akan meningkatkan jalinan cinta kasih juga menghindari terjadinya kesalahfahaman.<br /><br />Kesibukan masing-masing jangan sampai membuat komunikasi suami-isteri atau orang tua-anak menjadi terputus. Banyak saat/kesempatan yang bisa dimanfaatkan, sehingga waktu pertemuan yang sedikit bisa memberikan kesan yang baik dan mendalam yaitu dengan cara memberikan perhatian (empati), kesediaan untuk mendengar, dan memberikan respon berupa jawaban atau alternatif solusi. Misalnya saat bersama setelah menunaikan shalat berjama’ah, saat bersama belajar, saat bersama makan malam, saat bersama liburan (rihlah), dan saat-saat lain dalam interaksi keseharian, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan sarana telekomunikasi berupa surat, telephone, email, dsb.<br /><br />Alqur’an dengan indah menggambarkan bagaimana proses komunikasi itu berlangsung dalam keluarga Ibrahim As sebagaimana dikisahkan dalam QS.As-Shaaffaat:102, yaitu : “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata; Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu, Ia menjawab; Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.<br /><br />Ibrah yang dapat diambil dalam kisah tersebut adalah adanya komunikasi yang timbal balik antara orang tua-anak, Ibrahim mengutarakan dengan bahasa dialog yaitu meminta pendapat pada Ismail bukan menetapkan keputusan, adanya keyakinan kuat atas kekuasaan Allah, adanya sikap tunduk/patuh atas perintah Allah, dan adanya sikap pasrah dan tawakkal kepada Allah; sehingga perintah yang berat dan tidak logis tersebut dapat terlaksana dengan kehendak Allah yang menggantikan Ismail dengan seekor kibas yang sehat dan besar.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">5. Sabar dan Syukur</span><br /><br />Allah SWT mengingatkan kita dalam Alqur’an surat At Taghabun ayat 14: ”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu mema’afkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”<br /><br />Peringatan Allah tersebut nyata dalam kehidupan rumah tangga dimana sikap dan tindak tanduk suami/istri dan anak-anak kadangkala menunjukkan sikap seperti seorang musuh, misalnya dalam bentuk menghalangi-halangi langkah dakwah walaupun tidak secara langsung, tuntutan uang belanja yang nilainya di luar kemampuan, menuntut perhatian dan waktu yang lebih, prasangka buruk terhadap suami/isteri, tidak merasa puas dengan pelayanan/nafkah yang diberikan isteri/suami, anak-anak yang aktif dan senang membuat keributan, permintaan anak yang berlebihan, pendidikan dan pergaulan anak, dan sebagainya. Jika hal-hal tersebut tidak dihadapi dengan kesabaran dan keteguhan hati, bukan tidak mungkin akan membawa pada jurang kehancuran rumah tangga.<br /><br />Dengan kesadaran awal bahwa isteri dan anak-anak dapat berpeluang menjadi musuh, maka sepatutnya kita berbekal diri dengan kesabaran. Merupakan bagian dari kesabaran adalah keridhaan kita menerima kelemahan/kekurangan pasangan suami/isteri yang memang diluar kesang-gupannya. Penerimaan terhadap suami/isteri harus penuh sebagai satu “paket”, dia dengan segala hal yang melekat pada dirinya, adalah dia yang harus kita terima secara utuh, begitupun penerimaan kita kepada anak-anak dengan segala potensi dan kecenderungannya. Ibaratnya kesabaran dalam kehidupan rumah tangga merupakan hal yang fundamental (asasi) untuk mencapai keberkahan, sebagaimana ungkapan bijak berikut:“Pernikahan adalah Fakultas Kesabaran dari Universitas Kehidupan”. Mereka yang lulus dari Fakultas Kesabaran akan meraih banyak keberkahan.<br /><br />Syukur juga merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan berumah tangga. Rasulullah mensinyalir bahwa banyak di antara penghuni neraka adalah kaum wanita, disebabkan mereka tidak bersyukur kepada suaminya.<br /><br />Mensyukuri rezeki yang diberikan Allah lewat jerih payah suami seberapapun besarnya dan bersyukur atas keadaan suami tanpa perlu membanding-bandingkan dengan suami orang lain, adalah modal mahal dalam meraih keberkahan; begitupun syukur terhadap keberadaan anak-anak dengan segala potensi dan kecenderungannya, adalah modal masa depan yang harus dipersiapkan.<br /><br />Dalam keluarga harus dihidupkan semangat “memberi” kebaikan, bukan semangat “menuntut” kebaikan, sehingga akan terjadi surplus kebaikan. Inilah wujud tambahnya kenikmatan dari Allah, sebagaimana firmannya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS. Ibrahim:7).<br /><br />Mensyukuri kehadiran keturunan sebagai karunia Allah, harus diwujudkan dalam bentuk mendidik mereka dengan pendidikan Rabbani sehingga menjadi keturunan yang menyejukkan hati. Keturunan yang mampu mengemban misi risalah dien ini untuk masa mendatang, maka jangan pernah bosan untuk selalu memanjatkan do’a:<br /><br />Ya Rabb kami karuniakanlah kami isteri dan keturunan yang sedap dipandang mata, dan jadikanlah kami pemimpin orang yang bertaqwa.<br /><br />Ya Rabb kami karuniakanlah kami anak-anak yang sholeh.<br /><br />Ya Rabb kami karuniakanlah kami dari sisi Engkau keturunan yang baik.<br /><br />Ya Rabb kami karuniakanlah kami dari sisi Engkau keturunan yang Engkau Ridha-i.<br /><br />Ya Rabb kami jadikanlah kami dan keturunan kami orang yang mendirikan shalat.<br /><br />Do’a diatas adalah ungkapan harapan para Nabi dan Rasul tentang sifat-sifat (muwashshofat) ketuturunan (dzurriyaat) yang diinginkan, sebagaimana diabadikan Allah dalam Alqur’an (QS. Al-Furqon:74; QS. Ash-Shaafaat:100 ; QS.Al-Imran:38; QS. Maryam: 5-6; dan QS. Ibrahim:40). Pada intinya keturun-an yang diharapkan adalah keturunan yang sedap dipandang mata (Qurrota a’yun), yaitu keturunan yang memiliki sifat penciptaan jasad yang sempurna (thoyyiba), ruhaniyah yang baik (sholih), diridhai Allah karena misi risalah dien yang diperjuangkannya (wali radhi), dan senantiasa dekat dan bersama Allah (muqiimash-sholat).<br /><br />Demikianlah hendaknya harapan kita terhadap anak, agar mereka memiliki muwashofaat tersebut, disamping upaya (ikhtiar) kita memilihkan guru/sekolah yang baik, lingkungan yang sehat, makanan yang halal dan baik (thoyyib), fasilitas yang memadai, keteladanan dalam keseharian, dsb; hendaknya kita selalu memanjatkan do’a tersebut.<br /><span style="font-weight:bold;"><br />6. Sikap yang santun dan bijak (Mu’asyarah bil Ma’ruf)</span><br /><br />Merawat cinta kasih dalam keluarga ibaratnya seperti merawat tanaman, maka pernikahan dan cinta kasih harus juga dirawat agar tumbuh subur dan indah, diantaranya dengan mu’asyarah bil ma’ruf. Rasulullah saw menyatakan bahwa : “Sebaik-baik orang diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap isterinya, dan aku (Rasulullah) adalah orang yang paling baik terhadap isteriku.” (HR.Thabrani & Tirmidzi)<br /><br />Sikap yang santun dan bijak dari seluruh anggota keluarga dalam interaksi kehidupan berumah tangga akan menciptakan suasana yang nyaman dan indah. Suasana yang demikian sangat penting untuk perkembangan kejiwaan (maknawiyah) anak-anak dan pengkondisian suasana untuk betah tinggal di rumah.<br /><br />Ungkapan yang menyatakan “Baiti Jannati” (Rumahku Syurgaku) bukan semata dapat diwujudkan dengan lengkapnya fasilitas dan luasnya rumah tinggal, akan tetapi lebih disebabkan oleh suasana interaktif antara suami-isteri dan orang tua-anak yang penuh santun dan bijaksana, sehingga tercipta kondisi yang penuh keakraban, kedamain, dan cinta kasih.<br /><br />Sikap yang santun dan bijak merupakan cermin dari kondisi ruhiyah yang mapan. Ketika kondisi ruhiyah seseorang labil maka kecenderungannya ia akan bersikap emosional dan marah-marah, sebab syetan akan sangat mudah mempengaruhinya. Oleh karena itu Rasulullah saw mengingatkan secara berulang-ulang agar jangan marah (Laa tagdlob). Bila muncul amarah karena sebab-sebab pribadi, segeralah menahan diri dengan beristigfar dan mohon perlindungan Allah (ta’awudz billah), bila masih merasa marah hendaknya berwudlu dan mendirikan shalat. Namun bila muncul marah karena sebab orang lain, berusahalah tetap menahan diri dan berilah ma’af, karena Allah menyukai orang yang suka mema’afkan. Ingatlah, bila karena sesuatu hal kita telanjur marah kepada anak/isteri/suami, segeralah minta ma’af dan berbuat baiklah sehingga kesan (atsar) buruk dari marah bisa hilang. Sesungguhnya dampak dari kemarahan sangat tidak baik bagi jiwa, baik orang yang marah maupun bagi orang yang dimarahi.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">7. Kuatnya hubungan dengan Allah (Quwwatu shilah billah)</span><br /><br />Hubungan yang kuat dengan Allah dapat menghasilkan keteguhan hati (kemapanan ruhiyah), sebagaimana Allah tegaskan dalam QS. Ar-Ra’du:28. “Ketahuilah dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang”. Keberhasilan dalam meniti kehidupan rumah tangga sangat dipengaruhi oleh keteguhan hati/ketenangan jiwa, yang bergantung hanya kepada Allah saja (ta’alluq billah). Tanpa adanya kedekatan hubungan dengan Allah, mustahil seseorang dapat mewujudkan tuntutan-tuntutan besar dalam kehidupan rumah tangga. Rasulullah saw sendiri selalu memanjatkan do’a agar mendapatkan keteguhan hati: “Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbiy ‘alaa diinika wa’ala thoo’atika” (wahai yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku untuk tetap konsisten dalam dien-Mu dan dalam menta’ati-Mu).<br /><br />Keteguhan hati dapat diwujudkan dengan pendekatan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah), sehingga ia merasakan kebersamaan Allah dalam segala aktifitasnya (ma’iyatullah) dan selalu merasa diawasi Allah dalam segenap tindakannya (muraqobatullah). Perasaan tersebut harus dilatih dan ditumbuhkan dalam lingkungan keluarga, melalui pembiasaan keluarga untuk melaksanakan ibadah nafilah secara bertahap dan dimutaba’ah bersama, seperti : tilawah, shalat tahajjud, shaum, infaq, do’a, ma’tsurat, dll. Pembiasaan dalam aktifitas tersebut dapat menjadi sarana menjalin keakraban dan persaudaraan (ukhuwah) seluruh anggota keluarga, dan yang penting dapat menjadi sarana mencapai taqwa dimana Allah swt menjamin orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ath-Thalaaq: 2-3.<br /><br />“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan bagi-nya jalan keluar (solusi) dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupi (keperluan) nya.”<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Wujud indahnya keberkahan keluarga</span><br /><br />Keberkahan dari Allah akan muncul dalam bentuk kebahagiaan hidup berumah tangga, baik kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan di dunia, boleh jadi tidak selalu identik dengan kehidupan yang mewah dengan rumah dan perabotan yang serba lux. Hati yang selalu tenang (muthma’innah), fikiran dan perasaan yang selalu nyaman adalah bentuk kebahagiaan yang tidak bisa digantikan dengan materi/kemewahan.<br /><br />Kebahagiaan hati akan semakin lengkap jika memang bisa kita sempurnakan dengan 4 (empat) hal seperti dinyatakan oleh Rasulullah, yaitu : (1) Isteri yang sholihah, (2) Rumah yang luas, (3) Kendaraan yang nyaman, dan (4) Tetangga yang baik.<br /><br />Kita bisa saja memanfaatkan fasilitas rumah yang luas dan kendaraan yang nyaman tanpa harus memiliki, misalnya di saat-saat rihlah, safar, silaturahmi, atau menempati rumah dan kendaraan dinas. Paling tidak keterbatasan ekonomi yang ada tidak sampai mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, karena pemilik hakiki adalah Allah swt yang telah menyediakan syurga dengan segala kenikmatan yang tak terbatas bagi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa, dan menjadikan segala apa yang ada di dunia ini sebagai cobaan.<br /><br />Kebahagiaan yang lebih penting adalah kebahagiaan hidup di akhirat, dalam wujud dijauhkannya kita dari api neraka dan dimasukkannya kita dalam syurga. Itulah hakikat sukses hidup di dunia ini, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Imran : 185<br /><br />“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”<br /><br />Selanjutnya alangkah indahnya ketika Allah kemudian memanggil dan memerintahkan kita bersama-sama isteri/suami dan anak-anak untuk masuk kedalam syurga; sebagaimana dikhabarkan Allah dengan firman-Nya:<br /><br />“Masuklah kamu ke dalam syurga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan”. (QS, Az-Zukhruf:70)<br /><br />“Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan (pertemukan) anak cucu mereka dengan mereka (di syurga), dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (QS. Ath-Thuur:21).<br /><br />Inilah keberkahan yang hakiki. []<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-43045434590455769402009-03-10T03:00:00.000-07:002009-03-10T03:03:18.620-07:00Menikah, Kenapa Takut?<span style="font-weight:bold;">Oleh: DR. Amir Faishol Fath</span><br />Kita hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat, dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka berani kepada Allah dengan melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga menghancurkan institusi rumah tangga, mengapa kita takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya?<br /><br />Hidup, bagaimanapun adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.<br /><span class="fullpost"><br />Saya sering ngobrol, dengan kawaan-kawan yang masih melajang, padahal ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat: ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas mengenai mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka kemukakan untuk membenarkan sikap.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Menikah itu Fitrah</span><br /><br />Allah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan. Wa min kulli syai’in khalaqnaa zaujain, dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. Walan tajida lisunnatillah tabdilla, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, dan kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu. (Al-Isra: 77)<br /><br />Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang bekerja secara sempurna secara universal.<br /><br />Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri.<br /><br />Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.<br /><br />Mungkin ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang, mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan Allah.<br /><br />Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina (Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya.<br /><br />Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu menggendong anaknya dari hasil zina.<br /><br />Perhatikan bagaimanan akibat yang harus diterima ketika institusi pernikahan sebagai fitrah diabaikan. Bisa dibayangkan apa akibat yang akan terjadi jika semua manusia melakukan cara yang sama. Ustadz Fuad Shaleh dalam bukunya liman yuridduz zawaj mengatakan, “Orang yang hidup melajang biasanya sering tidak normal: baik cara berpikir, impian, dan sikapnya. Ia mudah terpedaya oleh syetan, lebih dari mereka yang telah menikah.”<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Menikah Itu Ibadah</span><br /><br />Dalam surat Ar-Rum: 21, Allah menyebutkan pentingnya mempertahankan hakikat pernikahan dengan sederet bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Ini menunjukkan bahwa dengan menikah kita telah menegakkan satu sisi dari bukti kekusaan Allah swt. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. lebih menguatkan makna pernikahan sebagai ibadah, “Bila seorang menikah berarti ia telah melengkapi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah pada paruh yang tersisa.” (HR. Baihaqi, hadits Hasan)<br /><br />Belum lagi dari sisi ibadah sosial. Dimana sebelum menikah kita lebih sibuk dengan dirinya, tapi setelah menikah kita bisa saling melengkapi, mendidik istri dan anak. Semua itu merupakan lapangan pahala yang tak terhingga. Bahkan dengan menikah, seseorang akan lebih terjaga moralnya dari hal-hal yang mendekati perzinaan. Alquran menyebut orang yang telah menikah dengan istilah muhshan atau muhshanah (orang yang terbentengi). Istilah ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa kepribadian orang yang telah menikah lebih terjaga dari dosa daripada mereka yang belum menikah.<br /><br />Bila ternyata pernikahan menunjukkan bukti kekuasan Allah, membantu tercapainya sifat takwa. dan menjaga diri dari tindakan amoral, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pahalanya dengan ibadah-ibadah lainnya. Jika ternyata Anda setiap hari bisa menegakkan ibadah shalat, dengan tenang tanpa merasa terbebani, mengapa Anda merasa berat dan selalu menunda untuk menegakkan ibadah pernikahan, wong ini ibadah dan itupun juga ibadah.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Pernikahan dan Penghasilan</span><br /><br />Seringkali saya mendapatkan seorang jejaka yang sudah tiba waktu menikah, jika ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab belum mempunyai penghasilan yang cukup. Padahal waktu itu ia sudah bekerja. Bahkan ia mampu membeli motor dan HP. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai mobil. Setiap hari ia harus memengeluarkan biaya yang cukup besar dari penggunakan HP, motor, dan mobil tersebut. Bila setiap orang berpikir demikian apa yang akan terjadi pada kehidupan manusia?<br /><br />Saya belum pernah menemukan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. melarang seorang sahabatnya yang ingin menikah karena tidak punya penghasilan. Bahkan dalam beberapa riwayat yang pernah saya baca, Rasulullah saw. bila didatangi seorang sahabatnya yang ingin menikah, ia tidak menanyakan berapa penghasilan yang diperoleh perbulan, melainkan apa yang ia punya untuk dijadikan mahar. Mungkin ia mempunyai cincin besi? Jika tidak, mungkin ada pakaiannya yang lebih? Jika tidak, malah ada yang hanya diajarkan agar membayar maharnya dengan menghafal sebagian surat Alquran.<br /><br />Apa yang tergambar dari kenyatan tersebut adalah bahwa Rasulullah saw. tidak ingin menjadikan pernikahan sebagai masalah, melainkan sebagai pemecah persoalan. Bahwa pernikahan bukan sebuah beban, melainkan tuntutan fitrah yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan Anda terhadap makan, manusia juga butuh untuk menikah. Memang ada sebagian ulama yang tidak menikah sampai akhir hayatnya seperti yang terkumpul dalam buku Al-ulamaul uzzab alladziina aatsarul ilma ‘alaz zawaj. Tetapi, itu bukan untuk diikuti semua orang. Itu adalah perkecualian. Sebab, Rasulullah saw. pernah melarang seorang sahabatanya yang ingin hanya beribadah tanpa menikah, lalu menegaskan bahwa ia juga beribadah tetapi ia juga menikah. Di sini jelas sekali bagaimana Rasulullah saw. selalu menuntun kita agar berjalan dengan fitrah yang telah Allah bekalkan tanpa merasakan beban sedikit pun.<br /><br />Memang masalah penghasilan hampir selalu menghantui setiap para jejaka muda maupun tua dalam memasuki wilayah pernikahan. Sebab yang terbayang bagi mereka ketika menikah adalah keharusan membangun rumah, memiliki kendaraan, mendidik anak, dan seterusnya di mana itu semua menuntut biaya yang tidak sedikit. Tetapi kenyataannya telah terbukti dalam sejarah hidup manusia sejak ratusan tahun yang lalu bahwa banyak dari mereka yang menikah sambil mencari nafkah. Artinya, tidak dengan memapankan diri secara ekonomi terlebih dahulu. Dan ternyata mereka bisa hidup dan beranak-pinak. Dengan demikian kemapanan ekonomi bukan persyaratan utama bagi sesorang untuk memasuki dunia pernikahan.<br /><br />Mengapa? Sebab, ada pintu-pintu rezeki yang Allah sediakan setelah pernikahan. Artinya, untuk meraih jatah rezki tersebut pintu masuknya menikah dulu. Jika tidak, rezki itu tidak akan cair. Inilah pengertian ayat iyyakunu fuqara yughnihimullahu min fadhlihi wallahu waasi’un aliim, jika mereka miskin Allah akan mampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha mengetahui (An-Nur: 32). Ini adalah jaminan langsung dari Allah, agar masalah penghasilan tidak dikaitkan dengan pernikahan. Artinya, masalah rezki satu hal dan pernikahan hal yang lain lagi.<br /><br />Abu Bakar Ash-Shidiq ketika menafsirkan ayat itu berkata, “Taatilah Allah dengan menikah. Allah akan memenuhi janjinya dengan memberimu kekayaan yang cukup.” Al-Qurthubi berkata, “Ini adalah janji Allah untuk memberikan kekayaan bagi mereka yang menikah untuk mencapai ridha Allah, dan menjaga diri dari kemaksiatan.” (lihat Tafsirul Quthubi, Al Jami’ liahkamil Qur’an juz 12 hal. 160, Darul Kutubil Ilmiah, Beirut).<br /><br />Rasulullah saw. pernah mendorong seorang sahabatnya dengan berkata, “Menikahlah dengan penuh keyakinan kepada Allah dan harapan akan ridhaNya, Allah pasti akan membantu dan memberkahi.” (HR. Thabarni). Dalam hadits lain disebutkan: Tiga hal yang pasti Allah bantu, di antaranya: “Orang menikah untuk menjaga diri dari kemaksiatan.” (HR. Turmudzi dan Nasa’i)<br /><br />Imam Thawus pernah berkata kepada Ibrahim bin Maysarah, “Menikahlah segera, atau saya akan mengulang perkataan Umar Bin Khattab kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangimu dari pernikahaan kecuali kelemahanmu atau perbuatan maksiat.” (lihat Siyar A’lamun Nubala’ oleh Imam Adz Dzahaby). Ini semua secara makna menguatkan pengertian ayat di atas. Di mana Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang bertakwa kepada Allah dengan membangun pernikahan.<br /><br />Persoalannya sekarangan, mengapa banyak orang berkeluarga yang hidup melarat? Kenyataan ini mungkin membuat banyak jejaka berpikir dua kali untuk menikah. Dalam masalah nasib kita tidak bisa mengeneralisir apa yang terjadi pada sebagian orang. Sebab, masing-masing ada garis nasibnya. Kalau itu pertanyaanya, kita juga bisa bertanya: mengapa Anda bertanya demikian? Bagaimana kalau Anda melihat fakta yang lain lagi bahwa banyak orang yang tadinya melarat dan ternyata setelah menikah hidupnya lebih makmur? Dari sini bahwa pernikahan bukan hambatan, dan kemapanan penghasilan bukan sebuah persyaratan utama.<br /><br />Yang paling penting adalah kesiapan mental dan kesungguhan untuk memikul tanggung jawab tersebut secara maksimal. Saya yakin bahwa setiap perbuatan ada tanggung jawabnya. Berzina pun bukan berarti setelah itu selesai dan bebas tanggungjawab. Melainkan setelah itu ia harus memikul beban berat akibat kemaksiatan dan perzinaan. Kalau tidak harus mengasuh anak zina, ia harus menanggung dosa zina. Keduanya tanggung jawab yang kalau ditimbang-timbang, tidak kalah beratnya dengan tanggung jawab pernikahan.<br /><br />Bahkan tanggung jawab menikah jauh lebih ringan, karena masing-masing dari suami istri saling melengkapi dan saling menopang. Ditambah lagi bahwa masing-masing ada jatah rezekinya yang Allah sediakan. Tidak jarang seorang suami yang bisa keluar dari kesulitan ekonomi karena jatah rezeki seorang istri. Bahkan ada sebuah rumah tangga yang jatah rezekinya ditopang oleh anaknya. Perhatikan bagaimana keberkahan pernikahan yang tidak hanya saling menopang dalam mentaati Allah, melainkan juga dalam sisi ekonomi.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Pernikahan dan Menuntut Ilmu</span><br /><br />Seorang kawan pernah mengatakan, ia ingin mencari ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak habis-habis mencari ilmu. Hampir semua universitas ia cicipi. Usianya sudah begitu lanjut. Bila ditanya kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari ilmu.<br /><br />Ada sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam hal mencari ilmu: lau anffaqta kullaha lan tashila illa ilaa ba’dhiha, seandainya kau infakkan semua usiamu –untuk mencari ilmu–, kau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya sebagiannya. Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup kita tidak akan pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah tuntutan fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu dulu baru setelah itu menikah.<br /><br />Banyak para ulama yang menikah juga mencari ilmu. Benar, hubungan mencari ilmu di sini sangat berkait erat dengan penghasilan. Tetapi banyak sarjana yang telah menyelesaikan program studinya bahkan ada yang sudah doktor atau profesor, tetapi masih juga pengangguran dan belum mendapatkan pekerjaan. Artinya, menyelesaikan periode studi juga bukan jaminan untuk mendapatkan penghasilan. Sementara pernikahan selalu mendesak tanpa semuanya itu. Di dalam Alquran maupun Sunnah, tidak ada tuntunan keharusan menunda pernikahan demi mencari ilmu atau mencari harta. Bahkan, banyak ayat dan hadits berupa panggilan untuk segera menikah, terlepas apakah kita sedang mencari ilmu atau belum mempunyai penghasilan.<br /><br />Berbagai pengalaman membuktikan bahwa menikah tidak menghalangi seorang dalam mencari ilmu. Banyak sarjana yang berhasil dalam mencari ilmu sambil menikah. Begitu juga banyak yang gagal. Artinya, semua itu tergantung kemauan orangnya. Bila ia menikah dan tetap berkemauan tinggi untuk mencari ilmu, ia akan berhasil. Sebaliknya, jika setelah menikah kemauannya mencari ilmu melemah, ia gagal. Pada intinya, pernikahan adalah bagian dari kehidupan yang harus juga mendapatkan porsinya. Perjuangan seseorang akan lebih bermakna ketika ia berjuang juga menegakkan rumah tungga yang Islami.<br /><br />Rasulullah saw. telah memberikan contoh yang sangat mengagumkan dalam masalah pernikahan. Beliau menikah dengan sembilan istri. Padahal beliau secara ekonmi bukan seorang raja atau konglomerat. Tetapi semua itu Rasulullah jalani dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas kerasulannya terbengkalai. Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus dipermasalahkan, melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya tidak perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora fitrah yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri. Masing-masing orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan ia sendiri yang menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia terus ditahan-tahan.<br /><br />Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak mesti harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan. Kalaupun Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak menikah (uzzab) demi ilmu, silahkan saja. Tetapi apakah kualitas ilmu Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda telah rugi dua kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama uzzab karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat menikah, apakah Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda tidak ada waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak ulama uzzab, yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat pencapaian ilmunya juga. Agar seimbang.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kesimpulan</span><br /><br />Sebenarnya pernikahan bukan masalah. Menikah adalah jenjang yang harus dilalui dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah sunnatullah yang tidak mungkin diganti dengan cara apapun. Bila Rasulullah menganjurkan agar berpuasa, itu hanyalah solusi sementara, ketika kondisi memang benar-benar tidak memungkinkan. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa dijadikan pijakan untuk menunda pernikahan.<br /><br />Agar pernikahan menjadi solusi alternatif, mari kita pindah dari pengertian “pernikahan sebagai beban” ke “pernikahan sebagai ibadah”. Seperti kita merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa saat tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia pernikahan saat tiba waktunya dengan tanpa beban. Apapun kondisi ekonomi kita, bila keharusan menikah telah tiba “jalani saja dengan jiwa tawakkal kepada Allah”. Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil mencari nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang berjuang di jalanNya untuk membangun rumah tangga sejati.<br /><br />Perhatikan mereka yang suka berbuat maksiat atau berzina. Mereka begitu berani mengerjakan itu semua padahal perbuatan itu tidak hanya dibenci banyak manusia, melainkan lebih dari itu dibenci Allah. Bahkan Allah mengancam mereka dengan siksaan yang pedih. Melihat kenyataan ini, seharusnya kita lebih berani berlomba menegakkan pernikahan, untuk mengimbangi mereka. Terlebih Allah menjanjikan kekayaan suatu jaminan yang luar biasa bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya dengan membangun pernikahan. Wallahu a’lam bishshawab.<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-69422459262245462552009-03-10T02:56:00.000-07:002009-03-10T02:59:55.076-07:00Khadijah Mengajarkan Cinta Kepada KitaOleh: Ulis Tofa, Lc<br />Diriwayatkan dalam sahih Bukhari dengan sanadnya, dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Az Zubair dari Aisyah, ummul mukminin menceritakan hadits tentang pemulaan turunnya wahyu, yaitu ketika Malaikat Jibril turun menemui Muhammad di gua Hira’ dan memintanya membaca ” iqra’ ” tiga kali.<br /><br />Tiga kali juga Muhammad saw. menjawab“Maa ana biqari’ “, menegaskan bahwa beliau tidak bisa membaca. Kata “maa” merupakan penafian atau pengingkaran bahwa memang beliau tidak sanggup membaca sama sekali. Kemudian Jibril mendekapnya dengan kuat. Peristiwa tiba-tiba itu membuat Muhammad saw. takut dan khawatir terhadap dirinya.<br /><br />Muhammad saw. segera pulang menemui Khadijah binti Khuwailid ra seraya berkata, “Selimuti aku, selimuti aku.” Dengan sigap Khadijah menyelimutinya, perlahan rasa takut mulai menghilang. Setelah merasa tenang, Muhammad saw. menceritakan kejadian yang dialaminya. “Sungguh saya takut terhadap diriku.” pungkas Muhammad saw.<br /><span class="fullpost"><br />Dengan sigap dan mantap Khadijah menjawab, “Tidak, sekali-kali tidak, Demi Allah, Allah tidak akan menghinakan engkau selamanya, karena engkau penyambung silaturahim, membantu yang memerlukan, meringankan orang yang tidak berpunya, memulyakan tamu dan menolong untuk kebenaran.”<br />Yang menarik untuk disebut dari periwayatan ini adalah, bahwa Aisyah istri Rasulullah saw. sangat cemburu dengan Khadijah , namun demikian, Aisyah secara amanah meriwayatkan kisah ini apa adanya, tidak dikurangi sedikit pun. Subhanallah!<br />“Maka Muhammad segera pulang menemui Khadijah di rumahnya”, mengisyaratkan bahwa Muhammad saw. “betah” berkeluarga dengan Khadijah, bahkan beliau mengkhususkan curhat kepadanya atas kejadian yang dialaminya. Padahal Khadijah ra tidak sendirian di rumahnya, Khadijah bersama anak-anaknya -bukan anak Muhammad dari hasil pernikahan dengan Khadijah-.<br /><br />Seandainya Muhammad saw. tidak “betah” di rumah Khadijah, pasti beliau tidak akan pulang ke rumah Khadijah di saat dirinya dihantui ketakutan seperti itu.<br /><br />Muhammad saw. minta diselimuti, ketika rasa takut dalam dirinya lenyap dan rasa khawatir yang menyelimuti jiwanya hilang, Muhammad saw. baru menceritakan apa yang terjadi.<br />Rasa takut yang demikian hebat mampu menghalangi berpikir jernih dan menghambat berinisiatif secara cepat dan tepat.<br />“Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) kami tentang kaum Luth.” Huud:74<br />Penggunaan huruf ” fa’ ” dalam potongan hadits di atas menunjukkan kesigapan seorang istri, “Maka Khadijah langsung menyelimutinya, sehingga hilanglah rasa takut darinya.”<br /><br />Muhammad saw. terkenal sebagai seorang yang selalu menjaga kehormatan dan kepribadian dirinya, sehingga tidak mungkin beliau meminta diselimuti, kalau bukan karena kondisi yang menimpa dirinya sedemikian hebat.<br /><br />Namun, rasa takut dan khawatir yang dialami Muhammad saw. adalah hal yang wajar, sebagaimana nabi-nabi sebelumnya juga demikian,<br /><br />“Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: “Jangan kamu takut, Sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth.” Huud:70<br /><br />“Maka Musa merasa takut dalam hatinya.” Thaaha:67<br /><br />“(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. mereka berkata: “Janganlah kamu takut”, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak). Adz Dzariat:28<br /><br />Muhammad menceritakan kejadian yang dialaminya setelah beliau benar-benar merasakan ketenangan. Muhammad memilih Khadijah sebagai tempat curhat beliau. Kenapa? Karena Khadijah orang yang paling tahu tentang dirinya, orang yang paling dekat dengannya, Khadijah tahu, bahwa apa yang diceritakan suaminya adalah benar.<br /><br />Sekaligus Muhammad saw. juga paham bahwa istrinya mampu memberi jalan keluar dari peristiwa yang hadapinya.<br /><br />Khadijah seorang yang cerdas, mengetahu solusi jitu atas apa yang dialami suaminya, termasuk perihal yang belum pernah terjadi sekalipun.<br />Permulaan turunnya wahyu merupakan tahapan baru bagi kehidupan Muhammad saw. turunnya wahyu dengan tiba-tiba menjadikan diri beliau berubah statusnya. Turunya permulaan wahyu ini sebagai deklarasi tersambungnya kembali antara langit (risalah Ilahiyah) dengan bumi (tugas penyampaian dan sikap optimisme hidup).<br /><br />Tersambungnya kembali jalinan langit dan bumi, setelah sebelumnya terputus beberapa abad. Inilah proses penguatan jiwa Muhammad saw. sebagai seorang manusia untuk menerima risalah Ilahiyah.<br />Karena itu, Muhammad saw. berkata, “Saya takut terhadap diriku sendiri” rasa takut terhadap apa yang ia lihat dan di dengar itu bagian dari tipu daya jin atau dukun, sebagaimana yang dipaparkan dalam buku-buku sirah tentang ketakutan Muhammad saw. terhadap dirinya.<br /><br />Khadijah menjawab dengan mantap, karena dilatar belakangi pengenalan panjangnya terhadap pribadi Muhammad saw. sejak menjadi pedagang.<br /><br />Pengenalan panjang Khadijah sebelum menikah dengan Muhammad, yaitu informasi di dapat dari pembantunya yang bernama Maisaroh -seorang laki-laki- yang menemani Muhammad saw. berdagang ke Syam, di mana Maisaroh melihat awan dengan mata kepala sendiri berjalan menaungi Muhammad saw. di suasana terik matahari. Dalam riwayat lain dua malaikat menaungi Muhammad saw. kemana saja ia berjalan dari terik matahari.<br /><br />Atau berteduhnya Muhammad saw. di bawah sebuah pohon. Seorang Rahib yang melihat kejadian itu berkomentar, “Tidak ada orang yang berteduh di pohon ini kecuali ia adalah seorang nabi, sebagaimana diterangkan dalam kitab asli kami.” Dan ketika diceritakan ciri-ciri Muhammad, maka itu persis tertulis dalam kitab mereka.<br /><br />Kisah ini ditulis di banyak buku sirah, seperti sirah Ibnu Ishaq, sirah Ibnu Hisyam, sirah As Suyuthi, sirah As Suhaili dan lain-lain.<br /><br />Makanya, ketika Khadijah menjawab dengan mantap, “Tidak, sekali-kali tidak” adalah berdasarkan data-data panjang yang ia ketahui sebelumnya. Jawaban yang juga tidak diduga Muhammad saw. sendiri. Jawaban tegas, memancar dari aliran cintanya kepada suaminya. Kenapa tidak? Karena Khadijah yakin bahwa beliau adalah utusan Allah swt. untuk umat ini.<br /><br />Khadijah segera mencarikan informasi kepada tokoh agama, Waraqah bin Naufal, atau kepada pendeta Buhaira tentang kejadian yang dialami Muhammad saw. Keduanya berkomentar, bahwa Muhammad seorang nabi akhir zaman untuk umat ini.<br />Proses nikahnya Khadijah dengan Muhammad pun unik, dimana Khadijah meminta salah seorang wanita Quraisy untuk mempengaruhi Muhammad dengan menceritakan keistimewaan dan kelebihan Khadijah. Di akhir lobi, wanita itu menawarkan kepada Muhammad, bahwa Khadijah layak menjadi Istrinya, dan Muhammad cocok menjadi suaminya.<br /><br />Dengan ditemani pamannya, Abu Thalib dan paman-paman yang lain, Muhammad saw. melamar Khadijah. Sejarah sirah mencatat, bahwa Khadijah ketika itu sebagai seorang pebisnis ulung yang sangat kaya raya.<br />Kisah lain yang menguatkan bahwa Muhammad saw. seorang Rasul adalah sebagaimana diriwayatkan Imam Baihaqi dari Ibnu Ishaq, bahwa Khadijah bersanding dengan Muhamamd saw. di dalam rumahnya. Khadijah berkata, “Apakah engkau melihat Malaikat Jibril? Muhammad menjawab, “Ya”. Maka Khadijah masuk kebilik kamarnya dan bersanding dengan Muhammad seraya membuka tutup kepala dan cadar yang dipakainya. Khadijah kembali bertanya, “Apakah engkau masih melihatnya? Tidak, jawab Muhamamd saw. Khadijah berkomentar, Ia bukanlah setan, ia adalah malaikat wahai putra pamanku. Khadijah yakin dan bersaksi bahwa apa yang dibawa Muhammad saw. adalah kebenaran.<br /><br />Demikian, kita melihat sikap bijak ummul mukminin, Khadijah ra. Dirinya menjadi dewasa dan matang bersamaan dengan kejadian-kejadian yang dialaminya. Khadijah menjadi mudah menyelesaikan persoalan bersamaan dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Khadijah tidak sekedar menggembirakan dan membela Muhammad saw. berdasarkan dugaan atau kamuflase belaka. Akan tetapi Khadijah mempersembahkan pembelaan dan menyenangkan hati suaminya karena berdasarkan data-data panjang yang ia hadapi selama ini.<br /><br />Dengan sigap dan penuh cinta, Khadijah mendampingi suaminya menghadapi persoalan hidup. Allahu a’lam.<br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-64735393556797510212009-03-10T02:50:00.000-07:002009-03-10T02:51:34.837-07:00Jangan Ada Dusta Mencintai AllahOleh: Sofyan Siroj Aw, Lc, MM<br /><br />Hubbud Dunia (Cinta Dunia). Itulah sebuah judul besar penyakit yang menghinggapi banyak umat hari ini. Eksistensi dunia melebihi eksistensi Allah. Celakanya lagi, bahkan banyak manusia yang sudah merusak fitrahnya sebagai makhluk. Dengan menuhankan dunia. Na’udzubillahi mindzaliq. Semoga hal yang demikian ini terhindar dari diri kaum muslimin dan orang-orang yang beriman. Orang-orang yang masih meninggikan asma-Nya, dan memuliakan kekasihnya, Muhammadur rasulullahu salallahu ’alaihi wasallam.<br /><br />Penyakit cinta dunia dan takut mati memang bukan hari ini saja terjadi. Ini adalah kisah dan perilaku yang berulang-ulang. Tentu ingat bagaimana Fir’aun (Ramses II) yang menganggap dirinya Tuhan. Berkuasa penuh atas diri manusia. Tapi, ketika maut menjemputnya (tatkala ia digulung lautan saat mengejar nabi Musa as), barulah ia bermunajat pada Allah swt. Sayang, semuanya terlambat. Hanya saja, tubuhnya hingga kini tetap dijaga oleh Allah, sebagai pelajaran bagi umat di kemudian hari.<br /><span class="fullpost"><br />Dasar penyakit, cinta dunia hingga kini masih saja terus berulang. Wujud dan bentuknya beragam. Namun, pada prinsipnya, cinta dunia selalu dipicu oleh materi. Sehingga, banyak manusia hari ini berlomba-lomba mencari rezki tanpa mengenal siang dan malam. Kerja keras siang malam, pergi pagi pulang malam, peras keringat banting tulang demi dunia. Sayang, mereka lupa dengan Maha Pemilik Materi, Allah ’Azza wa Jalla. Tak takutkah mereka dengan azab Allah?<br /><br />Obatnya segeralah bertobat. Kembalilah mencintai Allah dengan tidak menafikan dunia. Karena sungguh besar manfaatnya untuk jiwa dan raga. Syurga balasannya bagi orang yang mau mencintai Allah. Tapi tidak pula mencintai Allah dengan jalan riya’. Cintailah Allah dengan ikhlas. Zuhud-lah kepada Allah, seperti halnya Muhammad saw yang hingga akhir hayatnya memilih menjadi anak-anak langit, bukan anak-anak dunia.<br /><br />Abu Bakr ash-Shiddiq ra, (rela) memberikan seluruh harta kekayaannya kepada Nabi Muhammad saw, demi berjuang di jalan Allah swt, demi Islam sebagai totalitas hidup. Seorang pecinta tidak akan menyembunyikan apa pun dari kekasihnya, bahkan ia akan memberikan segala sesuatu padanya. Begitulah pelajaran yang dapat dipetik dari Abu Bakar, orang terpandang di zamannya.<br /><br />Syarat mencintai Allah memang dengan bala cobaan. Hal itu pulalah yang dilalui oleh nabi-nabi Allah terdahulu hingga Rasulullah saw. Maka, setiap bala cobaan disertai pula dengan kesetiaan. Agar tidak dicap hanya mengaku-ngaku cinta Allah dengan kebohongan, kemunafikan, dan riya’. Jalan (menuju) al-Haqq ’Azza wa Jalla membutuhkan kejujuran (kesungguhan-shidq) dan cahaya makrifat. Di akhir cinta itulah seorang muslim akan meraih kebahagiaan hidup yang diimpikannya. Seperti halnya Muhammad saw berhasil membuat Islam jaya berabad-abad lamanya.<br /><br />Jikalau kedekatan dengan-Nya sudah benar-benar shahih, maka Dia akan mengucurkan anugerah kemurahan-Nya. Dia akan membuka pintu-pintu bagian-Nya (qadha dan qadar), pintu kelembutan, pintu rahmat, dan jendela anugerah-Nya. Dia genggam dunia untuk umat yang bersyukur, lalu membentangkannya seluas-luasnya. Tentunya semua anugerah ini hanya diberikan-Nya para manusia-manusia pilihan. Karena Dia Maha Mengetahui akan ketaqwaan mereka. Mereka tidak pernah menyibukkan diri dengan sesuatu sampai terlena melupakan-Nya.<br /><br />Nabi saw termasuk orang yang ditawari dunia, namun tidak sibuk mengurusinya dan lupa melayani-Nya. Beliau tidak menoleh pada bagian-bagian (rezki) dengan segala kesempurnaan zuhud dan penentangan. Beliau pernah ditawari kunci-kunci kekayaan bui, namun justru beliau mengembalikannya sembari berkata, “Tuhan, hidupkanlah aku sebagai orang miskin dan matikan aku sebagai orang miskin, serta kumpulkan aku kelak bersama orang-orang miskin”. Bagi kita kaum muslimin, tentu perjuangan Rasulullah saw ini sangat mulia di sisi-Nya. Perjuangan yang diberikannya, adalah demi umat Islam, sebagai umat terbaik di atas bumi Allah swt.<br /><br />Zuhud adalah anugerah kesalehan. Seorang Mukmin bebas lepas dari beban ambisi mengumpulkan duniawi, tidak pula rakus dan terburu-buru. Berzuhud atas segala sesuatu dengan segenap hati dan berpaling darinya dengan segenap nurani. Seorang muslim hanya sibuk dengan apa yang diperintahkan kepadanya. Dia tahu pasti bagiannya tidak akan lepas darinya, hingga dia pun tidak perlu mencarinya. Dia biarkan bagian-bagian (duniawi) berlari mengejar di belakangnya, merendah dan memohon-mohon padanya untuk menerimanya.<br /><br />Dikisahkan kembali oleh ’Abdul Kadir al Jilani tentang Sufyan ash-Shawri, pada awal menuntut ilmu, di perutnya terikat sabuki himyan berisi uang 500 dinar untuk keperluan hidup dan belajar. Dia ketuk-ketuk sabuk itu dengan tangannya seraya berkata, ”Jika tidak ada engkau, pastilah mereka sudah membuang kita”. Setelah diperolehnya ilmu dan makrifat pengetahuan al-Haqq Azza wa Jalla, maka dia sumbangkan sisa uang yang ada padanya untuk kaum fakir dalam waktu satu hari seraya berkata, ”Jikalau langit adalah besi yang tak mencurahkan hujan, bumi berupa batu cadas yang menumbuhkan (tanaman) dan aku pun (harus) berkonsentrasi mencari rezki, maka pastilah aku menjadi kafir”.<br /><br />Maka setiap orang mukmin bekerja dan berinteraksi dengan sarana sampai iman benar-benar kuat, baru setelah itu berpindah dari sarana (sabab) pada Pemberi sarana (Musabib). Para nabi juga bekerja, bermodal, dan berhubungan dengan sarana duniawi pada awal keadaan mereka, baru pada akhirnya, mereka pasrah diri (tawakal). Mereka mensinergikan kerja dan tawakal sebagai awalan dan akhiran, syariat dan hakikat. Diriwayatkan dari Nabi saw, “Bahwasanya seorang laki-laki datang menghadapnya, lalu berkata, ‘Aku mencintaimu karena Allah ‘Azza wa Jalla’. Beliau pun bersabda padanya, ’Jadikan bala cobaan sebagai jubah, jadikan kefakiran sebagai jubah’”. Sebuah pepatah Arab juga mengatakan: Jangan dekati ular dan macan, sebab mereka bisa membinasakanmu. Jika engkau seorang pawang, bolehlah engkau dekati ular itu, dan jika engkau sudah memilih kekuatan, maka dekatilah macan itu.<br /><br />Nabi Sulaiman as, misalnya. Setelah Allah melengserkan tahta kerajaannya, kemudian Dia menghukumnya dengan banyak hal, di antaranya mengemis dan meminta-minta. Dulu pada masa pemerintahannya, dia bekerja dan bisa makan dari hasil keringatnya sendiri, namun kemudian al-Haqq ’Azza wa Jalla menyempitkan ruang geraknya, mengusirnya dari kerajaannya dan menyempitkan jalan rezki baginya, hingga terpaksa dia harus meminta-minta. Semua itu dikarenakan istrinya menyembah patung di rumahnya (Sulaiman) selama 40 hari, maka selama 40 hari juga ia terus mendapat siksaan hari demi hari.<br /><br />Seorang laki-laki pernah bertemu Abu Yazid al-Bisthami, kemudian lama menengok ke kanan dan ke kiri. Abu Yazid pun menegurnya “Ada apa gerangan?” Ia menjawab, ”Aku ingin (mencari) tempat bersih untuk melaksanakan shalat”. Abu Yazid langsung menukas, “Bersihkan hatimu dulu dan barulah shalat sebagaimana kehendakmu”. Memang, riya’ adalah rintangan di tengah jalan kaum (Sufi) yang tidak mau harus mereka seberangi. Riya’, ujub, dan kemunafikan, termasuk anak-anak panah Setan yang dileparkan ke dalam hati.<br /><br />Jangan terlena dengan hembusan-hembusan (bujuk rayu) Setan, dan jangan kalah oleh panah-panah nafsu. Sebab ia (nafsu) melempari jiwa orang mukmin dengan panah Setan, dan memang Setan tidak dapat menguasai jiwa orang mukmin kecuali dengan sarana nafsu. Setan jin tidak dapat menguasai kecuali lewat media Setan manusia, yaitu nafsu kolega-kolega yang buruk. Memohonlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla’ dan mintalah tolong pada-Nya dalam menghadapi musuh-musuh ini, niscaya Dia akan memberi pertolongan.<br /><br />Orang yang tertolak (al-mahrum) adalah orang yang menolak al-Haqq ‘Azza wa Jalla dan kehilangan kedekatan bersama-Nya di dunia dan akhirat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam beberapa kitab-Nya, “Hai anak Adam! Jika Aku melewatkanmu, maka akan lepas (dari)mu segala sesuatu”. Bagaimana al-Haqq ‘Azza wa Jalla tidak melewatkan harapan orang mukmin jika mereka berpaling dari-Nya, dan dari kaum Mukmin serta hamba-hamba-Nya yang saleh, bahkan malah menyakiti mereka secara lahir dan batin. Nabi saw bersabda, “Menyakiti orang Mukmin lima belas kali lebih besar (dosanya) di sisi Allah daripada merobohkan Ka’bah dan a-Bait al-M’mur”.<br /><br />Janganlah takut pada siapa pun, baik jin, manusia, maupun malaikat. Jangan takut pula pada apa pun, baik hewan yang berbicara maupun yang diam. Jangan takut dengan penderitaan dunia, dan jangan takut pula dengan siksa akhirat, akan tetapi takutlah pada Sang Pemberi azab siksaan. Yang menurunkan penyakit adalah juga yang menurunkan obat. Tentu saja, ia pula yang lebih mengerti tentang kemaslahatan daripada selainnya. Jangan kecam Allah ‘Azza wa Jalla’dalam segala tindakan-Nya (fi’l. Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Dia akan merampasnya (ikhtiar dan duniawinya), jika memang ia bersabar (menghadapinya), maka Dia akan mengangkat (derajat)nya, membaguskan (taraf kehidupannya), memberinya (anugerah), dan membuatnya kaya.<br /><br />Hal itu pulalah yang terjadi pada diri nabi-nabi Allah. Mohonlah pertolongan kepada Allah dalam menghadapi musuh-musuh umat. Si pemenang adalah orang yang bersabar menghadapinya, dan si pecundang adalah orang yang menyerah pada mereka. Kaum (saleh) tidak memiliki obat keceriaan bagi mendung kesedihan mereka, juga tidak meletakkan beban mereka, dan tidak pula memiliki permata kasih di mata mereka serta hiburan bagi musibah mereka, hingga mereka bertemu Tuhan mereka. Pertemuan kaum saleh dengan Tuhannya meliputi dua jenis; pertama, pertemuan di dunia, yaitu melalui hati dan nurani kaum saleh, dan ini termasuk jarang terjadi. Kedua, pertemuan di Akhirat. Kaum saleh baru bisa merasakan kebahagiaan dan keceriaan setelah bertemu dengan Tuhan mereka, meskipun sebelumnya, musibah (kesedihan) terus menerus menimpanya.<br /><br />Abdul Qadir al-Jailani pernah berkata, “Cegahlah nafsu dari syahwat kesenangan dan kelezatan. Berilah dia makanan yang suci tanpa najis. Makanan yang suci adalah makanan yang halal. Adapun makanan yang najis adalah haram. Berilah dia sarapan yang halal hingga dia tidak menjadi sombong, tinggi hati, dan kurang ajar. Ya Allah, kenalkanlah kami dengan-Mu, hingga kami mengenal-Mu”. Amin.<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-24449181682713433202009-03-10T02:47:00.000-07:002009-03-10T02:50:13.946-07:00Boleh Cinta, Jangan Cinta ButaOleh: Muhammad Nuh<br /> “Seseorang sejalan dan sealiran dengan kawan akrabnya, maka hendaklah kamu berhati-hati dalam memilih kawan setia.” (HR. Ahmad)<br /><br />Maha Agung Allah yang telah menganugerahkan jiwa-jiwa persaudaraan buat seorang mukmin. Ada kebahagiaan tersendiri ketika hidup dengan banyak teman dan saudara seiman. Mungkin, itulah di antara bentuk keberkahan.<br /><br />Namun, tidak semua pertemanan berujung kebaikan. Perlu kiat tersendiri agar niat baik pun menghasilkan yang baik.<br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight:bold;">Mengenali teman dengan baik</span><br />Islam adalah agama yang santun. Seperti itulah ketika Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa mendahului salam. Mendahului salam sangat dianjurkan Rasulullah saw., kepada yang kita kenal atau belum: “…berilah salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang belum kamu kenal.” (Muttafaqun ‘Alaih)<br /><br />Dari salam inilah hal pertama yang bisa didapat dari calon teman adalah muslimkah dia. Paling tidak, ada gambaran sejauh mana tingkat keislaman orang itu. Karena seorang muslim yang baik paham kewajiban menjawab salam.<br /><br />Setelah saling berbalas salam, jalinan perkenalan dirangsang dengan mengenalkan diri si pemberi salam terlebih dahulu. Dari situlah tukar informasi diri berlangsung lancar. Dan senyum merupakan ungkapan tersendiri yang mensinyalkan rasa persaudaraan dan perdamaian. Rasulullah saw. bersabda, “Jiwa-jiwa manusia ibarat pasukan. Bila saling mengenal menjadi rukun dan bila tidak saling mengenal timbul perselisihan.” (HR. Muslim)<br /><br />Namun, satu momen perkenalan itu jelas belum cukup. Butuh interaksi secara alami. Setelah itu, waktu dan jumlah pertemuanlah yang menentukan. Apakah perkenalan berlanjut pada persaudaraan. Atau sebaliknya, sekadar kenal saja. Dan keinginan kuat untuk bersaudara mesti diutamakan dari sekadar kenal. Terlebih persaudaraan karena jalinan iman dan takwa.<br /><br />Allah swt. mengisyaratkan itu dalam surah Al-Hujurat ayat 13. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”<br /><br />Walau pada tingkat persaudaraan, perkenalan bukan berarti sesuatu yang sudah usai. Karena kehidupan manusia tidak diam. Ia selalu bergerak, berubah, dan berganti. Termasuk pada sikap dan karakter. Boleh jadi, seseorang bisa terheran-heran dengan perubahan teman lama yang pernah ia kenal. Karena ada yang beda dalam fisik, sikap, karakter, bahkan keyakinan.<br /><br />Perubahan-perubahan itulah menjadikan seorang mukmin senantiasa menghidupkan nasihat. Mukmin yang baik tidak cukup hanya mampu memberi nasihat. Tapi, juga siap menerima nasihat. Dari nasihat itulah, hal-hal buruk yang baru muncul dari seorang teman bisa terluruskan.<br /><br />Seperti itulah firman Allah swt. dalam surah Al-‘Ashr ayat 1 sampai 3. “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya mentaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.”<br /><span style="font-weight:bold;">Mewaspadai dampak buruk seorang teman</span><br />Buruk sangka dalam pertemanan memang tidak dibenarkan Islam. Tapi, ketika ada fakta-fakta yang menyatakan tidak bagusnya seorang teman, dan nasihat sudah tidak lagi ampuh, kewaspadaan mungkin jadi jalan terakhir. Karena tidak tertutup kemungkinan, keburukan bisa menular. Paling tidak, agar tidak kecipratan air busuk temannya.<br /><br />Rasulullah saw. bersabda, “Kawan pendamping yang saleh ibarat penjual minyak wangi. Bila dia tidak memberimu minyak wangi, kamu akan mencium keharumannya. Sedangkan kawan pendamping yang buruk ibarat tukang pandai besi. Bila kamu tidak terjilat apinya, kamu akan terkena asapnya.” (HR. Bukhari)<br /><br />Mewaspadai tidak berarti memutus pertemanan buat selamanya. Apalagi menyebar hawa permusuhan dan kebencian. Karena boleh jadi, sifat buruk bisa berubah baik. Sebagaimana, baik menjadi buruk. Kontribusi sebagai seorang teman mesti terus mengalir. Paling tidak, dalam bentuk doa.<br /><span style="font-weight:bold;">Berhati-hati mencintai seseorang</span><br />Cinta tidak melulu antara laki dan wanita. Ada cinta lain yang berwarna persaudaraan dan pertemanan. Karena ikatan suku, profesi, sekelompok orang bisa saling mencintai. Begitu pun dalam ikatan persaudaraan Islam. Rasulullah saw. mengatakan, “Tidaklah beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”<br /><br />Umumnya, cinta punya rumus: saling kenal, saling paham, saling cinta, dan saling berkorban. Tapi, ada cinta yang datang tiba-tiba. Mungkin karena ada sesuatu yang menarik dari penampilan fisik, cinta langsung berbunga. Atau, karena ada seseorang yang begitu murah hati dan dermawan, cinta bisa langsung tumbuh pesat. Ada utang budi yang berinti cinta. Kalau sudah begitu, pengorbanan menjadi sesuatu yang amat ringan.<br /><br />Kalau orang yang cepat dicintai itu memang layak dicintai, simpati dan pengorbanan tentu akan berbuah kebaikan. Tapi, bagaimana jika yang tiba-tiba dicintai itu punya maksud tidak baik. Karena kelihaian, atau karena sudah jadi profesi, cinta bisa dimanipulasi menjadi alat efektif melakukan penipuan.<br /><br />Karena itu, Rasulullah saw. mewanti-wanti dalam mencintai seseorang. Cinta bisa menghilangkan daya kritis dan rasionalitas seseorang. Beliau saw. besabda, “Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)<br /><br />Berteman dan bersaudara memang menjadi sebuah kenikmatan tersendiri buat seorang mukmin. Pertemanan seperti itu tidak hanya bermanfaat di dunia, tapi juga di akhirat. Begitulah sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali per-lindungan-Ku.” (HR. Muslim)<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-59302460730514775872009-03-10T02:42:00.000-07:002009-03-10T02:43:26.576-07:00Menakar Cinta Untuk Mereka”Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS.Lukman: 14)<br /><br />Pesan tersirat apa yang berhasil kamu tangkap dari bunyi ayat di atas?<br />Yap! Betul. Salah satu ayat di Surat Luqman ini memang menceritakan perintah Allah SWT yang mewajibkan kepada kita untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tua. Terlebih lagi kepada sang bunda. Bahkan Rasulullah SAW mengajarkan bobot berbuat baik kepada ibu hingga tiga kali lipat dibandingkan kepada ayah. Makanya nggak salah dong jika ada pepatah mengatakan bahwa surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu.<br /><br />Berbicara tentang birul walidain (berbakti para orang tua), kayaknya tiap kita sudah sama-sama paham dan sepakat deh bahwa hal tersebut memang mutlak dan wajib dilakukan oleh setiap anak. Dan kewajiban itu tetap melekat meski kedua orang tua kita sudah nggak ’ada’ (alias wafat, red). Makanya dalam salah satu hadis paling populer yang sering kita dengar, salah satu amalan yang akan terus mengalir meski seseorang telah meninggal dunia sekalipun adalah untaian doa dari anak yang sholeh. Saya sih berhusnuzon bahwa seluruh sobat yang sedang membaca tulisan ini masuk dalam kategori anak-anak yang sholeh. Hehe. Minimal punya niat untuk jadi anak yang sholeh. Iya, kan? Hehe. Amin.<br /><span class="fullpost"><br />Berakhlak kepada orang tua sebenarnya nggak susah kok. Islam telah memberi batasan yang jelas dalam hal ini, yaitu jangan sampai berkata-kata menyakitkan apalagi sampai mengeluarkan kata ’ah’. ”Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ’ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada perkataan yang mulia.”(QS.Al Israa:23)<br /><br />Nah, dari penjelasan ayat tadi, kayaknya Allah telah memberikan rambu-rambu yang terang agar kita tidak salah bersikap kepada orang tua. Kalo ngomong ’ah’ saja dilarang, logikanya ucapan yang lebih kasar dari kata tersebut tentu juga nggak boleh kita ucapkan dong! Makanya, Saya gerah banget kalo ngelihat banyak tayangan berita yang mencontohkan sikap durhaka seorang anak kepada orang tuanya. Bahkan nggak sedikit lho yang kemudian meremehkan, merendahkan dan (maaf) mengasari ortunya. Belon lagi banyaknya kasus kriminalitas yang melibatkan antar orangtua dan anak. Hi, serem banget!<br /><br />Dari penjelasan ayat di atas, lihat deh, ternyata Allah SWT meletakkan kewajiban berbuat baik kepada orang tua sebagai urutan kedua setelah kewajiban untuk tidak mempersekutukan-Nya. Kewajiban berbuat baik kepada mereka (ortu, red) nggak sekedar balas budi sang anak atas jerih payah mereka dalam mengasuh dan membesarkan, akan tetapi lebih ditekankan pada melaksanakan perintah Allah SWT. Makanya Allah SWT sangat murka pada anak yang durhaka, dan menjadikan perilaku durhaka termasuk dalam salah satu kategori dosa besar. Masih ingat kan legenda Malin Kundang? Pergi deh ke Pantai Padang. Di sana sobat akan mendapatkan sisa-sisa batu yang berbentuk separuh badan kapal yang masih terjaga utuh. Termasuk sebuah batu yang mirip orang sujud, yang kemudian dianggap sebagai batu si Malin Kundang. Nggak percaya?! Main gih ke sana.<br /><br />Kalau kita mau jujur, sebanyak apapun harta yang kita berikan kepada bokap en’ nyokap di rumah, itu nggak sebanding dengan pengorbanan yang mereka berikan kepada kita. Bayangin aja, sejak kita masih bayi lalu balita, kanak-kanak, remaja, dewasa bahkan sudah berkeluarga sekalipun, cinta dan kasih sayang mereka tetap tulus tercurah pada kita. Nggak akan terukur oleh apapun. Makanya guys, beruntunglah kamu-kamu yang masih punya ortu meski sudah mulai sepuh. Setidaknya hal itu memberikan kesempatan kepada kamu untuk berbakti pada mereka, mengurusi mereka, memenuhi kebutuhan mereka dan menyenangkan hati mereka dengan cara apapun.<br /><br />Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah berpesan kepada seorang sahabat jika berkesempatan berkunjung ke sebuah kota (Maap, Saya lupa nama kotanya, red) maka temuilah seorang pemuda bernama Fulan yang bekerja sebagai seorang tukang daging. Pemuda itu sangat istimewa karena kelak di akhirat akan menjadi teman Nabi Musa AS di surga. Beberapa waktu kemudian, sang sahabat berkesempatan pergi mengunjungi kota tersebut dan mencari rumah si Fulan. Singkat cerita, menginaplah ia di sana. Namun setelah beberapa hari, ia tidak melihat satu ibadah istimewa pun yang dikerjakan sang pemuda, yang menjadikannya begitu istimewa di mata Allah SWT. Akhirnya sahabat ini pun bertanya, ”Ibadah istimewa apakah yang setiap hari kaulakukan sehingga Rasulullah menyuruhku untuk menemuimu?” Akhirnya pemuda itu pun bercerita. Setiap hari ia berjualan daging di pasar. Sepulang dari pasar, ia bergegas ke rumah ibunya sambil membawa sekerat daging terbaik yang ia miliki pada hari itu. Daging tersebut ia masak, ia hidangkan dan ia suapkan ke mulut ibunya yang sudah renta. Dan tiap kali ia selesai melakukan hal itu, sang ibu penuh harap selalu berdoa kepada Allah SWT, ”Ya Allah, jadikanlah putraku ini sebagai teman bagi Rasul-Mu Musa AS di akhirat nanti.”<br /><br />Duh, Gusti Allah! Siapa yang nggak akan terharu jika tiap hari selalu didoakan seperti itu oleh orang tua? Saya juga mau. Siapa yang nyangka kalau ternyata doa itu langsung diijabah oleh Allah SWT. Dan lihatlah, amalan apa yang telah dilakukan si pemuda? Amalan itu sebenarnya sangat sederhana. Hanya memasak makanan dan menyuapi sang ibunda. Sederhana, kan? Namun karena dilakukan dengan penuh cinta dan kasih sayang, barokah yang diberikan Allah SWT berkali lipat. Bahkan tak terhitung. Subhanallah!<br />Coba deh, sekarang kita intropeksi diri. Sudah berapa banyak sih perbuatan baik yang telah kita lakukan kepada kedua orang tua? Bahkan disuruh nyuci piring aja, gondoknya nggak ketulungan. Belum lagi kalo nggak dapet stok uang jajan seperti biasanya. Ngedumelnya seharian penuh. Padahal ortu nggak ngasih jajan karena lebih memprioritaskan kebutuhan lain yang lebih urgen. Bukan karena nggak sayang ama kita. Astaghfirullah….<br /><br />Makanya guys, kita tobat bareng-bareng yuk. Mohon ampun pada Allah SWT atas dosa-dosa yang sengaja maupun tidak sengaja telah kita lakukan kepada kedua orang tua kita. Mungkin selama ini ada ucapan, mimik wajah, decakan, teriakan, hentakan, omelan, sungutan, atau apapun lah itu yang telah menoreh luka di hati bokap dan nyokap. Karena itu… ampuni kami ya Allah.<br /><br />Percayalah friend, mungkin orang tua kita belum mampu memberikan contoh terbaik bagi kita. Mungkin ibu kita masih belum mau menutup aurat. Mungkin ayah kita masih suka merokok dan enggan sholat. Mungkin dalam keseharian mereka masih jauh dari nilai-nilai yang dicontohkan Rasulullah SAW. Jangan pernah sedih dan putus asa. Kita mulai mencontohkan keteladanan itu dari diri kita sendiri. Dengan tutur kata yang lembut, akhlak yang santun dan pengabdian yang tulus. Insya Allah hal itu akan jadi awalan yang baik bagi semuanya.<br /><br />Ayo menakar seberapa besar cinta yang telah terulur ke hati mereka. Semoga Allah SWT mengijabah salah satu doa yang tulus terucap oleh lisan kedua orang tua kita. Bukankah ridho Allah terletak pada ridho orang tua?<br /><br />Nah, selamat mempraktekkan… <br />http://mellisuryanty.blog.friendster.com/<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-58759967043729228622009-03-10T02:41:00.000-07:002009-03-10T02:42:33.392-07:00Menakar Kadar Cinta“…Tanpa cinta, totalitas kepatuhan dan ketundukan sulit dan rumit untuk tertunaikan. Sebab, hanya dengan cintalah manusia purna menghamba. Man ahabba syaian fa huwa ‘abduhu.”<br /><br />“… dulu ayahku pernah bilang, sudahlah Bonaga, kalau kau tak bisa bilang Aku cinta padamu, bilang saja I love you, Monita…”. Huk, perempuan yang mendengar ungkapan itu terbatuk, terperangah, tak pernah menduga hal demikian bakalan ia dengar. Seketika. Tiba-tiba. Keterpendaman rasa kasih seorang sahabat pria dekatnya sa’at itu terucap.<br /><br />Romantis, itu target rekaan, hingga momen ‘pengungkapan rasa’ tersebut dapat dianggap kreatif bagi si perempuan atau bahkan kebanyakan orang, mampu mewujudkan pola dan kesan yang berbeda. Menggetarkan, sepadan dengan cinta itu sering dideskripsikan. Kreatif, sebagaimana dibutuhkan dalam banyak kasus percintaan.<br /><br />Padahal, dasar teori adegan di atas cukup sederhana, di tengah seseorang sedang meminum sesuatu, terjadi peristiwa mengejutkan atau di luar dugaan maka reaksi si pendengar bisa dispekulasikan, yang mengalami keterkejutan akan ke-selak-an. Batuk, walau sesenggukan. Tentu, lebih jauh harapan mendasar dari adegan di atas agar jiwa si pendengar tergetar tersentuh, lalu esensi yang disampaikan semoga lebih membekas juga menggurat.<br /><span class="fullpost"><br />Entah, rekan pembaca pernah ingat atau malah memang belum berkesempatan menyaksikan adegan di atas. Jelasnya, tersebut adalah bagian dari adegan sebuah film nasiolisme oriented, garapan sutradara senior Dedy Mizwar, diluncurkan di pertengahan tahun 2007 menjelang Dirgahayu RI ke-62. “Nagabonar jadi 2″.<br /><br />Satu film di atas hanya sebagai sebuah permisalan, tema nasionalisme seperti kurang sempurna jika tanpa disisipi kisah cinta sepasang kekasih. Ironis, energi aneh yang terkandung dalam cinta itu sampai-sampai menjadikan wajah perfilman Indonesia dewasa ini –secara umum- seperti ‘wajib’ bernuansakan percintaan. Seperti yang tertulis di paragraf awal, energi cinta seolah terus dan semakin memaksa nalar-nalar kreatifitas manusia untuk berpacu membuat kisah tentang dirinya, terbitlah novel asmara, lahirlah sinetron romansa, hingga ditayangkanlah film-film cinta. Cinta berlawan jenis, itu garis bawah penulis.<br /><br />Saksikan, seorang bocah Sekolah Dasar, bukan sekedar bisa mencinta lewat rasa, tapi telah berani berjuang mengungkapkan, bahkan secara terang bersikap penuh ‘perhatian’ pada seorang om (lelaki dewasa) layaknya tingkah kaum dewasa. Itu dalam “I love U, Om.”. Ingat pula “Love is Cinta”, bagaimana seorang pemuda sanggup reinkarnasi ke tubuh seorang ‘Guy’, hanya karena dalam waktu tiga hari ia ingin menyelesaikan permasalahan cintanya, cinta yang belum sempat terungkap sa’at kematian lebih dulu menjemput.<br /><br />Di sini, mungkin dapat saya cukupkan, cinta adalah satu entitas yang memiliki nilai universalitas tak terbatas bentuk, ruang dan waktu. Cinta bisa hidup di komplek-komplek rumah mewah, juga dapat tumbuh di rumah-rumah beralas tanah. Cinta bersemayam pada jiwa-jiwa penuh damai, tetapi Hitler merefleksikan cintanya pada kekejaman. Tak berbentuk, tak tersekat ruang, tak terbatas waktu, tapi entitas cinta menghasilkan nilai dan manifestasi yang berbeda dari satu tipikal ke yang lainnya.<br /><br />Fandi, berhasil mendapatkan Sarah dengan menikahinya. Di medan pencarian ilmu ikhlas sebagai sarat pernikahan mereka, cinta Fandi justeru menghantarkan ia dan keluarganya kembali ke jalan kebahagian nikmat Iman dan Islam dalam “Kiamat Sudah Dekat”. Berbeda dengan “First Love”, seorang perempuan malah harus mengalami koma panjang sebelum menjemput kematian, koma yang diderita disebabkan masa hidupnya terpenjara dalam kesepian dan pengharapan hampa, hatinya tak terlalu kuat menahan cinta tak sampainya pada seorang pria yang diidamkan.<br /><br />Ah, begitulah cinta, bahan kisah yang ‘kan selalu menghiasi perjalanan hidup manusia di dunia. Cinta, ekspresi naturalistik yang memang tercipta sebagai mahkota kesempurnaan penciptaan manusia. Khusus dan utamanya, berasa sayang dan kasih kepada lawan jenis. “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” Ali Imron [3] : 14. Membunuh cinta, berarti membunuh kemanusiaan itu sendiri.<br /><br />Cinta hanya butuh dibina dan arah, lalu pada siapa atau apa cinta itu mestinya kita prioritaskan?. Sebab cinta adalah penggerak, lantas dengan siapa atau apa kita seharusnya memulai segala gerak?. “Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” At-Taubah [9] : 24. Ayat inilah yang menurut DR. Nasih Ulwan, sebagai standarisasi-kualifikasi-normatif cinta sejati.<br /><br />Jika dikait-eratkan dengan nilai relasi hamba (kita sebagai manusia) pada Tuhannya, saya memahami, tak ada nilai kesempurnaan sebuah ibadah tanpa cinta. Tanpa cinta, totalitas kepatuhan dan ketundukan sulit dan rumit untuk tertunaikan. Sebab, hanya dengan cintalah manusia dapat purna menghamba. Man ahabba syaian, fa huwa ‘abduhu. Terlebih, kala cinta tidak tersandarkan pada prioritasnya, sering kali manusia terhanyut oleh limbah busuk egoisme dan kepentingan nafsu pribadi.<br /><br />Takaran cinta yang paling fundamental, adalah seberapa besar pengorbanan, kesungguhan dan ketelusun kita dalam menghamba, beribadah kepada Sang Penuh Maha dan memberi pengaruh pada kesadaran diri dalam menjalani hidup. Seringkali saya bertanya pada pribadi diri, sudah sebesar apakah cinta yang saya punya?! Tepatkah cinta itu telah tertempatkan pada haknya?! Silahkan, jika ini mau kita jawab bersama-sama, tapi tidak harus dengan mencontek ke kiri dan ke kanan, kita jawab oleh masing-masing diri saja. []<br />http://juangnandoa.blog.friendster.com<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-5919016025950666912009-03-06T02:56:00.000-08:002009-03-06T02:58:19.407-08:00Pesan Mujahid (Untukmu Mujahidah)Saudariku yg dimuliakan Allah SWT, sungguh Allah SWT telah berfirman:<br />“Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yang besar”<br />Saudariku yg dimuliakan Allah SWT, di kehidupan kita tiada kebahagiaan yang sempurna, selain kebahagiaan seseorang dalam rumah tangganya,<br />Dan kebahagiaannya di akhirat kelak. Begitu pula, tiada penderitaan yang paling menyakitkan, selain penderitaan dalam kehidupan rumah tangganya dan penderitaannya kelak di akhirat.<br /><span class="fullpost"><br />Maka siapa saja yg merasa bahagia, dalam menjalani rumah tangganya, diapun pasti akan bahagia dalam menjalani hidup sesamanya. Begitu pula sebaliknya, jika dia merasakan kehilangan ketenangan jiwa didalam kehidupan rumah tangganya, maka kehidupannya dengan bersama yang lainpun akan terasa membosankan dan menyusahkan. Saudariku, taukah kamu? Kebahagiaan bukanlah bintang ajaib, yang jatuh kepada setiap kita, lantas kita akan merasakannya dan siapa yang tidak mendapatkan bintang itu, maka hidupnya akan menderita dan susah. Akan tetapi kebahagiaan terjadi diluar kemampuan manusia, terjadi diluar ambang batas kesanggupan manusia, dan itu hanya bisa diraih dengan tekad yang kuat, usaha dan juga kerja keras. Kebahagiaan yang penuh aral melintang, dan juga batu terjang menghadang, kebahagiaan hakiki yang menjadi janji Rabbull ‘Izzati, kebahagiaan yang tak jarang orang mati dalam meniti, hingga menjadikan sedikit sekali orang merindukannya, karena indahnya dunia, <br />Indahnya dunia dan banyaknya harta, telah melenyapkan dan mengalahkan janji Rabbnya.<br />Saudariku yg dimuliakan Allah SWT, satu – satunya yang dapat mengantarkan kita kedalam kebahagiaan, dan ketenangan didunia, serta keselamatan dan keberuntungan kita di akhirat kelak, adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan yang menuntut keikhlasan, ketaatan yang tidak menjadikan hati menjadi berat, ketaatan yang menuntut penerimaan yang tulus dalam diri kita, ketaatan yang menuntut pengorbanan, harta, keluarga, bahkan jiwa sekalipun dalam diri kita. Oleh karena itu Saudariku yg dimuliakan Allah SWT, sungguh indah bila tatanan rumah tangga dihiasi dengan bingkai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya,,, alangkah bahagianya bila suamimu adalah orang yang selalu mendermahkan hidup, harta dan jiwanya untuk meraih kemuliaan di sisi Allah SWT, keningnya senantiasa tunduk karena sujud, lisannya takkan pernah lelah karena berzikir, keringatnya takkan pernah kering dan debu selalu menyelimuti pakaiannya, karena kecintaannya berjuang di jalan Allah SWT, engkau… ya engkau dan anakmu, tak pernah memalingkannya untuk meraih kemuliaan disisi Rabbnya, justru suamimu akan menjadikanmu dan anakmu sebagai bahtera yang menyelamatkan kehidupannya dan bukan sebagai penghalang atau penghancur kebahagiaannya. Suamimu akan selalu menanamkan sikap Qona’ah dan juga keperwiraan kepada keluarganya juga tidak pernah berkecil hati dengan segala pemberian Rabbnya. <br />Saudariku yg dimuliakan Allah SWT, alangkah mulianya bila dirimu mendermahkan hidup, harta dan jiwamu meraih kemuliaan disisi Allah SWT, kemuliaanmu akan kamu raih dengan ketaatanmu kepada suamimu, selalu menjaga rahasia, harta, dan kehormatan suamimu. Karena taukah kamu? Bila surga dan nerakamu terletak pada ketaatanmu, biarkanlah bibir merahmu yang merekah selalu tersenyum simpul dengan pemberian suamimu yang tercinta, biarkanlah dari tanganmu yang lembut dan mulia tumbuh dan berkembang sosok – sosok perwira, malammu selalu dihidupkan untuk berdo’a memohon dan merajuk kepada Rabbul ‘Izzati demi kemuliaan diri, anak dan suamimu. Kamu tidak akan pernah rela bila suamimu tergoda oleh ni’mat dunia yang fana dan hatimu pun tidak akan pernah tenang bila suamimu lari dari ladang perjuangan, kamupun tidak ingin menjadi penghalang suamimu tuk meraih kemuliaannya. Oleh karena itu saudariku, banggalah dengan dirimu, banggalah dengan keadaanmu, karena kamu istri seorang Mujahid, ya… kamu istri seorang Mujahid dan kamu bukannlah istri seorang konglomerat. Kalau suamimu ingin meninggalkan Jihad ini dari kerja siang malam setengah mati, mungkin saja rezkinya disana akan memberikan tambahan uang untuk kamu, tetapi kamu? Kamu akan mendapatkan banyak sekali kerugian dikehidupannmu. Taukah kamu wahai saudariku??? Seorang suami yang jauh dari Jihad, jauh dari zikir, dan jauh dari Islam, dia akan senang bermain diluar, berkhianat diluar dan dia tidak akan pernah bisa mendidik juga tidak pernah bisa membuat anak – anaknya menjadi orang – orang yang berjiwa mulia. Saudariku, akhirnya toh kamu akan menuah, keriput, layu, mengenang masa lalu yang kelam, tapi jangan lupa wahai saudariku, jangan pernah lupa, kalau dirumahmu ada seorang Mujahid, oh… sungguh suatu kebanggan tersendiri dirumahku ada seorang Mujahid, suatu kebanggaan luar biasa seorang wanita mempunyai suami seorang Mujahid. Boleh jadi dia seorang yang tak punya, boleh jadi dia seorang yang tak perkasa, namun itu semua tak mengapa karena dia Mulia dimata Rabbnya.<br />Saudariku yg dimuliakan Allah SWT, apalah arti keindahan? Karena keindahan itu di hati dan ditelingaku, apalah arti dari sebuah kekayaan? Karena kakayaan itu adalah hati dan iman, jangan pernah kau sakiti dia, siapa tau dia telah mempunyai seorang istri di syurga sana, sedang memarahimu dan mengatakan “biarkanlah dia, biarkanlah dia jangan kau ganggu suamiku” saudariku, jangan sampai malaikat mencercahmu, karena kamu telah memisahkan sang Mujahid dimalam hari, dan menggurutinya dipagi hari. <br />Demi Allah, demi Allah kehidupanmu akan susah, dan perjalananmu akan terasa berat bila kamu menyulitkannya, tidakkah kamu ingin kembali berkumpul bersamanya kelak di Jannah??? <br />Ohhh,,, sungguh suatu kembagaan tersendiri, dirumahku ada seorang Mujahidah<br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-57998892679402452572009-03-05T08:34:00.000-08:002009-03-05T08:37:08.393-08:00Cinta Tak Harus Memiliki<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiB6eGTPz_wbePCGylofrTkYoekWYVBXK28PAgZG-IyLZnFqQHGL66_WfbLhVv4YrFfKlAUuLnOL-v_vSxpB7XSmI-Bir_Ys-DBiRop8pf_DSR2S68I55PN9aprqna9JpVU01YKV3LfJT5J/s1600-h/images6.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 124px; height: 104px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiB6eGTPz_wbePCGylofrTkYoekWYVBXK28PAgZG-IyLZnFqQHGL66_WfbLhVv4YrFfKlAUuLnOL-v_vSxpB7XSmI-Bir_Ys-DBiRop8pf_DSR2S68I55PN9aprqna9JpVU01YKV3LfJT5J/s320/images6.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5309743601074177362" /></a>Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.<br />Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abud Darda'.<br />"Subhanallaah.. wal hamdulillaah..", girang Abud Darda' mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.<br /><span class="fullpost"><br />"Saya adalah Abud Darda', dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.", fasih Abud Darda' bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.<br /><br />"Adalah kehormatan bagi kami", ucap tuan rumah, "Menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami." Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.<br /><br />"Maafkan kami atas keterusterangan ini", kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. "Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abud Darda' kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan."<br /><br />Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah. Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia bicara.<br />"Allahu Akbar!", seru Salman, "Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abud Darda', dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!"<br /><br />Cinta tak harus memiliki. Dan sejatinya kita memang tak pernah memiliki apapun dalam kehidupan ini. Salman mengajarkan kita untuk meraih kesadaran tinggi itu di tengah perasaan yang berkecamuk rumit; malu, kecewa, sedih, merasa salah memilih pengantar –untuk tidak mengatakan 'merasa dikhianati'-, merasa berada di tempat yang keliru, di negeri yang salah, dan seterusnya. Ini tak mudah. Dan kita yang sering merasa memiliki orang yang kita cintai, mari belajar pada Salman. Tentang sebuah kesadaran yang kadang harus kita munculkan dalam situasi yang tak mudah.<br /><br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-36766998559883479372009-03-05T06:13:00.000-08:002009-03-05T08:19:43.583-08:00PROPOSAL NIKAH<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFAxWenrLLQdcCXCXG4dKshyM-NFm12FMfIQh-Hac_Nd-QhXd3Yrllt7yw6jHa5SIh_ZbN0e_sY0q6vb3eiuhMCfsWfnHGb7KHzbbW9ygaLVIgmhdwEIVo2CFLKLG82Pt_vxl4zQJJA3nX/s1600-h/images.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 117px; height: 97px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFAxWenrLLQdcCXCXG4dKshyM-NFm12FMfIQh-Hac_Nd-QhXd3Yrllt7yw6jHa5SIh_ZbN0e_sY0q6vb3eiuhMCfsWfnHGb7KHzbbW9ygaLVIgmhdwEIVo2CFLKLG82Pt_vxl4zQJJA3nX/s320/images.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5309736277536705890" /></a> Postingan ini dibuat untuk anda yang memang orang-orang organisatoris atau perlu sebuah contoh proposal pengajuan nikah kepada orang tua<br /><span style="font-weight:bold;">Proposal Nikah<br />Karya : 4121x13<br />Latar Belakang</span><br />Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati, saya cintai dan sayangi, semoga Allah selalu memberkahi langkah-langkah kita dan tidak putus-putus memberikan nikmatNya kepada kita. Amin<br /><br />Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati..sebagai hamba Allah, saya telah diberi berbagai nikmat. Maha Benar Allah yang telah berfirman : "Kami akan perlihatkan tanda-tanda kebesaran kami di ufuk-ufuk dan dalam diri mereka, sehingga mereka dapat mengetahui dengan jelas bahwa Allah itu benar dan Maha Melihat segala sesuatu".<br /><span class="fullpost"><br />Nikmat tersebut diantaranya ialah fitrah kebutuhan biologis, saling membutuhkan terhadap lawan jenis.. yaitu: Menikah ! Fitrah pemberian Allah yang telah lekat pada kehidupan manusia, dan jika manusia melanggar fitrah pemberian Allah, hanyalah kehancuran yang didapatkannya..Na'udzubillah ! Dan Allah telah berfirman : "Janganlah kalian mendekati zina, karena zina adalah perbuatan yang buruk lagi kotor" (Qs. Al Israa' : 32).<br /><br />Ibunda dan Ayahanda tercinta..melihat pergaulan anak muda dewasa itu sungguh amat memprihatinkan, mereka seolah tanpa sadar melakukan perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah. Seolah-olah, dikepala mereka yang ada hanya pikiran-pikiran yang mengarah kepada kebahagiaan semu dan sesaat. Belum lagi kalau ditanyakan kepada mereka tentang menikah. "Saya nggak sempat mikirin kawin, sibuk kerja, lagipula saya masih ngumpulin barang dulu," ataupun Kerja belum mapan , belum cukup siap untuk berumah tangga¡¨, begitu kata mereka, padahal kurang apa sih mereka. Mudah-mudahan saya bisa bertahan dan bersabar agar tak berbuat maksiat. Wallahu a'lam.<br /><br />Ibunda dan Ayahanda tersayang..bercerita tentang pergaulan anak muda yang cenderung bebas pada umumnya, rasanya tidak cukup tinta ini untuk saya torehkan. Setiap saya menulis peristiwa anak muda di majalah Islam, pada saat yang sama terjadi pula peristiwa baru yang menuntut perhatian kita..Astaghfirullah.. Ibunda dan Ayahanda..inilah antara lain yang melatar belakangi saya ingin menyegerakan menikah.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Dasar Pemikiran<br /></span><br /><span style="font-weight:bold;">Dari Al Qur¡¦an dan Al Hadits :</span><br /><br /> 1.<br /><br /> "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui." (QS. An Nuur (24) : 32).<br /> 2.<br /><br /> "Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49).<br /> 3.<br /><br /> ¨Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui¡¨ (Qs. Yaa Siin (36) : 36).<br /> 4.<br /><br /> Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl (16) : 72).<br /> 5.<br /><br /> Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).<br /> 6.<br /><br /> Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71).<br /> 7.<br /><br /> Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali. (Qs. An Nisaa (4) : 1).<br /> 8.<br /><br /> Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga) (Qs. An Nuur (24) : 26).<br /> 9.<br /><br /> ..Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja..(Qs. An Nisaa' (4) : 3).<br /> 10.<br /><br /> Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata. (Qs. Al Ahzaab (33) : 36).<br /> 11.<br /><br /> Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah : Rasulullah SAW bersabda: "Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !"(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).<br /> 12.<br /><br /> Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).<br /> 13.<br /><br /> Dari Aisyah, "Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu¡¨ (HR. Hakim dan Abu Dawud). 14. Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya." (HR. Baihaqi).<br /> 14.<br /><br /> Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihat.(HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).<br /> 15.<br /><br /> "Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim) : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram."<br /> 16.<br /><br /> "Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud).<br /> 17.<br /><br /> Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).<br /> 18.<br /><br /> Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).<br /> 19.<br /><br /> Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).<br /> 20.<br /><br /> Rasulullah SAW. bersabda : "Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah" (HR. Bukhari).<br /> 21.<br /><br /> Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani).<br /> 22.<br /><br /> Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat. (HR. Ibnu Majah,dhaif).<br /> 23.<br /><br /> Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits). <br /><br /><span style="font-weight:bold;">Tujuan Pernikahan</span><br /><br /> 1. Melaksanakan perintah Allah dan Sunnah Rasul.<br /> 2. Melanjutkan generasi muslim sebagai pengemban risalah Islam.<br /> 3. Mewujudkan keluarga Muslim menuju masyarakat Muslim.<br /> 4. Mendapatkan cinta dan kasih sayang.<br /> 5. Ketenangan Jiwa dengan memelihara kehormatan diri (menghindarkan diri dari perbuatan maksiat / perilaku hina lainnya).<br /> 6. Agar kaya (sebaik-baik kekayaan adalah isteri yang shalihat).<br /> 7. Meluaskan kekerabatan (menyambung tali silaturahmi / menguatkan ikatan kekeluargaan) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kesiapan Pribadi</span><br /><br /> 1.<br /><br /> Kondisi Qalb yang sudah mantap dan makin bertambah yakin setelah istikharah. Rasulullah SAW. bersabda : ¡§Man Jadda Wa Jadda¡¨ (Siapa yang bersungguh-sungguh pasti ia akan berhasil melewati rintangan itu).<br /> 2.<br /><br /> Termasuk wajib nikah (sulit untuk shaum).<br /> 3.<br /><br /> Termasuk tathhir (mensucikan diri).<br /> 4.<br /><br /> Secara materi, Insya Allah siap. ¡§Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya¡¨ (Qs. At Thalaq (65) : 7) <br /><br />Akibat Menunda atau Mempersulit Pernikahan<br /><br /> *<br /><br /> Kerusakan dan kehancuran moral akibat pacaran dan free sex.<br /> *<br /><br /> Tertunda lahirnya generasi penerus risalah.<br /> *<br /><br /> Tidak tenangnya Ruhani dan perasaan, karena Allah baru memberi ketenangan dan kasih sayang bagi orang yang menikah.<br /> *<br /><br /> Menanggung dosa di akhirat kelak, karena tidak dikerjakannya kewajiban menikah saat syarat yang Allah dan RasulNya tetapkan terpenuhi.<br /> *<br /><br /> Apalagi sampai bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Rasulullah SAW. bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, karena yang menjadi pihak ketiganya adalah syaitan." (HR. Ahmad) dan "Sungguh kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik, daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya" (HR. Thabrani dan Baihaqi).. Astaghfirullahaladzim.. Na'udzubillahi min dzalik <br /><br />Namun, umumnya yang terjadi di masyarakat di seputar pernikahan adalah sebagai berikut ini :<br /><br /> *<br /><br /> Status yang mulia bukan lagi yang taqwa, melainkan gelar yang disandang:Ir, DR, SE, SH, ST, dsb<br /> *<br /><br /> Pesta pernikahan yang wah / mahar yang tinggi, sebab merupakan kebanggaan tersendiri, bukan di selenggarakan penuh ketawadhu'an sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. (Pernikahan hendaklah dilandasi semata-mata hanya mencari ridha Allah dan RasulNya. Bukan di campuri dengan harapan ridha dari manusia (sanjungan, tidak enak kata orang). Saya yakin sekali.. bila Allah ridha pada apa yang kita kerjakan, maka kita akan selamat di dunia dan di akhirat kelak.)<br /> *<br /><br /> Pernikahan dianggap penghalang untuk menyenangkan orang tua.<br /> *<br /><br /> Masyarakat menganggap pernikahan akan merepotkan Studi, padahal justru dengan menikah penglihatan lebih terjaga dari hal-hal yang haram, dan semakin semangat menyelesaikan kuliah. <br /><br />Memperbaiki Niat :<br /><br />Innamal a'malu binniyat....... Niat adalah kebangkitan jiwa dan kecenderungan pada apa-apa yang muncul padanya berupa tujuan yang dituntut yang penting baginya, baik secara segera maupun ditangguhkan.<br /><span style="font-weight:bold;"><br />Niat Ketika Memilih Pendamping</span><br /><br />Rasulullah bersabda "Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya."(HR. Thabrani).<br /><br />"Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama". (HR. Ibnu Majah).<br /><br />Nabi SAW. bersabda : Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab (akibatnya) dapat melahirkan anak yang lemah (baik akal dan fisiknya) (Al Hadits).<br /><br />Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda, ¡§Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama." (HR. Muslim dan Tirmidzi). Niat dalam Proses Pernikahan<br /><br />Masalah niat tak berhenti sampai memilih pendamping. Niat masih terus menyertai berbagai urusan yang berkenaan dengan terjadinya pernikahan. Mulai dari memberi mahar, menebar undangan walimah, menyelenggarakan walimah. Walimah lebih dari dua hari lebih dekat pada mudharat, sedang walimah hari ketiga termasuk riya'. "Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan."(Qs. An Nisaa (4) : 4).<br /><br />Rasulullah SAW bersabda : "Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya" (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih). Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah SAW. telah bersabda, "Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)" (HR. Ahmad). Nabi SAW pernah berjanji : "Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya." (HR. Ashhabus Sunan). Dari Anas, dia berkata : " Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya" (Ditakhrij dari An Nasa'i)..Subhanallah..<br /><br />Proses pernikahan mempengaruhi niat. Proses pernikahan yang sederhana dan mudah insya Allah akan mendekatkan kepada bersihnya niat, memudahkan proses pernikahan bisa menjernihkan niat. Sedangkan mempersulit proses pernikahan akan mengkotori niat. "Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing." (HR. Bukhari dan Muslim)<br /><br />Pernikahan haruslah memenuhi kriteria Lillah, Billah, dan Ilallah. Yang dimaksud Lillah, ialah niat nikah itu harus karena Allah. Proses dan caranya harus Billah, sesuai dengan ketentuan dari Allah.. Termasuk didalamnya dalam pemilihan calon, dan proses menuju jenjang pernikahan (bersih dari pacaran / nafsu atau tidak). Terakhir Ilallah, tujuannya dalam rangka menggapai keridhoan Allah.<br /><br />Sehingga dalam penyelenggaraan nikah tidak bermaksiat pada Allah ; misalnya : adanya pemisahan antara tamu lelaki dan wanita, tidak berlebih-lebihan, tidak makan sambil berdiri (adab makanan dimasyarakat biasanya standing party-ini yang harus di hindari, padahal tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang demikian), Pengantin tidak disandingkan, adab mendo'akan pengantin dengan do'a : Barokallahu laka wa baroka 'alaikum wa jama'a baynakuma fii khoir.. (Semoga Allah membarakahi kalian dan melimpahkan barakah kepada kalian), tidak bersalaman dengan lawan jenis, Tidak berhias secara berlebihan ("Dan janganlah bertabarruj (berhias) seperti tabarrujnya jahiliyah yang pertama" - Qs. Al Ahzab (33),<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Meraih Pernikahan Ruhani</span><br /><br />Jika seseorang sudah dipenuhi dengan kecintaan dan kerinduan pada Allah, maka ia akan berusaha mencari seseorang yang sama dengannya. Secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan tentram jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup dan lain sebagainya. Karena itu, berbahagialah seseorang yang dapat merasakan cinta Allah dari pasangan hidupnya, yakni orang yang dalam hatinya Allah hadir secara penuh. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas nama Allah dan untuk Allah.<br /><br />Betapa indahnya pertemuan dua insan yang saling mencintai dan merindukan Allah. Pernikahan mereka bukanlah semata-mata pertemuan dua insan yang berlainan jenis, melainkan pertemuan dua ruhani yang sedang meniti perjalanan menuju Allah, kekasih yang mereka cintai. Itulah yang dimaksud dengan pernikahan ruhani. KALO KITA BERKUALITAS DI SISI ALLAH, PASTI YANG AKAN DATANG JUGA SEORANG (JODOH UNTUK KITA) YANG BERKUALITAS PULA (Al Izzah 18 / Th. 2)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Penutup</span><br /><br />"Hai, orang-orang beriman !! Janganlah kamu mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah kepada kamu dan jangan kamu melampaui batas, karena Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas." (Qs. Al Maidaah (5) : 87).<br /><br />Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs. Alam Nasyrah (94) : 5- 6 ).<br /><br />Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati, saya sayangi dan saya cintai atas nama Allah.. demikanlah proposal ini (secara fitrah) saya tuliskan. Saya sangat berharap Ibunda dan Ayahanda.. memahami keinginan saya. Atas restu dan doa dari Ibunda serta Ayahanda..saya ucapkan "Jazakumullah Khairan katsiira". "Ya Allah, jadikanlah aku ridho terhadap apa-apa yang Engkau tetapkan dan jadikan barokah apa-apa yang telah Engkau takdirkan, sehingga tidak ingin aku menyegerakan apa-apa yang engkau tunda dan menunda apa-apa yang Engkau segerakan.. YA ALLAH BERILAH PAHALA DALAM MUSIBAHKU KALI INI DAN GANTIKAN UNTUKKU YANG LEBIH BAIK DARINYA.. Amiin"<br /><br />====================================<br />Dedicated to : My inspiration .... yang pernah singgah dan menghuni "hati" ...Astaghfirullah !! Saat langkah ada didunia maya, tak menapak di bumi-Nya..Lalu, kucoba atur gelombang asa..Robbi kudengar panggilanMu tuk meniti jalan RidhoMu.. Kuharap ada penolong dari hambaMu meneguhkan tapak kakiku di jalan-Mu dan menemani panjangnya jalan dakwah yang harus aku titi.. " Saat Cinta dan Rindu tuk gapai Syurga dan Syahid di jalanNya makin membuncah.."<br />====================================<br /><br />Maraji / Referensi :<br /><br /> 1.<br /><br /> Majalah Ishlah, Edisi Awal Tahun 1995.<br /> 2.<br /><br /> Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasyid, 1994, Cet. 27, Bandung, Sinar Baru Algesindo.<br /> 3.<br /><br /> Fikih Sunnah 6, Sayyid Sabiq, 1980, cet. 15, Bandung, Pt. Al Ma'arif.<br /> 4.<br /><br /> Kupinang Engkau dengan Hamdalah, Muhammad Faudzil Adhim, 1998, Yogyakarta, Mitra Pustaka.<br /> 5.<br /><br /> Indahnya Pernikahan Dini, Muhammad Faudzil Adhim, 2002, Cet. 1, Jakarta, Gema Insani Press.<br /> 6.<br /><br /> Rintangan Pernikahan dan Pemecahannya, Abdullah Nashih Ulwan, 1997, Cet. 1, Jakarta, Studia Press.<br /> 7.<br /><br /> Perkawinan Masalah Orang muda, Orang Tua dan Negara, Abdullah Nashih Ulwan, 1996, Cet. 5, Jakarta, Gema Insani Press.<br /> 8.<br /><br /> Kebebasan Wanita, jilid 1, 5, 6, A.H.A. Syuqqah, 1998, Cet.1, Jakarta, Gema Insani Press<br /> 9.<br /><br /> Sulitnya Berumah Tangga, Muhammad Utsman Al Khasyt, 1999, Cet. 18, Jakarta, Gema Insani Press.<br /> 10.<br /><br /> Majalah Cerdas Pemuda Islam Al Izzah, Wahai Pemuda, Menikahlah, No. 17/Th. 2 31 Mei 2001, Jakarta, YPDS Al Mukhtar. <br /><br />sumber dudunk.net<br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-14545908474734957372009-03-05T06:00:00.000-08:002009-03-05T08:24:06.374-08:00BUKU BACAAN BAGI YANG PENGEN NIKAHMenikah adalah ibadah, maka agar ibada itu diterima oleh Allah SWT, harus memnuhi 2 persyaratan yaitu :<br />1. Ikhlas, semata-mata hanya mengharapkan ridho Allah SWT<br />2. Ittiba', sesuai dengan petunjuk Nabi SAW <br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqHJg-BjOQuz1vaatJj3YmxBd3SLJ400gLHAS3a-EFBq6z3xHOKZyEUmffajoGSHaYCuQPD0HaD9hgJlMDRLIu6inYKWeuM7jIBj2OCE9d10TdajqUn3tHUyi7E2s2xkPzE7f3ASBzunHb/s1600-h/Indahnya-Menikah-Ala-Sunnah-nabi.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 138px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqHJg-BjOQuz1vaatJj3YmxBd3SLJ400gLHAS3a-EFBq6z3xHOKZyEUmffajoGSHaYCuQPD0HaD9hgJlMDRLIu6inYKWeuM7jIBj2OCE9d10TdajqUn3tHUyi7E2s2xkPzE7f3ASBzunHb/s320/Indahnya-Menikah-Ala-Sunnah-nabi.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5309739609053014738" /></a>bagi yang ingin menikah, kami berikan sebuah referensi yang layak untuk dibaca. Masalah pernikahan merupakan masalah yang tidak pernah basi untuk dibahas dan dibicarakan. Karena di samping pernikahan merupakan sunnah syar'iyyah yang telah dilakukan oleh para nabi dan rasul serta generasi awal dan akhir, pernikahan juga merupakan sunnah kauniyah yang pasti dibutuhkan oleh manusia. Bahkan pernikahan merupakan momentum yang sangat berarti dalam kehidupan seseorang. Biasanya setiap calon pengantin akan mempersiapkan diri sebaik mungkin guna menghadapinya, baik fisik maupun mental. Salah satu persiapan penting itu adalah seorang calon pengantin hendaknya mengetahui secara benar prosedur pernikahan yang syar'i dari awal hingga akhir. Buku ini memiliki keistimewaan dibanding dengan buku-buku lain yang mengupas masalah ini. Di samping memiliki nilai ilmiyah yang tinggi dan pembahasan yang lengkap, buku ini disajikan dengan metode yang mudah dan bahasa yang indah. Selain juga dilengkapi dengan beberapa pembahasan yang tidak kita jumpai pada buku yang lain seperti pembahasan tentang batasan-batasan ketika nazhar (melihat calon istri), pembahasan hadits yang menyebutkan kaffarat bagi suami yang menyetubuhi istrinya pada masa haid, bantahan terhadap ulama yang mengharamkan perhiasan emas melingkar bagi wanita dan pembahasan-pembahasan menarik lainnya.<br /><span class="fullpost"><br />Intinya, buku ini sangat penting dibaca oleh para calon pengantin ataupun siapa saja yang ingin bertafaqqu fiddin, tidak-tidaknya dalam menekuni keunggulan syari’at Islam dibanding dengan ajaran lain terutama dalam masalah pernikahan.<br /><br />Beberapa pembahasan syar'iyyah penting, yang menjadi keistimewaan buku ini, diantaranya:<br />1- Penjelasan diperbolehkannya seorang wanita menampakkan diri dan berhias untuk dilihat oleh lelaki yang meminangnya. Serta penyebutan dalilnya dari As-Sunnah dan batasannya menurut ahli ilmu.<br />2- Pembahasan tentang haramnya seorang muslim meminang di atas pinangan saudaranya sesama muslim hingga saudaranya itu membatalkan pinangannya. Dan batasan tentang pembatalan pinangan.<br />3- Penjelasan tentang hukum menikahi wanita mandul dan wanita pezina jika sudah bertaubat.<br />4- Pembahasan tentang wajibnya wali dalam pernikahan dan bahwasanya tidak sah nikah tanpa wali.<br />5- Tahqiq tentang masalah melangsungkan akad nikah di masjid. Dan penjelasan bahwa tidak ada dalil yang menganjurkannya atau menunjukkan keistimewaannya daripada tempat-tempat lain bahkan bisa jadi hukumnya makruh.<br />6- Pembahasan penting tentang haramnya menyetubuhi wanita pada duburnya. Dan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah serta perkataan para ulama salaf dan perkataan para ahli ilmu yang mu'tabar.<br />7- Pembahasan lain tentang haramnya menyetubuhi wanita haidh, serta pembahasan tentang hadits yang menyebutkan kaffarah atas orang yang menyetubuhi wanita haidh sekaligus penetapan keshahihannya.<br />8- Pembahasan lain tentang tidak diperbolehkannya menyetubuhi wanita yang baru suci dari haidh sehingga ia mandi. Berikut bantahan terhadap Ibnu Hazm dan orang-orang yang sependapat dengan beliau yang membolehkannya walaupun sebelum mandi.<br />9- Pembahasan penting tentang diperbolehkannya menyetubuhi wanita yang mengalami istihadhah walaupun darah mengalir di antara kedua pahanya.<br />10- Pembahasan wajibnya mandi apabila dua alat kelamin telah bertemu, dan bahwasanya ilaaj (persetubuhan) pada selain qubul tidak mewajibkan mandi kecuali bila terjadi inzaal (keluarnya mani).<br />11- Pembahasan dan tahqiq tentang hukum walimah. Penjelasan bahwa hukumnya mustahab dan bantahan terhadap yang mewajibkannya. Dan penjelasan bahwa mayoritas ahli ilmu berpendapat hukumnya mustahab kecuali sebagian ulama Syafi'iyah.<br />12- Kemudian yang terakhir, pembahasan penting tentang bolehnya kaum wanita memakai perhiasan emas secara mutlak, baik yang melingkar maupun tidak. Serta jawaban terhadap dalil-dalil yang dibawakan oleh Syeikh Al-Albaani rahimahullah yang mengharamkannya.<br />Dan masih banyak lagi pembahasan-pembahasan ilmiah lainnya yang sangat bermanfaat bagi para penuntut ilmu insya Allah.<br /><br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-81756307417375694952009-03-05T05:54:00.000-08:002009-03-05T08:18:27.732-08:00Indahnya Menikah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiISkYsAfvsKhiPCpqJX-NWHEKvU2a5qflbfSnI6S697ZtFsqQZCftbukSs4hsnGcUg7PXi4lA7SlIrj9crnDomdkW0tCLmvWQhYKO6Cr6X3ucR546Cw6sTQZkEsBQUmJ__HXb0Eizh9hbs/s1600-h/nikahun-dendri02-1.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 194px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiISkYsAfvsKhiPCpqJX-NWHEKvU2a5qflbfSnI6S697ZtFsqQZCftbukSs4hsnGcUg7PXi4lA7SlIrj9crnDomdkW0tCLmvWQhYKO6Cr6X3ucR546Cw6sTQZkEsBQUmJ__HXb0Eizh9hbs/s200/nikahun-dendri02-1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5309702912677422978" /></a> Menikah, adalah suatu hal yang dinanti-nanti. Keindahannya tak bisa dibayangkan kecuali bagi yang sudah mengalaminya. Dengan menikah, pikiran, dan hati menjadi tenang, tentram tak terkira. Pandangan jadi lebih bisa terjaga. Lebih dari itu, menikah adalah fitrah setiap anak Adam. Dengan menikah, seseorang bisa semakin lebih dewasa dalam berfikir, berprilaku bahkan dalam mengambil dan memutuskan sebuah pilihan. Ada beberapa hal yang bisa dihayati mengapa seseorang itu harus menikah. Di antaranya; pertama, menikah berarti melengkapi agamanya. “Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (HR. Thabrani dan Hakim).<br /><span class="fullpost"><br />Kedua, menikah bisa menjaga kehormatan diri. “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih mudah menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasaiy, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).<br /><br />Ketiga, bersenda guraunya suami-istri bukanlah perbuatan sia-sia melainkan suatu amal mulia yang dianjurkan. “Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 245; Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 309)..<br /><br />Keempat, bersetubuh dengan istri termasuk sedekah. Suatu ketika para shahabat Nabi SAW berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka bisa shalat sebagaimana kami shalat; mereka bisa berpuasa sebagaimana kami berpuasa; bahkan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka.”<br /><br />Beliau bersabda, “Bukankah Allah telah memberikan kepada kalian sesuatu yang bisa kalian sedekahkan? Pada tiap-tiap ucapan tasbih, takbir, tahlil dan tahmid terdapat sedekah; memerintahkan perbuatan baik adalah sedekah; mencegah perbuatan munkar adalah sedekah; dan kalian bersetubuh dengan istri pun sedekah.”<br /><br />Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana bisa salah seorang dari kami melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan pahala?”<br /><br />Beliau menjawab, “Bagaimana menurut kalian bila nafsu syahwatnya itu di salurkan pada tempat yang haram, apakah dia akan mendapatkan dosa dengan sebab perbuatannya itu?”<br /><br />Mereka menjawab, “Ya, tentu.”<br /><br />Beliau bersabda, “Demikian pula bila dia menyalurkan syahwatnya itu pada tempat yang halal, dia pun akan mendapatkan pahala. (Beliau kemudian menyebutkan beberapa hal lagi yang beliau padankan masing-masingnya dengan sebuah sedekah.<br /><br />Lalu beliau bersabda, “Semua itu bisa digantikan cukup dengan shalat Dhuha dua rakaat.” (Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 125). Wallahua’lam<br /><br />Semoga bermanfaat ya bagi ikhwan dan akhwat yang sedang dalam masa mencari belahan jiwa.<br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-204598265214953259.post-61961032773581565192009-03-05T05:39:00.000-08:002009-03-05T08:31:38.623-08:00SATU LAGI KEUTAMAAN MENIKAH MUDA<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhYozN6qsyCrU-SbO2LoconeuO5CWlthae0PzV_2-hCrAPStKEJsecD4dVHGdMr-wyyWxwNyQcXVrjD5Bqvr498zs_C0Pf_oiqrbHML-_dFG9BrSLbgbrapCQOOPHrVzK1MX9SMPKyv3hA/s1600-h/images4.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 105px; height: 104px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhYozN6qsyCrU-SbO2LoconeuO5CWlthae0PzV_2-hCrAPStKEJsecD4dVHGdMr-wyyWxwNyQcXVrjD5Bqvr498zs_C0Pf_oiqrbHML-_dFG9BrSLbgbrapCQOOPHrVzK1MX9SMPKyv3hA/s320/images4.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5309742178261667794" /></a>Pernah melihat anak-anak yang mirip seperti gambar di samping? Anak-anak dengan mata yang sipit dan memiliki mental yang agak terbelakang? Jika pernah maka Anda sedang melihat seorang anak dengan kelainan berupa Sindroma Down. Sindroma Down dideskripsikan oleh dr John Langdon Down dari Inggris pada tahun 1866 sebagai kelainan genetik yang paling sering muncul. Diperkirakan, ada delapan juta penderita di seluruh dunia, dan di Indonesia sendiri sekitar 300.000. Sindrom ini mengenai 1 dari 600-1000 bayi baru lahir.<br /><br />Sindroma Down merupakan kumpulan berbagai gejala klinis yang disebabkan oleh kelainan genetik berupa tambahan kromosom pada pasangan kromosom 21. Tambahan kromosom pada pasangan kromosom 21, yang disebut trisomi 21 (47, XY, +21). Hal ini menyebabkan informasi genetika menjadi terganggu sehingga anak mengalami penyimpangan fisik, seperti, kepala belakang pipih, dan kanal dalam telinga sempit. Akibatnya, anak sering mengalami gangguan pendengaran dan infeksi telinga, wicaranya terganggu karena gangguan konstruksi rahang dan mulut, serta lidah terlalu panjang, mata juling, atau katarak karena ada gangguan otot mata, rambut tipis, merah dan rontok, kaki dan tangan pendek, serta otot dan sendi lemah. Anak sindroma Down juga sering menderita kelainan bawaan, seperti, gangguan jantung, leukemia, dan Alzheimer. Tingkat kecerdasan penderita juga lebih rendah dari umumnya.<br /><span class="fullpost"><br />Apa yang menjadi dasar terjadinya trisomi 21 masih merupakan misteri. Dalam keadaan normal, setiap manusia mempunyai 46 kromosom. Dari 46 kromosom tersebut, 23 kita dapat dari ibu dan 23 lainnya kita dapat dari ayah. Masing-masing kromosom kedua belah pihak akan bergabung membentuk 23 pasang kromosom. Dari ke-23 pasang kromosom tersebut, 22 pasang adalah kromosom autosom dan 1 pasang adalah kromosom seks. Dalam kasus sindroma Down, para penderita mempunyai 47 kromosom, di mana kromosom tambahan menjadi kromosom ketiga pada pasangan kromosom 21. Pada 95% kasus, tambahan kromosom ini berasal dari ibu. Tambahan kromosom inilah yang menimbulkan berbagai gangguan pada penderita, baik berupa gangguan perkembangan fisik maupun kognisi. Karena sudah pada tahap kromosom, anomali ini akan diteruskan pada setiap sel yang ada di tubuh penderita. Akibatnya timbul berbagai kelainan dalam perkembangan janin. Para penderita sindroma Down lebih mudah untuk mengalami infeksi, gangguan pernafasan, obstruksi saluran pencernaan (saat masih bayi) dan leukemia pada masa kanak.Bagaimana mekanisme terjadinya gangguan perkembangan tersebut belum diketahui dengan pasti.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPjRCJYbNHynLdmCeDDyb8Ird7dzDfF1f1DNcMl9HW7D-p8JngvA054v9WNyi0fOO0SMmaaaUyE0ReXC5TrJ3d72K0n0xJdqfN_h6pBei7d18uyzd8ViSA09N8McJP9ZTT8tTzywSG6Ej6/s1600-h/_39770579_downs203.0.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 157px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPjRCJYbNHynLdmCeDDyb8Ird7dzDfF1f1DNcMl9HW7D-p8JngvA054v9WNyi0fOO0SMmaaaUyE0ReXC5TrJ3d72K0n0xJdqfN_h6pBei7d18uyzd8ViSA09N8McJP9ZTT8tTzywSG6Ej6/s200/_39770579_downs203.0.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5309699107919511346" /></a><br />Namun, para ahli mendapatkan bahwa faktor usia pada saat hamil merupakan faktor risiko yang bermakna. Data epidemik menunjukkan, risiko relatif ibu untuk melahirkan anak dengan sindroma Down meningkat seiring pertambahan usia. Wanita yang hamil pada usia 35 tahun ke atas mempunyai risiko yang lebih tinggi. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun mempunyai kemungkinan 1 : 350 untuk mempunyai anak menderita sindroma Down. Wanita yang berusia lebih dari 40 tahun mempunyai kemungkinan 1 : 100 untuk mempunyai anak menderita sindroma Down. Sedangkan wanita yang berusia lebih dari 45 tahun mempunyai kemungkinan 1 : 30 untuk mempunyai anak menderita sindroma Down. Umur ayah berpengaruh, tetapi tak sebesar ibu. Sesungguhnya tidak ada satu cara pun yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya sindroma Down. Satu-satunya cara untuk menghindarinya adalah dengan melakukan tes penyaring (screening test) atau tes diagnostik (diagnostic test). Tes penyaring diindikasikan bila ditemukan adanya faktor risiko seperti usia ibu lebih dari 35 tahun dan adanya riwayat kelainan genetik dalam keluarga. Kedua tes ini mengukur jumlah berbagai substansi dalam darah ibu. Hasil ke dua tes tersebut bersama dengan faktor usia ibu digunakan untuk memperkirakan risiko untuk mendapatkan anak dengan sindroma Down. Tes biasanya dilakukan pada usia kehamilan antara 15 dan 20 minggu.<br /><br /><br />Rasulullah telah bersabda : <span style="font-style:italic;">“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kesanggupan, maka menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kesucian farji ; dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa dapat menjadi perisai baginya” </span>[Muttafaq 'Alaih]. Rupanya selain dapat membuat terpalingnya pandangan mata (dari pandangan yang tidak halal), menjaga kesucian kehormatan, memperbanyak jumlah ummat Islam serta selamat dari kerusakan besar dan akibat buruk yang membinasakan, menikah muda juga dapat menghindari timbulnya kelainan pada keturunan. Semoga Allah SWT memberikan rahmatNya kepada kita semua untuk dapat segera menggenapkan separuh dien. Amin Ya Rabb. <br /><br /><br /><br /></span>cinta sejatihttp://www.blogger.com/profile/14035871752929884221noreply@blogger.com0